Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa | Penulis | Filsuf
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam hidup kita hanya sebagai pemain, jadilah pemain yang menjalankan perannya dengan baik. _sing biasa bae

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Memaknai Cinta Sejati

24 Maret 2023   00:42 Diperbarui: 25 Maret 2023   00:46 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love Ilustrasion https://pin.it/cU0Ulcg

Berbicara soal cinta tentu sudah bukan hal yang baru lagi, sebab setiap insan sejak lahirpun sudah dianugerahi rasa cinta yang memang merupakan fitrah dari-Nya. Definisi cinta sangat bermacam-macam karena setiap orang mempunyai arah pandang yang berbeda-beda dalam mengartikannya. Namun bukan kesitu ranah yang akan saya bahas sekarang, melainkan pengimplementasian yang mengatasnamakan cinta justru malah mengentasnamakan cinta sejati itu sendiri, sungguh kontradiktif bukan!

Kali ini saya ingin mengingatkan tentang sesuatu, ini penting bagi kita, mungkin penting juga bagi semua umat manusia. Lihatlah dikala pagi tiba, mentari memancarkan sinarnya dengan kasih cinta, disambut oleh semerbak harumnya bunga yang bermekaran penuh cinta, kemudian dimeriahkan dengan kicauan burung yang meresapi percintaan mereka, hingga membuat rerumputan menari atas angin yang menyisirnya. Sungguh sederhana nan indah hakikat percintaan pada dasarnya. Tapi, kita manusia, sampai detik ini masih terus saja berdebat tentang perayaan cinta, sibuk dengan syarat-syarat cinta, dan kebingungan mencari makna cinta itu sendiri.

Baca juga: Perihal Istiqomah

Mungkin sekarang adalah saatnya kita berhenti memperdebatkan perihal cinta. Hanya kita, manusia, yang dianugerahi pikiran untuk mempertanyakan dan memperdebatkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, tapi jangan kemudian kita terlalu sibuk dengan itu semua dan lupa mencintainya. Karena sesungguhnya, cinta bukanlah pertanyaan dan mosi perdebatan, tapi cinta justru merupakan jawaban dari keduanya.

Kerap kali kita senang memenjarakan cinta dalam kata. Tanpa sadar kita telah memeras maknanya, sampai yang tersisa hanyalah ampas-ampasnya saja, konsep-konsep cinta. Kering. Mati. Kemudian inilah yang sama-sama kita yakini sebagai cinta, yang sama-sama kita perdebatkan dan ributkan dengan logika kita masing-masing tentunya. Dengan ayat-ayatmu dan ayat-ayatku.

Kita kadang kala terlalu memaksakan diri untuk melihat segalanya sempurna, sehingga kita terjebak di dalam halusinasi pikiran kita sendiri, hingga akhirnya kehilangan esensi. Dalam buku Hati Tak Bertangga karya Ikhwan Marzuki dan Adi Prayuda, mengatakan bahwa kesempurnaan itu ilusi. Dan cinta adalah guru paling berharga  yang mengajarkan kita untuk melihat segala sesuatu apa adanya, tanpa menuntut kesempurnaan.

Mungkin yang selama ini kita anggap cinta kepada orang lain adalah cinta pada persepsi kita sendiri. Oleh karenanya, kita tidak henti-hentinya menuntut orang yang kita cintai untuk bertindak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kita mengontrol dan mengubah orang yang kita cintai agar selalu sama dengan sosok ideal yang ada dibenak kita. Itukah cinta? Atau itukah ego yang mengatasnamakan dirinya cinta, hingga mengentasnamakan cinta yang sesungguhnya. Sampai disini mulai tergambar maksud dari judul tulisan ini.

Saya mulai dengan satu pertanyaan penting, "kenapa tidak semua dari kita bisa menerima orang lain apa adanya, sehingga cenderung ingin mengubah mereka agar sesuai dengan keinginan kita?" simpelnya begini "kenapa kita ingin mengubah orang yang kita cintai sesuai dengan keinginan kita?" Tentu banyak sekali jawabannya. Bisa karena "ingin membuat orang yang kita cintai menjadi lebih baik", "agar dia tidak berlama-lama dalam kesedihan", "agar hidupnya tidak lagi menyusahkan orang lain", "karena dia punya kebiasan buruk, yang itu merugikan orang-orang yang ada disekitarnya", dan lan-lain sebagainya. Semua jawaban itu tentu memiliki nilai benar pada kondisinya masing-masing.

Sebenarnya, apa yang memicu kita hingga punya hasrat untuk mengubah orang yang kita cintai? Apakah itu karena kita benar-benar mencintainya? Atau jangan-jangan karena kita takut hal-hal buruk terjadi pada orang lain, terutama orang yang kita cintai? Sehingga kita perlu mengambil tindakan untuk "mengubahnya". Atau sebenarnya karena kita belum bisa menerima diri sendiri apa adanya? Sehingga ketidakmampuan ini menjelma menjadi sebuah hasrat untuk mengubah orang lain. Bukankah lebih baik kita mengajukan pertanyaan kepada diri-sendiri terlebih dahulu "kenapa saya ingin mengubahnya?" sebelum bertanya "apa yang ingin saya ubah dari orang lain?" Lagi-lagi ini bukan pertanyaan untuk segera dijawab, tapi untuk direnungkan secara perlahan-lahan. Lalu kita jadikan pembimbing dalam menembusi lapisa-lapisan yang sudah lama diciptakan oleh ego kita yang menjadikan "penghalang" dan pemberi kita "jarak" dengan hati kita sendiri.

Kita mungkin tidak sadar bahwa kadangkala ketakutan bisa menyamar  menjadi cinta. Kita katakan bahwa kita "mencintai" seseorang lalu kemudian atas alasan itu pula, kita mengatur, mengontrol, mendikte, membatasi ruang orang yang kita cintai  agar perilakunya sesuai dengan  apa yang kita inginkan. Sebenarnya kitalah yang takut. Jika kita yang takut, kenapa orang lian yang harus berubah? Jika kita yang sakit, kenapa orang lain yang harus minum obat?

Masalahnya, seandainya pun orang itu berubah, kita masih punya potensi untuk tidak puas dengan itu, tidak menyukainya, bahkan marah. Kenapa? Pertama, karena bisa jadi perubahannya tidak atau belum sesuai  dengan yang kita keinginkan. Kedua, karena ada bagian yang seharusnya tidak berubah, malah ikut berubah. Inilah salah satu kelucuan  yang bisa mengingatkan kita sebagai manusia: keinginan untuk mengubah banyak hal dalam hidup namun pada saat yang sama ada hal-hal yang ingin tidak berubah, selama mungkin. Dan semakin lucu ketika tindakan  yang didasari oleh keinginan seperti ini sebagai tindakan mencintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun