Mohon tunggu...
PALMA CHRISTIE BR TARIGAN
PALMA CHRISTIE BR TARIGAN Mohon Tunggu... Mahasiswa

Terkadang seseorang butuh jatuh untuk benar benar tahu di mana dirinya berada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyingkap Sejarah Putri Hijau di Tanah Karo: Legenda, Saudara Sakti, dan Jejak Budaya yang Terlupakan

19 Mei 2025   21:48 Diperbarui: 19 Mei 2025   21:46 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : (Kamera,15mei2025)

Tanah Karo, 15 Mei 2025 -- Di balik keindahan alam dan budaya masyarakat Karo, tersimpan sebuah legenda yang kaya akan makna dan sejarah, yakni kisah Putri Hijau. Sosok ini bukan hanya tokoh mitos biasa, melainkan simbol pelindung sekaligus saksi bisu pergolakan sejarah di wilayah Tanah Karo dan sekitarnya.

Putri Hijau dipercaya lahir di Desa Siberaya, dekat hulu Sungai Petani, sekitar abad ke-15 hingga 16, masa di mana konflik perebutan kekuasaan di Selat Malaka sangat sengit. Legenda Putri Hijau berkembang dalam dua versi utama: versi Melayu Deli dan versi masyarakat Karo. Keduanya menggambarkan Putri Hijau sebagai wanita cantik jelita dengan aura kehijauan yang memancar, namun juga memiliki dua saudara kembar yang luar biasa, yakni Mambang Yazid yang bisa berubah menjadi naga dan Mambang Khayali yang menjelma menjadi meriam Puntung.

Dalam kisahnya, Putri Hijau dan saudara-saudaranya awalnya tinggal di Siberaya, namun karena kebutuhan makan naga yang tak terpuaskan, mereka pindah ke hilir sungai dan membangun benteng di Deli Tua. Keindahan dan kesaktian Putri Hijau menarik perhatian Raja Aceh yang mengirim utusan meminangnya. Namun, pinangan ini ditolak dengan tegas, memicu kemarahan Raja Aceh yang kemudian menyerang benteng tersebut. Pasukan Aceh akhirnya berhasil menembus benteng dengan siasat melemparkan ribuan uang emas sehingga penjaga benteng lengah. Dalam pertempuran sengit itu, meriam Puntung meledak dan pecah menjadi dua bagian yang diyakini tersebar di Desa Sukanalu dan Istana Maimun Medan.

Legenda juga menceritakan pelarian Putri Hijau bersama naga saudara lelakinya ke dasar laut sekitar Pulau Berhala, di mana mereka dipercaya masih bersemayam hingga kini. Namun ada versi lain yang menyebut Putri Hijau sempat ditawan dan dibawa ke Aceh, namun berhasil diselamatkan oleh naga saudaranya saat upacara di Ujung Jamb Aye

Selain sebagai kisah heroik, legenda Putri Hijau juga berperan dalam penamaan sejumlah tempat di Tanah Karo. Misalnya, nama Lau Gendek dan Tongkeh yang berasal dari ungkapan perasaan Putri Hijau saat meninggalkan kampung halamannya, menandakan kedalaman hubungan antara cerita rakyat dan identitas geografis setempat.

Kini, situs-situs yang terkait dengan Putri Hijau di Desa Sukanalu menjadi cagar budaya yang sakral dan menjadi tempat pelestarian sejarah dan budaya masyarakat Karo. Cerita ini tidak hanya menjadi legenda, tetapi juga warisan budaya yang mengajarkan tentang keberanian, kesetiaan, dan kecintaan terhadap tanah air.

Dengan mengangkat kisah Putri Hijau secara mendalam, masyarakat Karo dan Indonesia pada umumnya dapat lebih menghargai kekayaan budaya lokal yang sarat nilai sejarah dan filosofi, sekaligus menjaga agar legenda ini tidak hilang ditelan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun