Mohon tunggu...
Della Ananda Adha
Della Ananda Adha Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi menonton film, blok ini dibuat untuk mengirimkan tugas berita saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Ani-Ani: Cermin Gundik dalam Wajah Baru

27 April 2025   00:57 Diperbarui: 27 April 2025   00:57 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gundik. Kredit: Pinterest https://pin.it/1uD0ZCFPr oleh Harist Farhan 

Media sosial belakangan ini ramai memperbincangkan fenomena "ani-ani" --- istilah gaul yang merujuk pada perempuan muda yang menjalin kedekatan dengan pria-pria mapan. Sekilas tampak sebagai tren modern, namun sejatinya, pola relasi ini sudah berakar dalam sejarah panjang bangsa, sejak masa pergundikan di era kolonial. Apakah ini sekadar wajah baru dari kisah lama?

1. Sejarah Pergundikan di Nusantara

Pada masa kolonial Belanda, praktik pergundikan menjadi bagian dari realitas sosial. Perempuan lokal "dipelihara" oleh pria-pria Eropa, membentuk relasi yang unik di tengah ketimpangan kekuasaan. Gundik tidak hanya berperan sebagai pasangan tanpa ikatan resmi, tetapi juga kerap memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial, ekonomi, hingga budaya.

Pergundikan banyak terjadi di pusat-pusat perdagangan dan administrasi seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya. Meski diakui dalam praktik sosial, para gundik tetap berada di posisi yang terpinggirkan dalam struktur masyarakat.

2. Fenomena Ani-Ani Masa Kini

Istilah "ani-ani" kini menjadi populer untuk menggambarkan perempuan muda yang menjalin hubungan dengan pria mapan. Meskipun sering diasosiasikan dengan motif materialistis, tidak semua hubungan ini bisa disederhanakan begitu saja.

Perkembangan media sosial telah mempercepat penyebaran fenomena ini, menciptakan ruang baru di mana pola relasi serupa pergundikan kembali muncul, meski dalam konteks yang berbeda. Hari ini, hubungan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh pilihan personal di tengah dinamika ekonomi dan sosial yang berubah.

3. Perbandingan Reflektif

Jika dicermati, relasi kekuasaan berbasis ekonomi masih menjadi benang merah yang menghubungkan pergundikan zaman dulu dan fenomena ani-ani masa kini.

Namun, perbedaan besar terletak pada posisi perempuan hari ini yang lebih memiliki kebebasan memilih dan kemampuan untuk menentukan jalan hidup mereka sendiri. Fenomena ini sepatutnya dipandang dengan kacamata sosiologis, bukan sekadar moralistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun