Saya seringkali masih mendapati bahwa “apa bedanya moral dengan adab?” moral juga tak luput dari perbincangan yang saat ini hangat di negara kita yakni Indonesia. Apakah kalian ingat kasus KDRT Rizky Billar dengan Lesty Kejora yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan, mengapa kasus itu saya hubungkan dengan materi perkuliahan perkembangan moral AUD?.
Karena dalam fondasi tingkah laku dan pemutusan perbuatan atas tingkah laku yang dilakukan di masa depan itu ibarat buah yang kita tanam sewaktu kita masih dalam masa emas yakni masa anak usia dini yang pada usia dewasa buah itu kita petik dan kita nikmati. Sama halnya moral dengan etika dan adab, yang mana dalam pengajarannya anak diajarkan bagaimana cara menanamkan perilaku yang baik dengan nilai-nilai budi pekerti dengan tujuan agar ketika anak sudah dewasa hal tersebutlah yang akan selalu tertanam dalam pikirannya.
Jika ditanya “apakah kualitas pendidikan moral di lingkungan sosial Indonesia itu sudah cukup baik?” jawabannya tentu tidak. Hal tersebut dikuatkan dengan fakta yang terjadi dilapangan dalam penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Nemckiser Indonesia dengan objek alat kontrasespsi (durex) terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia, yang memberikan hasil mengejutkan. Bahwa 33% remaja di lima kota besar Indonesia pernah melakukan hubungan seks penetrasi, yang dirincikan dengan usia 18-20 tahun sebanyak 58%.
Jika dikulik lagi terdapat kasus remaja korban narkoba yang mencapai 1,1 juta atau dengan kisaran 3,9% dari data yang pernah di ambil pada tahun 2008 dengan mengambil sampel survei dari 33 provinsi yang berada di Indonesia. Tak cukup sampai disitu saja, dari Data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial (DPPGS) DKI Jakarta menyebutkan fakta bahwa pelajar mulai dari SD, SMP, hingg SMA terlibat tawuran mencapai 1.318 pelajar (0,08%) dari total1.647.835 pelajar di DKI Jakarta.
Apa yang dimaksud dengan perkembangan moral?
Moral itu mencakup adab dan etika dari individu. Moral seseorang itu dapat dilihat melalui tingkah lakunya bisa juga dari perkataannya. Moralitas dalam lingkup sosial ini bisa juga dibilang momok yang sering muncul, apalagi kalau kita berbicara mengenai budaya di Indonesia yang sangat beragam, budaya juga memengaruhi perkembangan moral individu, “mengapa bisa budaya mempengaruhi moralitas dari seseorang?” setiap daerah khususnya di Indonesia selalu menganut adat istiadat yang begitu kental,
kita ambil saja contoh adat Jawa tentu saja budaya yang ada di Jawa ini begitu kental akan mitos-mitos dan unggah-ungguh (sopan santun), saya merupakan seorang remaja suku Jawa yang hidup dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang memang benar-benar kental dalam menghargai leluhur yang ada di desa saya. Sehingga apabila ada satu adat saja yang ditinggalkan itu bisa merusak moralitas dalam lingkungan sosial, sampai-sampai dicemooh dan menjadi bahan omongan masyarakat. Jadi, yang dimaksud perkembangan moral ialah seperangkat hal yang mencakup perkembangan dari pikiran, perasaan serta perilaku dari masing-masing individu, dan dapat disebut juga sebagai kebiasaan dalam bertindak atau berintekasi sosial, hal ini dikemukakan oleh Hurlock.
Ada beberapa teori mengenai moralitas yang ditulis dalam buku Handbook of Child Pschology and Development Science, by Richard M. Lerner, Morality and Identity, moralitas menjadi identitas diri dari seseorang untuk bertindak moral. Morality as Empathy and Prosocial Obligation, pandangan manusia dalam pemberian simpati serta motivasi dalam berperilaku.
Morality as an Evolutionary Mechanism, moralitas memiliki fungsi untuk seseorang dalam mengatur interaksi dengan cara bekerjasama dan cenderung tidak egois dalam berperilaku. Deontological Moral Judgments, moralitas yang memiliki acuan dalam memerlakukan orang lain, memiliki sikap kepedulian terhadap keadilan individu lain dan cenderung memikirkan kesejahteraan bersama dalam berinteraksi.
Perkembangan moral menurut Piaget, Piaget menegaskan bahwa perkembangan moral itu berlangsung dengan dua tahapan, yakni tahapan Heteronomous Morality yang berlangsung ketika anak berusia 5-10 tahun. Pada tahap Heteronomous Morality ini aturan-aturan yang ad aitu dipandang sebagai otoritas yang tidak dapat diubah misalnya saja aturan yang diberikan oleh orang tua dan guru ketika di sekolah, anak akan berpikiran bahwa adanya aturan tersebut harus dipatuhi.
Ada tahap Autonomous Morality atau Morality of Cooperation yang berlangsung ketika anak berusia 10 tahun keatas, anak mulai memiliki dasar penilaian mengenai tingkah laku sehingga anak mulai dapat menilai mana tingkah laku atau moral yang baik dan buruk untuk mereka tiru.