Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gorengan BIN: Generasi Milenial Terpapar Terorisme karena Tidak Berpikir Kritis

1 April 2021   15:15 Diperbarui: 1 April 2021   15:22 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto (Foto: Dok. BIN via Kompas.com)

"Media sosial disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda. Rentang kendali biasanya 17 hingga 24 tahun. Ini yang menjadi target utama," ujar Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto.

Wawan memaparkan hal tersebut saat mengisi acara webinar bertajuk Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial. Webinar tersebut digelar pada Selasa, 30 Maret 2021, di akun Youtube TVNU--kanal milik Televisi Nahdlatul Ulama.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BNPT, pengguna internet selama masa pandemi korona melonjak. Sebanyak 80% generasi muda pengguna internet rentan terpapar radikalisme. Hal itu disebabkan oleh kecenderungan tidak berpikir kritis.

Generasi milenial, menurut Wawan, cenderung menelan mentah-mentah informasi apa pun dan tidak melakukan pengecekan.

"Sikap intoleran biasanya muncul dari generasi yang tidak kritis dalam berpikir," kata Wawan.

Ada tiga kata kunci yang digunakan oleh Wawan, yakni radikalisme, terorisme, dan intoleran. Tiga kata itu bermuara kepada generasi milenial. Wadahnya internet, tepatnya media sosial. Hanya ada 20% dari umat milenial yang bisa berpikir kritis. Sisanya, 80%, rentan terpapar terorisme.

Timbul beberapa pertanyaan.

Aksi generasi milenial yang akrab dengan media sosial (Ilustrasi: theweek.com)
Aksi generasi milenial yang akrab dengan media sosial (Ilustrasi: theweek.com)
Pertama, benarkah hanya 20% generasi milenial yang memiliki imunitas atas terorisme? Jikalau temuan BNPT benar adanya, kita mesti mengakui bahwa keadaan sudah genting. BNPT wajib bersungguh-sungguh menanggulangi terorisme. Tidak bisa berleha-leha. Harus cergas dan cerdas.

Sederhananya, jika ada 10 orang anak milenial di dekat saya maka 8 (delapan) di antaranya rentan terpapar terorisme. Saya tentu harus urun andil untuk mengurangi, kalau bisa menghabisi, virus terorisme itu. Pasti berat, apalagi kalau sama sekali tidak melakukan apa-apa.

Kedua, apakah yang sudah dilakukan oleh BNPT sehingga menimpakan kesalahan kepada kaum milenial? Itu pertanyaan penting. Bolehlah BNPT mengeluhkan kucuran anggaran yang hanya bisa menalangi biaya operasional, tetapi harus ada aksi konkret guna menangkal terorisme.

Jika semua kesalahan ditimpakan kepada generasi muda, tiada berbeda dengan "cuci tangan". Tidak boleh tanggung-tanggung. Jika kuman terorisme mau kita basmi, ya, mesti biang kumannya yang kita habisi. Jangan sibuk memperdebatkan akibat, sampai lalai sudah mempercakapkan sebab.

Ketiga, benarkah penyebab rentannya generasi milenial terpapar terorisme karena mereka tidak berpikir kritis? Pertanyaan itu tidak bisa kita abaikan begitu saja. Jangan sampai hanya sebatas "gorengan isu" untuk menutupi kelemahan kinerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun