Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sebelum Kamu Mati, Hiduplah

27 Maret 2021   06:32 Diperbarui: 27 Maret 2021   06:39 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Frustrasi gara-gara kerjaan bisa membuatmu lebay pikir (Foto: Shutterstock)

Lebay pikir. Orang-orang kerap menyebutnya overthinking. Itu bukan perkara besar yang perlu kamu tangisi. Santai saja. Lebay pikir sangat manusiawi. Kita semua bisa mengalaminya. Kadang karena dipicu oleh perkara kecil yang sejatinya sangat remeh. Whatsapp tidak dibalas yayang, misalnya. Kita susah tidur. Pikiran ke mana-mana. Lalu, merana sepanjang malam.

Apakah lebay pikir alias overthinking bisa membunuhmu? Tergantung. Saya pikir, tidak. Kalaupun menyusahkan, belum tentu mematikan. Yang bisa membunuhmu justru rasa putus asa. Mengira dunia sudah tamat, menyangka hidup sudah selesai, lalu bunuh diri. Bagimu, itu kiamat kecil.

Jadi, kalau kamu dilanda lebay pikir, ya, tidak usah kelimpungan. Tenang saja. Roma punya banyak jalan yang bisa kita sisir agar dapat tiba di sana. Satu jalan buntu, tempuh jalan lain. Semua jalan buntu, bikin jalan baru. Kadang tidak usah kaupikirkan, cukup jalani saja. Wush bae!

Kawan, saya ingin berbagi cerita. Ada lima perkara yang mesti kamu perhatikan agar hidupmu yang fana bisa penuh makna. Silakan kausimak, jika perlu kaujadikan azimat.

1. Sebelum kamu mati, hiduplah.

Apa yang kamu cari di dunia fana ini? Nama tenar? Harta bertumpuk? Kebaikan tiada tara? Apa pun itu, kamu butuh hidup. Itu saja dulu. Segala-gala yang ingin kaudapatkan di dunia akan sia-sia jika jiwa sudah talak tiga dengan raga.

Hiduplah dalam hal ini sekadar kamu bisa bernapas, berkedip, atau makan dan minum. Bukan itu. Hiduplah berarti bersungguh-sungguh. Apa pun profesimu, apa pun pekerjaanmu, hiduplah dari situ. Artinya, pekerjaan tidak menjadi beban bagi pikiran rapuhmu.

Bos marah-marah, tenangkan hatimu. Kalaupun pikiranmu macam-macam, biarkan saja. Lebay pikir, biarkan saja. Asalkan tidak berlarut-larut. Anggap saja bosmu sedang ada masalah. Urusan bekerja, tetaplah sepenuh cinta. Gagal juga begitu. Bukan untuk ditangisi, tetapi buat dipelajari.

2. Sebelum kamu berhenti, cobalah.

Ketika kamu merasa gagal meraih apa yang kamu inginkan, ambil jeda sejenak. Kalau pikiranmu mengelana ke bumantara (awang-awang), biarkan saja. Jika kamu sulit tidur, lakoni saja. Susah tidur belum seberapa dibanding susah dapat uang. Hehehe.

Yang perlu kamu lakukan sebelum berhenti adalah mencoba. Gagal tes masuk perguruan tinggi negeri, misalnya. Sebelum kamu hentikan impianmu, coba lagi. Selama masih ada jalan, tempuh lagi. Tahun ini semua jalan buntu, tunggu saja tahun depan.

Kalaupun tahun depan masih gagal, terus mencoba. Berhenti bukan pilihan terbaik bagi hidupmu. Mencoba, terus mencoba, lagi dan lagi. Itu jalan terbaik. Coba bayangkan apa yang akan terjadi andaikan Thomas Alva Edison berhenti melakukan uji coba gara-gara gagal sekali. Suram, kan?

3. Sebelum kamu berbicara, dengarkanlah.

Pernahkah kamu masuk restoran dan kamu terpeleset gara-gara lantai yang licin? Kalau ya, coba hindari mengomel tidak keruan. Petugas bersih-bersih boleh jadi tengah menanggung beban batin. Siapa tahu beberapa saat lalu ia mendapat kabar anaknya jatuh sakit sehingga ia telat mengepel lantai. Omelanmu kian menambah beban hati.

Pernahkah kamu berjalan di trotoar dan menggerutu karena pesepeda motor mengambil hak pejalan kaki? Kalau ya, coba jauhi kebiasaan menggerutu. Pesepeda motor yang begitu mungkin tidak semuanya bandel. Siapa tahu ada yang tengah diburu waktu, misalnya untuk menebus obat anaknya yang tengah sekarat.

Pernahkah kamu merasa keliru melakukan sesuatu sampai-sampai kaumaki dirimu? Kalau ya, coba ambil jeda. Setelah amarah reda, dengarkanlah kata hatimu. Mana tahu hatimu ingin bicara, tetapi egomu menguasai semuanya.

4. Sebelum kamu menulis, membacalah.

Ini bukan teori. Ini endapan pengalaman banyak orang. Ini perasan perasaan banyak penulis. Jika hanya menulis, anak TK juga bisa. Kalau hanya meluapkan perasaan, semua orang juga bisa. Ya. Menulis tidak akan menjadikan kamu mampu melakukan segala-galanya.

Maka dari itu, membacalah sebelum menulis. Bukan hanya membaca buku, melainkan sekaligus membaca perasaan orang lain. Bukan sebatas membaca yang terlihat, melainkan sekalian membaca yang tidak terlihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun