Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Penduduk Miskin di Aceh Meningkat, Denny Siregar Malah Alhamdulillah

17 Februari 2021   09:48 Diperbarui: 17 Februari 2021   10:09 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam sejarah Indonesia, rakyat Aceh punya andil besar dalam pengadaan pesawat (Foto: Dok. Kompas)

Kata "alhamdulillah" diserap dari bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia berarti 'ungkapan rasa syukur atas karunia Allah'. Dengan demikian, ketika sesuatu terjadi dalam hidup kita, apa pun itu, maka mengucapkan "alhamdulillah" berarti mensyukuri karunia Allah.

KEMARIN, Selasa (16/2/2021), Denny Siregar mengundang warganet untuk mengerubungi cicitan soal Aceh di akun Twitter miliknya. Alhamdulillah, akhirnya ada juga prestasinya. Begitu kicau Denny. Cuitan itu merupakan komentar atas berita berjudul "Aceh Kembali Jadi Provinsi Termiskin di Sumatera".

Apakah Denny Siregar mensyukuri fakta bahwa Aceh menjadi provinsi termiskin di Sumatera?

Tentu saja, ya. Faktanya, Denny menambahkan "akhirnya ada juga prestasinya" setelah kata puja-puji syukur itu. Bagi Denny, Aceh tidak punya prestasi apa-apa. Hal itu terpancar dari kalimat penyerta yang mengikuti kata "alhamdulillah".

Setidaknya ada dua hal menarik dari cicitan Denny Siregar. Pertama, menganggap Aceh tidak punya prestasi yang layak dibanggakan. Kedua, mensyukuri kondisi terkini Aceh yang menjadi provinsi termiskin di Sumatera.

Dalam hemat penulis, dua hal itu menunjukkan dua hal pula. Pertama, Denny buta sejarah atas keberadaan Aceh sehingga ia menyangka Aceh tidak punya prestasi apa-apa. Kedua, Denny lagi julid-julidnya kepada Aceh dengan musabab yang entah karena apa.

Apakah benar Aceh tidak punya prestasi apa-apa untuk dibanggakan sebagai bagian dari negara kesatuan yang kita cintai ini?

Bagi Denny, mungkin ya; bagi saya, tidak. Jauh sebelum Denny dan saya lahir, jauh sebelum Denny dan saya pintar mengoceh, jauh sebelum Denny dan saya sama-sama gesit mengkritik, Aceh sudah punya banyak prestasi. Banyak sosok terkemuka di Aceh yang turut mengusir kolonial. Hal itu bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Begitu Indonesia merdeka, ketika Presiden Sukarno melawat ke Kutaraja (kini Banda Aceh), saat presiden pertama NKRI itu mengeluh tentang Indonesia yang belum punya pesawat terbang, kala proklamator kemerdekaan RI itu meminta bantuan pada rakyat Aceh, tanpa banyak cincong dan tiada adunyolot, rakyat Aceh mengumpulkan sumbangan emas seberat 20 kg.

Sejarah mencatat peristiwa itu. 16 Juni 1948 hari tatkala Presiden Sukarno berkeluh kesah, hari saat Tengku Muhammad Daud Beureuh mengobarkan semangat agar rakyat Aceh peduli, dan hari itu abadi dalam catatan perjalanan bangsa Indonesia. Sumbangan emas itulah yang lantas digunakan Indonesia untuk membeli sebuah pesawat Dakota merek C-47.

O ya, pesawat itu mungkin sudah sulit dilihat dan ditatap oleh Denny. Tidak apa-apa. Toh berita dan foto pesawat itu masih ada. Denny masih bisa melihatnya di Kompas.com, misalnya. Berita dan foto pesawat itu masih pula terarsip dengan baik di Arsip Nasional Republik Indonesia.  

Jikalau belum puas, Denny bisa jalan-jalan ke Monumen Nasional, mendongak dan melihat puncak ikon kebanggaan Indonesia itu, dan menatap emas yang berkilau di sana. Saya percaya, Denny tahu bahwa kobar api yang menghiasi puncak Monas bersepuh emas.

Ada 50 kg emas pada sepuhan kobaran nyala obor itu. Perlu Denny ingat, 28 kilogram di antara emas itu adalah sumbangan seorang pengusaha dari Aceh. Teuku Markam namanya. Beliau adalah sahabat dekat Presiden Sukarno.

Bagaimana bisa Teuku Markam menyumbangkan emasnya untuk pembangunan Monas?

Tentu saja kedekatan dengan Sukarno dapat diagihkan sebagai alasan sederhana. Namun, ada alasan lain yang bisa saja diajukan. Misalnya, kecintaan Teuku Markam kepada Indonesia. Pengusaha asal Aceh Utara itu bahkan terlibat dalam beberapa proyek infrastruktur di Aceh dan Jawa. Denny tidak usah bingung, sebab kisah saudagar yang menjadi tahanan politik tanpa pengadilan pada era Orde Baru itu masih tayang di Kompas.com.

Kalaupun sekarang kondisi ekonomi Aceh sedang menurun sehingga rakyat miskin bertambah, penganggur makin banyak, dan keadaan memprihatinkan lainnya, tentulah ada pangkal musababnya. Gara-gara pandemi korona, misalnya. Kelesuan ekonomi tidak hanya terjadi di Aceh. Provinsi lain di Indonesia mengalami hal serupa.

Jadi, cuitan Denny menjadi tidak relevan. Bahkan, terkesan mencibir. Penggunaan kata "alhamdulillah" lebih condong pada olok-olok daripada prihatin dengan kondisi yang tengah menimpa rakyat Aceh. Penggunaan kalimat "akhirnya ada juga prestasinya" malah dapat dimaknai sebagai ledekan. Denny semacam ingin mengatakan "syukurin provinsi termiskin".

Sebagai sosok dengan makmum bejibun di Twitter, tidak layak Denny mencicit sedemikian. Ada dampak lain yang tanpa disadari oleh Denny bisa terjadi. Dari komentar jemaah twitteriyah pengikut Denny, ledekan yang tertuju pada Aceh menjadi-jadi. Dapat dibayangkan ketika sosok yang kerap menyuarakan toleransi justru, entah sengaja entah tidak, menganjurkan intoleransi. Sangat kontraproduktif. Bahkan bisa memicu sentimen negatif kolektif.

Dengan demikian, sebagai penganjur dan penganut paham "NKRI Harga Mati", sangat disayangkan tatkala Denny justru menyatakan sesuatu yang beraroma tidak Pancasilais. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun