Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tidak Ada yang Menenangkan dari Perpisahan

28 Januari 2021   18:41 Diperbarui: 28 Januari 2021   18:41 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiap memelukmu, aku selalu berdoa, "Semoga ini bukan pelukan yang terakhir." (Ilustrasi: politico.eu)

Rindu susah sekali mengenali tubuhnya. Seperti orang asing, tersesat di rumahnya sendiri, di tanah kelahirannya sendiri. Aku merasa sangat asing di rumah sendiri. Merasa asing karena sunyi yang menyiksa, karena takada derai tawamu, karena tak melihat rengut wajahmu, karena tak mendengar ledekanmu atas keriput-keriputku.

Lalu kutemukan mata sendumu. Kutemukan tatapanmu. Betapa menenangkan, betapa menyenangkan. Jantungku berdegup. Keras, sangat keras sehingga telingaku mendengarnya. Kurasa jiwaku melayang ke awan, ke bulan, ke bintang, ke angkasa.

Kau bercerita tentang mencintai dari kejauhan, aku berkata tentang lelaki yang digigiti sunyi. Kau berkisah tentang pertemuan yang akan tiba, aku bertutur tentang perpisahan yang menyakiti. Kita tidak pernah sama, kecuali dalam cinta.

Aku bercerita tentang film-film Holywood, kamu berkabar tentang drama-drama Korea. Aku bilang politik bukan sesuatu yang tabu untuk kita bincangkan, kamu ungkap tentang celana dan bajuku yang ketinggalan zaman. Kita selalu berbeda, kecuali dalam cinta.

Usia kita memang jauh berbeda, tetapi kita sama-sama tidak suka perpisahan. Selera kita tidak sama dalam hal lagu, buku, film, atau mode, tetapi kita selalu sama dalam melihat perpisahan.

Semenjengkelkan apa pun kamu, aku selalu merindukan pertemuan denganmu. Semenyebalkan apa pun aku, kamu selalu kangen pada pelukanku.

Tatapanmu singkat. Penuh nyala. Matamu seolah-olah menyatakan "akan tiba saatnya perpisahan usai", mataku jelas-jelas mengatakan "sebenarnya aku tidak mau berpisah seperti ini". Namun, perpisahan sungguh berkuasa. Matamu berair, pipiku menghangat.

Jejak matamu, mata sendumu itu, lebih terasa di sanubariku. Akan kukenang saat-saat seperti ini. Selalu ada rasa hampa pada tatapan menjelang perpisahan. Sekaligus, rasa haru.

Perpisahan enggan menghadirkan dirimu secara utuh. Kamu ada di kepalaku, di angan-anganku, di langit-langit, di dinding kamarku. Tetapi ingatan takmampu menghadirkan keutuhan tawamu, ledekanmu, senyummu, kelembutanmu, dan kemarahanmu.

Tidak ada yang menenangkan dari perpisahan, selain kemungkinan pertemuan. Tidak ada yang menyenangkan dari perpisahan, selain rindu yang tak selesai-selesai.

Pemujarindu, Januari 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun