Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kurikulum Cinta Tjiptadinata-Roselina

12 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 12 Januari 2021   05:28 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

1. Dari mereka kita tahu bahwa cinta adalah tubuh yang paling tabah

Tiba-tiba aku ingin mengajakmu bertemu, berbincang sangat lama, menghabiskan kopi dan rindu. Kamu menceritakan perasaanmu, aku mengisahkan perasaanku. Kamu menuntaskan rindumu, aku menandaskan rinduku. Seolah-olah hanya ada kita di kafe berhias bunga rindu.

O, tidak. Kita tidak semata-mata membincangkan rindu di antara kita. Kita obrolkan ruap dan ruah cinta di mata sepasang kekasih--tempat kita mengeja cinta seutuh-utuhnya. Mereka adalah Romeo dan Juliet di Kompasiana.

Kamu bercerita tentang perjalanan mereka dari benua ke benua, tempat punggung mereka menyandarkan letih dan mata mereka menidurkan cemas. Punggung mereka menanggung rindu yang tak habis-habis, mata mereka berisikan harapan yang tak selesai-selesai.

Aku bercerita tentang pulau-pulau yang mereka sambangi, teluk-teluk rahasia yang mereka kunjungi, atau kota-kota bersejarah tempat mereka bersama-sama mengabadikan cinta. Tidak ada kabar selain cinta, sebab mereka selalu punya cerita yang lebih menarik dibanding berita politik, kekerasan, atau korupsi.

Kita begitu asyik mengeja cinta di mata mereka, hingga kita lupa kopi sudah lama tandas.

2. Dari mereka kita tahu bahwa cinta adalah bulir-bulir harapan yang lahir dari butir-butir doa

Kita menyukai pertemuan dengan mereka, menyukai percik-percik cinta di tulisan mereka, menyukai jajar riwayat perjalanan mereka, menyukai rumah cinta mereka yang, alangkah, memukau. Saking sukanya, kita memimpikan rumah cinta yang serupa dengan rumah cinta mereka.

Kita menyukai rumah cinta itu. Kita berharap bisa membangun rumah sebagaimana mereka menaja harapan. Ya, rumah cinta yang laksana jawaban atas doa-doa kita dan diperlihatkan oleh Tuhan kepada kita lewat mereka.

Rumah cinta itu, kita tahu, rumah tanpa air mata luka.

3. Dari mereka kita tahu bahwa cinta adalah kebahagiaan bernama pengorbanan

Pada suatu ketika engkau ceritakan kepadaku tentang kisah sahabatmu. Ia mendatangimu dengan mata penuh api, dengan lidah yang tak henti-henti menggerunyam, dengan tatapan yang sarat kemarahan. Kata temanmu, cinta telah menjerumuskan dirinya pada lubang penderitaan. Katanya lagi, telah ia korbankan segalanya. Ia berusaha menjadi seperti keinginan kekasihnya sampai-sampai ia merasa asing pada dirinya sendiri.

Lalu, kita teringat pada mereka yang benar-benar saling cinta. Sang suami tidak menjadi asing atas dirinya, sang istri tidak menjadi orang lain bagi dirinya. Bagi mereka, cinta itu memberi sekaligus menerima. Memberi tanpa menunggu imbal jasa, sebab cinta bukanlah mata pelajaran matematika yang sarat dengan hitung-hitungan.

4. Dari mereka kita tahu bahwa cinta bukan penjara bagi "yang dicintai"

Kamu mengejar apa yang ingin kauraih, aku memburu apa yang ingin kudapatkan. Kita melakukan apa yang ingin kita lakukan dan, tentu saja, kita saling mendoakan dari kejauhan. Kurasakan doamu memelukku, kaurasakan doaku memelukmu. Hangat sekali.

Kita belajar mencintai dari mereka, belajar cara mengelola amarah, belajar cara menata masalah, belajar segala hal yang tidak kita dapatkan di bangku sekolah. Kita makin mahir "mendengarkan", sebab kita berguru pada mereka yang benar-benar khatam "cara mendengarkan dengan baik".

Orang-orang berkicau soal cinta yang seperti penjara. Tidak leluasa ke mana-mana, tidak bebas mengenakan busana kesukaan, tidak merdeka mendatangi tempat favorit, tidak boleh melakukan apa saja yang disukai. Orang-orang yang benar-benar merasa dipenjara oleh cinta.

Sungguh berbeda dengan Romeo dan Juliet kita yang benar-benar tahu bagaimana semestinya mencintai dan dicintai.

5. Dari mereka kita tahu bahwa cinta mesti dibangun di atas fondasi ketabahan dan ketulusan

Lihatlah mereka. Jumpa dan pisah pun mereka alami. Namun, perjumpaan dan perpisahan justru menguatkan alih-alih melemahkan cinta. Ada satu pagi yang kita songsong dengan tanak air mata perpisahan, akan ada pula satu petang yang kita sambut dengan air mata perjumpaan.

Bukankah kaki juga bergantian ke depan saat melangkah? Aku tidak mau jauh darimu, kataku. Aku tidak mau jarak memisahkan kita, katamu. Tetapi, kita tetap berpisah.

Dari mereka kita belajar melewati hari-hari perpisahan dengan ketabahan dan ketulusan.

6. Dari mereka kita tahu bahwa cinta mengekalkan kemampuan bertahan

Kita, seperti mereka, telah berjalan ke mana-mana, menikmati langit yang berubah-ubah, memandangi laut yang berkobar-kobar, menatap gunung-gunung yang perkasa, melintasi tanah-tanah yang subur atau gersang, mengawang-awang di sela-sela kerumunan awan. Dan, seperti mereka, cinta kita tetap kuat.

Kita telah berkelana di banyak tengkar, menikmati debat yang paling sengit, memandangi luka paling darah, menatap mata paling marah, melintasi kenangan dan masa lalu yang pedih, dan mengawang-awang di bentang rencana masa depan. Dan, seperti mereka, cinta kita mampu bertahan.

Dari mereka kita tahu bahwa cinta menyukai jalan penuh hambatan.

7. Dari mereka kita tahu bahwa cinta dapat mengalahkan kematian

Pagi sedang hujan. Beranda rindu melihat kita duduk bersama. Serangan rindu mematikan kualami pada setiap lebat hujan. Dingin menyuburkan senyap. Merisak dada, merusak kepala. Sudah setengah bulan berlalu. Setengah bulan tanpa melihatmu tersenyum melahap sarapan pagi yang hangat dan mengenyangkan.

Aku ingat bagaimana mereka merawat cinta. Menulis. Segala-gala yang mereka alami, yang pernah mereka rasakan, yang sedang mereka bayang-bayangkan selalu tumpah ke dalam tulisan. Aku ingat itu. Maka, duhai engkau yang dirindukan oleh hatiku, inilah rangkuman pelajaran cinta yang pernah kita eja dari mata kasih mereka.

Ya, mereka adalah Tjiptadinata dan Roselina. Merekalah Romeo dan Juliet kita. Merekalah cermin bagi harapan-harapan kita. Bisakah kita setelaten mereka dalam merawat cinta?

Ronggarindu, 12 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun