Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Menyusur 4 Rahasia "Slide" Presentasi yang Mengesankan

22 September 2020   18:29 Diperbarui: 16 Juli 2021   07:09 2187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang belakangan ini akrab dengan "slide" PowerPoint? Siapa yang selama ini sering mamakai "slide" PowerPoint untuk menerangkan, menguraikan, atau menjelaskan sesuatu? Silakan angkat tangan atau sekalian tunggu pertanyaan terakhir. Siapa yang sering membuat "slide" dengan prinsip asal kelar?

Hening. Senyap. Batal mengacungkan telunjuk. Tidak apa-apa. Dalam hal kekurangan, biasanya tiap manusia mengaku di dalam hati. Tidak banyak orang yang berani mengakui kekurangannya secara terang-terangan atau terbuka.

Dulu tidak banyak orang yang merasa wajib menggunakan PowerPoint saat presentasi. Pembicara, peneliti, dan pebisnis kerap memakai PowerPoint. Sekarang tidak lagi. Guru juga sudah banyak yang mengulik PowerPoint.

Meski begitu, tidak sedikit pula pengguna yang membuat "slide" asal jadi. Prinsip yang dianut amat diyakini kesaktiannya adalah "yang penting ada" atau "yang penting jadi". Biasanya penganut prinsip sedemikian tidak peduli pada esensi auditori, kinestetik, dan visual.

Itu dulu. Sekarang masih sama. Eh, maksud saya, masih ada yang berprinsip begitu sekalipun tidak sebanyak dulu. Nah, kali ini saya akan berkoar-koar tenang bagaimana merancang salindia atau slide agar lebih mengesankan dan menyenangkan.

Biar terkesan pintar, berikut saya pajangkan sebuah infografis.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Merujuk pada infografis di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa slide, selanjutnya saya gunakan salindia, sebenarnya kurang elok jika diperlakukan asal-asalan. Selain tidak sedap dipandang, juga tidak memikat hati. Akhirnya, kesan hambar akan muncul di benak pembaca.

Rahasia pertama adalah memastikan tujuan. 

Apa sebenarnya yang ingin Anda sampaikan? Itulah intinya. Ingat, PowerPoint berarti "poin kuat" dari apa yang hendak Anda paparkan. Dengan begitu, tidak usah seperti menulis prosa pada selembar salindia.

Saya sendiri apabila mengisi pelatihan selalu mempertanyakan dua hal berikut.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Apa yang akan saya sampaikan berhubungan erat dengan bagaimana saya menyampaikannya. Jadi, pokok-pokok ulasan saya cantumkan dalam salindia. Cukup yang penting saja. Kalaupun ada poin tertentu yang mesti dijabarkan, biasanya saya memakai dua hingga delapan kata.

Tatkala jawaban atas dua pertanyaan tersebut sudah saya temukan, saya akan menjauh dari bulir poin (bullet point). Sungguh, bulir poin itu membatasi kreativitas. Menghambat imajinasi. Saya lebih memilih angka, ikon, atau vektor untuk mengurai poin tertentu.

Saatnya kita masuki rahasia kedua, yakni mengenali audiens. 

Siapa saja peserta yang akan hadir? Itu penting kita ketahui agar kita bisa menggunakan pola komunikasi yang pas. Selain itu, agar kita dapat merancang salindia yang tepat. Mana yang lebih banyak antara peserta laki-laki dan peserta perempuan? Itu juga penting. Jika perempuan dominan, pakailah komposisi warna yang cenderung feminin. 

Selain itu, cari tahu pula umur peserta. Perlu kita camkan bahwa gaya berpikir generasi milenial berbeda dengan generasi kolonial. Jika Anda satu lift dengan generasi kolonial, salaman dan saling menjura sudah biasa. Kalau bersua dengan generasi milenial, basa-basi hilang. Semua asyik dengan gawai. Itu biasa. Tidak perlu kesal. Presentasi di ruangan, kok, bukan di dalam lift.

Hal penting lain yang perlu kita lakukan adalah berdiri dari sudut pandang peserta. Jika Anda ikut pelatihan menyunting, misalnya, apa yang paling ingin Anda ketahui? Itulah rahasia sederhana agar apa yang kita sampaikan sesuai dengan harapan atau bayangan peserta.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Adapun rahasia ketiga adalah memastikan isi. 

Salindia bukan kertas kosong yang nirmakna. Tiap salindia mengandung komunikasi visual. Apa yang sudah tercantum di salindia tidak usah Anda baca di hadapan peserta. Kenapa? Peserta juga bisa membaca.

Saya sering melihat presenter yang membaca isi salindia kata demi kata. Bete. Kalau cuma begitu, cukup cetak dan bagikan saja materi presentasi. Kelar. Artinya, presenter yang baik tahu menata diri agar komunikasi verbal selaras dengan komunikasi visual.

Bahkan "taktik memengaruhi" bisa Anda lakukan dengan cara "memaksa secara halus". Misalnya, cukup Anda katakan "pada poin pertama, silakan Anda baca poin pertama" maka pada saat itu Anda sedang menguasai ruang presentasi. Jika suara dan mimik Anda meyakinkan, peserta secara refleks akan membaca poin pertama itu.

Apakah isi presentasi Anda? Tentu saja Anda yang tahu. Meski begitu, setidaknya materi presentasi mengandung informasi, edukasi, dan persuasi. Dengan kata lain, sebaiknya salindia Anda informatif, edukatif, dan persuasif.

Silakan tilik infografis di bawah ini. Sekaligus kembangkan sendiri makna poin demi poin. Kalau bisa, amati pula komposisi warna, ornamen, huruf, dan tata letaknya. Jadi, sekali mendayung dua-tiga hari capeknya tidak hilang-hilang.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Sekarang kita tiba pada rahasia terakhir, yaitu merancang salindia yang mengesankan. Saya namai "jurus KESAN". Kesan adalah bentuk pendek dari kreatif, elegan, segar, artistik, dan nyaman. Ingat, semuanya kata sifat. Mainannya perasaan.

Rangkaian salindia yang disusun secara kreatif, diatur dengan elegan, tampilan huruf dan warnanya segar, penataannya artistik, dan menimbulkan rasa nyaman akan berkesan di hati peserta. Jadi, bukan sekadar tumpukan huruf dan kata.

Perhatikan salindia berikut...

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Jika saya menggunakan bulir poin, tampilannya tidak akan seperti itu. Ada garis, kotak, dan lingkaran. Ada huruf tegak dan miring. Ada permainan warna. Ada ikon sebagai pengganti bulir poin--yang menjemukan dan membosankan.

Saya juga sering menggunakan tayangan video singkat. Alasan saya kuat. Peserta bisa jenuh jika terus-terus mendengarkan saya mengoceh. Beri jeda lima menit untuk menyaksikan potongan video. Setelah itu, mereka segar lagi.

Perhatikan keterangan pada tiap poin. Saya hanya menggunakan dua kata. Bayangkan efek batiniah yang muncul jika saya uraikan "Kreatif" seperti ini: Kreatif berarti Anda harus menggunakan imajinasi ketika menyusun "slide" dan imajinasi itu mestinya dapat memanjakan mata peserta.

Alih-alih begitu, saya cuma mencantumkan "poleskan imajinasi". Saat membaca kata "poles", otak peserta seketika membayangkan orang yang mengecat sesuatu. Nah, wilayah kinestetik saat itu juga sudah kita rambah.

Simak juga ikon yang saya gunakan. Kesan diwakili oleh simbol burung terbang. Artinya, imajinasi mesti melayang ke mana-mana. Biasakan mengayakan referensi slide keren agar kreativitas Anda bekerja.

Lihat pula simbol berlian pada "segar". Itu tidak asal main tempel ikon. Secara psikologis, kita semua akan merasa segar dan tersegarkan jika menemukan sebutir berlian. Walau itu mustahil.

Amati pula bagaimana cara saya meletakkan keterangan. Ada tiga bilah poin menghadap ke atas dan dua menghadap ke bawah. Bisa saja semuanya saya tata menghadap ke atas atau ke bawah, tetapi filosofi imbang akan hilang. Atas tidak akan berarti jikalau bawah tidak ada.

Begitulah. Salindia yang kita pajang saat melakukan presentasi mestinya bukan sekadar asal bikin dengan hasil asal jadi. Biarkan makna berbicara.Meski begitu, presenter yang baik mesti menyadari bahwa "pemain utama" adalah sang presenter. Bukan salindia. 

Lihat infografis di bawah ini.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Sebagus apa pun salindia yang Anda tampilkan, kesan buruk tetap melekat jika Anda tidak mampu membawakan materi presentasi dengan baik. Jika itu terjadi, bisa-bisa kesan buruk yang tertinggal batok kepala peserta. Jangan-jangan peserta berkata di dalam hati: Jangan menghina sesuatu yang sudah hina.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun