Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Nohirara dan Kata Lain yang Keren dari Antero Nusantara

14 September 2020   12:07 Diperbarui: 14 September 2020   13:14 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku jatuh cinta kepadamu. Jatuh hati setiap hari. Menaruh hati kepadamu berkali-kali. Orang Kulawi menyebutnya nohirara. Ya, aku nohirara tiada henti kepadamu.

Pengantar bincang di atas semacam contoh belaka tentang sebuah kata yang saya pulung dari bahasa daerah. Nusantara tercinta kita memang kaya akan bahasa daerah. Hampir setiap suku bangsa memiliki bahasa daerah. Meskipun tidak sedikit pula bahasa daerah yang melaju cepat menuju jurang kepunahan.

Hanya saja, saya tidak memilih topik ancaman kepunahan bahasa daerah itu di dalam artikel receh ini. Saya juga tidak menaja artikel ini untuk membabar ragam bahasa daerah, berapa jumlah penutur, dan di provinsi mana saja bahasa daerah itu bertumbuh. Bukan itu tumpuan gagasan tulisan ini.

Kali ini saya akan mengudar perkara kata-kata dari bahasa daerah yang unik dan keren. Seusai tapa mengulik 64 kamus bahasa daerah, saya pilahkan sembilan kata elok dengan makna menarik ke hadapan sidang pembaca.

Sebenarnya saya memungut kira-kira 6.000 lema dari 64 bahasa daerah itu, tetapi pasti bakal panjang kali lebar kalau saya muat semuanya. Tengkuk kalian juga bakal tegang dan pejal. Tidak apa-apa, kan? Harapan saya sih semoga guratan remeh ini memantik minat kalian untuk memulung kata dari bahasa daerah yang belum ada dalam KBBI. Apalagi kalau tiada padanannya. Wow!

Ayo, Kawan, siapkan camilan. Mari bertamasya ke kata pertama.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Abok-abok. Pernahkah kalian bertanya-tanya apa nama kotoran atau serbuk kayu yang dimakan rayap? Masyarakat Haloban di Aceh Singkil menyebutnya abok-abok. Selain unik, artinya juga khas. Kotoran masa lalu yang tercerai-berai di dalam ingatan tentu berbeda dengan kotoran bekas pesta pora rayap. Duh, ndak nyambung. Maafkan.

Dalam perkara kotoran, beberapa tempat di tubuh kita juga menjadi gudang penyimpanan kotoran. Tahi mata, misalnya, dinamai cica di Makassar. Kotoran yang melekat erat di kulit kepala kita sebut ketombe. Tahi hidung dan tahi telinga juga punya nama variatif di setiap daerah. Oh, keren!

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Ajeng-ajeng. Pernahkah kalian menanti-nanti kedatangan seseorang seraya berharap-harap cemas? Jika ya, mungkin kalian sesekali menengok ke pintu. Mungkin pula harapan melambung tiap-tiap derap sepatu berlintasan di jalanan. Tahukah kalian apa kata yang mewakili kondisi seperti itu?

Masyarakat Tegal, penutur bahasa Jawa dialek Tegal, menamainya ajeng-ajeng. Jikalau kita sedang ajeng-ajeng, harapan sering benar kita tumpah ruahkan ke dalam doa. Tatkala orang yang kita nanti-nantikan telah tiba, segelintir di antara kita abai bersyukur saking bahagianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun