Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apakah Salah Pemerintah Mengupah Influencer Sebesar Puluhan Miliar?

21 Agustus 2020   10:11 Diperbarui: 22 Agustus 2020   21:48 2876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian, jelaslah bahwa memengaruhi pengikut dan mendengungkan produk atau program tidaklah memalukan. Kerja virtual mempromosikan sesuatu dengan baik, disertai data dan fakta yang baik pula, bukanlah sesuatu yang tabu. Apalagi jika makmum mereka sudah mencapai level literasi digital yang tinggi.

Di situ titik buramnya. Netizen Indonesia ajek dengan pakem "mahabenar" ditambah kecerdasan digital yang kebanyakan pas-pasan. Hoaks dimamah seperti makanan ringan. Ujaran kebencian ditelan bagai seruan kebenaran. Malahan banyak yang tidak segan-segan menaruh andil menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian itu di media sosial.

Bagaimana dengan kabar terkini tentang besarnya dana yang digelontorkan oleh Pemerintah bagi sekawanan influencer dan buzzer itu?

Pertama, syarat dan ketentuan memilih mitra. Selama Pemerintah memiliki syarat dan ketentuan yang jelas, tepat, dan kredibel maka penggunaan jasa pendengung tentu bukanlah sesuatu yang keliru. Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa tidak semua hal bisa ditangani oleh pihak humas.

Beda perkara jika penunjukan atau pemilihan mitra kerja dilakukan secara serampangan dan asal-asalan. Tidak ada kualifikasi yang jelas, tidak ada kualitas yang jernih. Hasil program yang dikabarkan tentu akan jauh dari sasaran yang hendak dicapai. Itu juga kalau ada target, sekalipun terang bahwa semua pekerjaan harus bisa diukur dan dihitung bobotnya.

Kedua, ketepatan memilih materi pariwara. Salah satu tujuan luhur pendirian Indonesia tercinta adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Suka tidak suka, pemengaruh yang dipilih mesti memiliki kapasitas untuk mencerdaskan jemaah. Bukan sebaliknya, sekadar mampu bikin gaduh. Ketika warganet ricuh baru buru-buru bikin klarifikasi dan permintaan maaf.

Ketepatan memilih dan ketedasan menyampaikan materi promosi tentu saja sangat penting, sebab hal tersebut berkaitan erat dengan keterserapan anggaran. Jika materi dan cara penyajian materi sudah keliru sejak awal, lantas apa guna uang rakyat dihambur-hamburkan? Kita semua tentu ogah membayar kebodohan yang dipamerkan sedemikian rupa di ruang publik.

Ketiga, keterserapan anggaran dan keterpenuhan sasaran. Tidak ada masalah dengan seberapa besar biaya yang mesti dikeluarkan selama setara dengan hasil yang didapatkan. Memancing ikan kakap tentu harus menggunakan umpan yang setimpal.

Apabila puluhan miliar yang dipancurkan ke rekening pendengung itu sebanding dengan hasil yang didapatkan oleh Pemerintah, pengeluaran tidak akan sia-sia. Pertanyaannya, indikator apa yang akan atau telah digunakan oleh Pemerintah untuk menilai hasil kerja virtual para pendengung?

Kalau kita mengacu pada konsep penting pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012), setidaknya ada lima hal yang mestinya dipertimbangkan oleh Pemerintah, yakni (1) kebutuhan; (2) keinginan dan tuntutan; (3) target pasar; (4) penawaran; dan (5) nilai. Paling tidak dari situ kita mulai beranjak. Tidak asal bergerak, tidak asal melangkah.

Pada syarat kebutuhan saja sudah mendenging rupa-rupa sangka. Buzzer seperti apa yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi program? Kalau vloger kecantikan diminta menggaungkan penggunaan masker tentu masih ada singgung relevannya. Facebooker yang tidak paham seluk-beluk obat korona jangan disuruh berkoar-koar tentang kehebatan sesuatu yang masih samar dan suram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun