Jadi, dengarkanlah keluhan jari dan tangan. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Mencegah hanya bermodalkan sadar diri, sedangkan mengobati pasti memakan biaya, menyerap tenaga, dan menyita waktu.
Berdasarkan temuan di Cornwell University dan University of British Columbia, posisi paling ideal ketika mengetik adalah papan tik berada di bawah ketinggian siku saat kita duduk. Dengan demikian, pergelangan tangan lurus dan tidak menyentuh permukaan meja.
Posisi adalah kunci. Begitulah adanya. Berikut ini saya uraikan langkah-langkah mencapai posisi mengetik yang paling ergonomis, aman, dan nyaman.
- Tempatkan papan tik (keyboard) tepat di bawah posisi siku. Adapun siku harus berada dalam sudut terbuka antara 90 hingga 110 derajat. Posisi seperti ini akan melemaskan lengan dan bahu kita.
- Upayakan posisi kibor atau papan tuts rata di atas meja. Kalaupun dimiringkan, usahakan dalam posisi kemiringan negatif yang tidak ekstrem. Posisi seperti ini meringankan beban tangan dan jari pada saat mengetik.
- Jaga pergelangan tangan agar tetap lurus, sehingga tidak tertekuk ke atas atau ke bawah. Upayakan tidak menahan pergelangan tangan di atas meja, sebab hal tersebut dapat menekan tendon dan memotong sirkulasi darah.
- Jika duduk di kursi, jaga agar kedua kaki tetap rata di lantai. Kalau perlu, gunakan bangku kaki.
- Jika menggunakan bantalan pergelangan tangan, dekatkan dengan kibor dan hanya digunakan untuk menyangga telapak tangan ketika kita berhenti sejenak mengetik.
Itulah langkah yang mesti dicamkan para penulis agar tangan dan jari senantiasa fit.Â
O ya, jangan lupa memeriksakan kesehatan secara rutin. Pola pikir kita tentang sehat dan sakit mesti diubah. Bertamu ke dokter untuk memeriksakan kesehatan jangan ketika sakit saja.
Adapun sakit hati yang saya maksudkan di sini bukanlah sakit lever (sering keliru ditulis liver), melainkan rasa sakit yang kita derita secara psikis. Penulis, apa pun jenis profesinya, sangat rawan terserang sakit hati.
Seorang pensyair, misalnya, dapat menderita stres gara-gara puisinya terus-terusan ditolak media massa atau penerbit. Seorang jurnalis media daring, misalnya, bisa dilanda depresi gara-gara kalang kabut mengejar berita yang mesti disetor setiap saat.
Ancaman sakit hati tidak dapat dipandang sebelah mata karena dapat memicu psikosomatik. Sakit hati dapat memantik sakit raga. Selain itu, ada lagi distemia atau tekanan batin yang dibiarkan menumpuk di dalam hati.
Berikut ini saya babar dua cara yang dapat kita lakukan untuk menghindari sakit hati.
- Jangan telan sendiri. Carilah kerabat atau sahabat yang tulus mendengar dan mendengarkan.
- Cari pengalihan. Jangan terus-terusan menulis. Ketika perasaan bete mulai menginvasi hati, kita harus mengupayakan obat pelipurnya. Yang gemar pelesiran, jalan-jalanlah. Yang suka menyanyi, silakan bersenandung di kamar mandi.
Itulah dua kiat menangkal sakit hati. Selain itu, bergeraklah setidaknya 30 menit setiap hari. Bisa berolahraga, bisa membersihkan kamar kerja dan rak buku. Apa saja asalkan bergerak.
Penyakit-penyakit yang saya udar di atas termasuk penyakit tidak menular. Mikrotrauma tidak menular. Begitu juga dengan lumbago, sindrom lorong karpal, psikosomatik, dan distemia.