Guna melipur lara, lahirlah narasi curang. Guna menarik simpati rakyat, jadilah bokap sendiri dikata-katai. Itu sebabnya beliau kualat. Sejahat apa pun, orangtua tetaplah orangtua.
Jika babe sendiri saja berani ia hina, jangan salah kalau orang lain tega beliau hina. Termasuk Pak Jokowi. Termasuk Pak Prabowo. Loh, kenapa Pak Prabowo disertakan? Ingat saja sejenak. Beliau sendiri sudah meninggalkan Pak Prabowo, kemudian beliau menyuruh kita memilih mantan suaminya.
Agak janggal, kan?
Gagal Menjadi Permaisuri
Sudah gencar tersebar, Ibu Titiek kemungkinan akan rujuk jika mantannya terpilih. Kita harus salut bilamana itu terjadi. Tampak benar kemurahan hati beliau, yakni rela mengorbankan perasaan pribadi demi kepentingan negara.
Kasihan negara kita apabila presidennya jomlo.
Dampak dari kegagalan itu sungguh besar. Bikin depresi, bikin emosi. Ketika masa kampanye, di panggung, beliau sudah digoda-goda oleh Pak Prabowo. Celaka sekali kalau gagal menjadi Ibu Negara.
Tidak heran kalau beliau berani turun ke jalan. Demi rakyat, kata beliau. Rakyat yang mana? Jelas yang memilih mantan doi, yang rela berunjuk rasa demi membela Pak Prabowo. Juga, Ibu Titiek.
"Kecurangan bisa dilihat dengan kasat mata. Dulu dikatakan zaman Pak Harto bahwa Pemilu-nya curang, tapi ternyata sekarang Pemilu-nya jauh lebih curang!" Begitu kata Ibu Titiek.
Kecurangan yang terjadi, menurut beliau, telah merampas kedaulatan rakyat. Bahkan beliau berani mengklaim bahwa ada jutaan suara rakyat yang dicuri.
Lupakan saja apakah klaim itu berdasar, ada bukti, atau sekadar halusinasi. Lupakan juga bahwa Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, dikutip CNN Indonesia, menyebut bahwa saksi perwakilan BPN Prabowo-Sandi tidak pernah membahas dugaan kecurangan di dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Pemilu 2019.