2. Giveaway alias Cendera Mata?
Istilah giveaway belakangan ini sangat gencar digunakan di media sosial. Lagi-lagi, praktisi perbukuan yang kerap menggunakannya. Kalaupun bukan penerbit atau penulis, setidaknya hadiah yang dibagikan berupa buku dan segala perank-perniknya.
Sebagian berdalih bahwa kata itu sudah ramah di mata. Sebagian sisanya beralasan karena memang tidak tahu padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia. Padahal, sebenarnya kita punya padanan untuk istilah itu. Cendera mata.
Apakah kata itu kurang atau tidak ramah di mata? Ah, tidak juga. Kecuali kalau yang membacanya sedang cedera mata. Barangkali gengsi kita meningkat tajam apabila memakai istilah giveaway.
Saya juga pernah memakainya. Bukan apa-apa. Ketika saya gunakan cendera mata malah banyak yang kurang paham.Â
Akhirnya saya gunakanlah giveaway. Namun, kata itu saya taruh di belakang cendera mata dan diterungku di dalam tanda kurung.
Kaum pekerja, sebutlah karyawan atau buruh, sering mengikuti acara family gathering yang diselenggarakan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengakrabkan anggota keluarga, komunitas, organisasi, atau instansi.
Foto-foto peserta riung keluarga pun bertebaran di media sosial. Rata-rata foto yang dipajang merupakan hasil jepretan sendiri atau swafoto. Saya sengaja tidak memakai kata selfie karena padanannya, swafoto, berasa lebih keren.
Semua yang berjajar di dalam foto memajang senyum semringah. Tampang mereka pun ceria-ceria. Itulah hakikat riung keluarga alias family gathering, yakni mengakrabkan, mendekatkan, atau mengintimkan.
Daripada mengakrabi istilah asing di negeri sendiri, bukankah lebih heroik jikalau kita mengintimi bahasa sendiri yang tidak kalah apik. Meskipun demikian, semuanya berpulang kepada penutur bahasa Indonesia. Dalam beragama saja tidak ada paksaan, apalagi dalam berbahasa Indonesia.