Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Remba dan Balada Stasiun Pocin

14 Juli 2018   10:11 Diperbarui: 14 Juli 2018   11:52 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: copypastesembarangan.wordpress.com

Akoe memahardekakan samoewa boedak, laki-laki dan perempoean beserta anak-anak dan tjoetjoe-tjoetjoenja. Akoe poesakakan bagi boedak-boedak mahardeka masing-masing sepotong tanah dan oeang 16 ringgit. Maka, sekalian orang di Depok jang satoe tijada dibedakan dari jang lain.

Hoetan jang laen jang di sebelah timoer soengai Karoekoet sampai soengai besar, anakkoe Anthonie Chastelein tiada boleh ganggoe sebab hoetan itoe mesti tinggal akan goenanja boedak-boedak itu mahardeka. Dan joega mereka itoe dan toeroenan-toeroenannja tijada sekali-sekali boleh potong ataoe memberi izin potong kajoe dari hoetan itoe boewat penggilingan teboe.[1]

ADALAH CORNELIS CHASTELEIN, penginjil sekaligus pengusaha dermawan, yang menulis wasiat itu menjelang kematiannya. Pemuda tangguh itu menempuh perjalanan menuju Batavia selama tujuh bulan dengan menumpang kapal uap. Dia ikuti jejak ayahnya--Anthonie Casthelein, seorang Prancis yang menyeberang ke Belanda--untuk bekerja di VOC (Verenige Oost-Indische Compagnie). Beberapa bulan kemudian, setelah menetap di Batavia, dia menikahi Catharina van Vaalberg. Dari pernikahannya itu, beberapa bulan kemudian, lahirlah seorang putra yang dinamai seperti nama ayahnya--Anthonie Chastelein.

Dia terkenal sangat rajin, hemat, dan berwibawa. Sebagai penganut Kristen Protestan yang taat, dia pun masyhur sebagai meneer Belanda yang dermawan. Tidak heran bila kariernya menanjak pesat, hingga dia dipercaya menjadi pejabat tinggi di perusahaan niaga Belanda itu. Syahdan, bakat kepemimpinan menurun dari ibunya--Maria Cruidenar, putri Walikota Dordtrecht. Namun, segala yang punya pangkal pasti punya ujung. Bulan madunya dengan VOC harus berakhir. Dia keluar dari perusahaan akibat tidak sepaham dengan pimpinan VOC yang baru, Gubernur Jenderal Willem van Outhorn, pengganti Gubernur Jenderal Champuys.

Beberapa bulan setelah mengundurkan diri, sekisar Mei 1696, dia membeli tanah seluas 1.244 hektare di selatan Batavia. Di sanalah dia merintis usaha perkebunannya. Atas pengabdiannya pada Kerajaan Belanda, dia berwenang mengelola sendiri wilayah perkebunannya yang luas tanpa campur tangan petinggi VOC. Selaku penginjil, dia bangun padepokan Kristiani bernama De Eerste Protestante Organisatie van Kristenen. Singkatnya, Depok. 

Dia penuhi wasiat ayahnya untuk menyebarkan agamanya. Itu sebabnya dia perintahkan seluruh pekerjanya--120 orang budak yang didatangkan dari Maluku, Kei, Rote, Nusa Tenggara Timur, Makassar, Bali, Jawa, dan Filipina--untuk memeluk agama Kristen Protestan. Keseluruhan budak dan keturunan mereka dibagi ke dalam 12 marga, yakni Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob, dan Zadokh. Setahun setelah dia wafat, putranya juga meninggal. Pengelolaan Depok beralih kepada para budaknya yang telah dimerdekakan.

Kuceritakan kisah Chastelein ini kepadamu agar kamu ingat asal-muasal Depok. Jangan menyangka aku lebih tahu daripada kamu. Bukan itu tujuanku. Aku tak berniat seperti itu. Aku hanya ingin kamu tahu riwayat sebenarnya. Oh ya, kamu bisa jadikan kisah ini sebagai penakar bagi kabar yang tersiar di luar tentang Depok sebagai tempat pembuangan anak jin atau surga para hantu atau istilah-istilah lain yang mengerikan. 

Ya, sekarang kamu bisa pelesiran ke Rumah Sakit Harapan. Di sanalah dulu Chastelein mengelola tanahnya. Di sana pula, keturunan para pekerjanya mengelola pemerintahan Depok--bentuk pemerintahan otonom yang disusun pada 1871 oleh seorang advokat Belanda, M.H. Klein--yang dulu dinamai Kantor Pemerintahan Depok alias Gementee Bestuur van Depok. Bahkan kamu, kalau mau, masih dapat menyaksikan rumah yang dulu ditempati meneer Chastelein di Jalan Pemuda. Tepatnya di SMP Kasih.    

Tangis Januari 2013, yang sejak dinihari mengguyur Depok, sekarang sudah reda. Hujan meninggalkan jejaknya pada rerumputan yang basah. Segelas kopi, sepiring roti bakar dan sebuah novel setia menemaniku duduk di beranda. Tempias gerimis yang dikacaukan angin sesekali membasahi pelipis dan tubuhku, aku tidak peduli. Cuek saja. Aku sibuk melahap buku di beranda, gerimis asyik bercanda dengan bunga-bunga di pekarangan.

Selagi asyik-asyiknya membaca, teman serumah, Samuel Mahendra, mengempaskan pantatnya di kursi di sampingku dengan tangan terkepal. Aku dan Sam sepakat mengontrak satu rumah demi menghemat biaya hidup di perantauan. Kami berasal dari Sulawesi. Aku dari Sulawesi di ujung selatan--Makassar, Sam dari ujung utara--Manado. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun