Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Takdir Kotak Kosong pada Pilkada 2018

10 Juli 2018   16:14 Diperbarui: 10 Juli 2018   18:02 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau hanya ada satu gambar paslon di surat suara, lumrah disebut calon tunggal, maka nama yang tepat adalah terpaksa memilih. Itu berbenturan dengan hakikat pilih-memilih. Hakikat memilih adalah kerelaan, bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, suka atau tidak, paslon tunggal harus dicarikan lawan tanding. Lahirlah Si Kotak Kosong. KPU dan peraturan tentang pilkada menyebutnya Si Kolom Kosong. 

Namanya juga kosong maka tidak ada gambar apa-apa. Tidak ada kapas atau padi, tidak ada kerbau atau sapi. Pendek kata, kosong.

Sebenarnya ada jawaban yang lebih berat. Pertama, kekuatan satu paslon bikin keder calon lain untuk turun ke gelanggang tarung. Dari 16 paslon yang ditantang Si Kotak Kosong, cuma tiga yang bukan petahana. Keberadaan petahana jelas-jelas diperhitungkan oleh calon pemimpin di daerah. Daripada keok di tengah jalan, lebih baik tidak mencalonkan diri. 

Ikut pilkada butuh biaya banyak. Kalau jelas-jelas akan kalah, buat apa membuang-buang duit, memeras pikiran, serta menguras waktu dan tenaga. 

Kedua, sulit mencari dukungan. Salah satu penyebab utamanya adalah mahar dan surat dukungan. Untuk meminang partai pengusung butuh mahar yang tidak sedikit. Sementara itu, mengumpulkan foto kopi tanda pengenal dan surat dukungan juga bukan perkara mudah. Daripada repot-repot, biarkan saja Si Kotak Kosong yang maju melawan petahana. Hanya dua kabupaten dan satu kota yang paslon tunggalnya bukan petahana. 

Pada mulanya, Pilwali di Kota Makassar sebenarnya bukan calon tunggal murni. Petahana ikut maju. Apa lacur, KPU mengeliminasi alias membatalkan keikutsertaan petahana karena pelanggaran pilkada. Keputusan MA menjadi sandara bagi KPU untuk tetap menggelar Pilwali dengan satu paslon. Tidak ada alasan menunda Pilwali hingga Pilkada Serentak 2020. Kursi Wali Kota tidak boleh kosong. Itu sebabnya Si Kotak Kosong ikut meramaikan kontestasi pilih-memilih di Kota Makassar.

Bagaimana cara Si Kotak Kosong berkampanye? Oke, kita teruskan obrolan ringan ini.

***

Ketika Kotak Kosong Ikut Kampanye

Apa pun alasannya, pemilih Si Kotak Kosong telah menyalurkan aspirasi politiknya. Ekspresi kedewasaan berpolitik sudah ditunjukkan. Partai politik mesti mengubah cara pandang dalam mengusung tokoh selaku calon.

Paslon yang melawan Si Kotak Kosong mestinya bersukacita. Betapa tidak, biaya kampanye menyusut. Tidak perlu mobilisasi massa, tidak harus mencetak baliho ribuan lembar, tidak usah repot-repot ikut debat kandidat. Memang tetap ada biaya yang dikeluarkan, tetapi tidak sebanyak ongkos yang ditanggung oleh paslon yang bertarung melawan paslon lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun