Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pandangan Plato tentang Emansipasi Wanita

4 Agustus 2020   01:00 Diperbarui: 4 Agustus 2020   05:41 2054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara ideal memiliki tujuan untuk merealisasikan ide kebaikan pada tingkat fisik. Implementasi keadilan dimaksudkan untuk menciptakan prasyarat untuk kehidupan yang baik dari setiap warga negara. Seperti halnya dalam kosmos dan jiwa, keseluruhan yang harmonis juga harus diwujudkan dalam kondisi ideal.

Bagi Plato, ada analogi antara individu dan negara. Seperti halnya keadilan berkembang dalam diri individu sebagai suatu keadaan tatanan internal tertentu, demikian pula tatanan dalam polis. 

Hal ini menciptakan komunitas yang adil. Oleh karena itu, setiap pendirian negara dan setiap warga negara memiliki tugas untuk berkontribusi pada kebaikan bersama dengan menyesuaikan dirinya secara harmonis ke dalam keseluruhan.

Di buku Politeia, Plato menggambarkan perkembangan negara menuju model idealnya. Keadaan negara primitif pertama diarahkan pada kebutuhan dasar manusia, yang dikenal sebagai "pig polis" (ὑῶν πόλις hyṓn pólis). 

Negara model ini dibentuk karena tidak ada warga negara yang mandiri. Tetapi seiring kemajuan pembangunan, prinsip pembagian kerja berlaku karena kondisi dan bakat warga yang berbeda. 

Namun negara ada demi tujuan yang lebih tinggi, yaitu: keadilan, yang ditunjukkan dalam pembagian tugas yang adil. Setiap orang harus bekerja dalam struktur negara sesuai dengan kemampuan mereka. Sehingga negara sederhana pun dapat memenuhi permintaan akan struktur yang adil dengan memungkinkan prinsip gotong royong untuk memenuhi kebutuhan dasar.


Keadaan negara primitif secara bertahap berkembang menjadi keadaan negara "subur" atau "negara kaya/bengkak" (τρυφῶσα/φλεγμαίνουσα πόλις tryphṓsa/ phlegmaínusa pólis), di mana kehidupan budaya berkembang dan barang mewah tersedia.

Namun negara-kota "bengkak" seperti itu terancam oleh perkembangan bencana, seperti: perebutan kekuasaan, perang dan kerusakan peradaban yang baru muncul. 

Sebagai alternatif, Plato mendesain utopia dari kondisi ideal "bersih". Ia membagi kewarganegaraan ke dalam 3 kelas, yakni: pengrajin dan petani (δημιουργοί dēmiurgoí), status wali (φύλακες phýlakes) dan status penguasa filsuf (ἄρχοντες árchontes).

Untuk memenuhi tugas-tugas spesifik kelasnya, setiap warga negara membutuhkan salah satu sifat utama, yaitu: kehati-hatian (σωφροσύνη sōphrosýnē), keberanian (ἀνδρεία andreía) dan kebijaksanaan (σοφία sophía).

Dengan demikian, tiga kebajikan serta tiga bagian jiwa (keinginan, keberanian dan akal) juga ditugaskan untuk tiga bagian kewarganegaraan. Keadilan muncul dari kenyataan bahwa setiap orang melakukan apa yang sepadan dengan sifat dan bakat mereka atas nama komunitas (τὰ ἑαυτοῦ πράττειν tà heautû práttein).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun