Mohon tunggu...
Mhd. Arsyad Elfiqah Rambe
Mhd. Arsyad Elfiqah Rambe Mohon Tunggu... -

Pemerhati Kesehatan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nasib Apoteker di Tahun 2015?

2 Januari 2015   06:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 1910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Genap sudah 1 tahun BPJS Kesehatan berjalan, dilihat dari jumlah peserta yang terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 131,9 juta jiwa.1 Jumlah ini merupakan suatu bukti bahwa program Jaminan Kesehatan Nasional ini menarik minat masyarakat.

Tetapi hingga awal januari 2014 ini masih banyak kendala dan hambatan dalam pelaksanaan JKN. Para peserta pun masih jauh dari kata “puas” terhadap pelayanan yang diterimanya.

Kendala – kendala tersebut mulai dari susahnya mendaftar menjadi peserta JKN, kepesertaan baru aktif setelah seminggu dari waktu pendaftaran, susahnya mendapatkan pelayanan dari faskes primer, hingga ke permasalahan obat yang ternyata masih harus bayar.2 Permasalahan obat-obatan yang digunakan dalam JKN inilah yang paling sering dipermasalahkan bahkan dianggap tidak bermutu.

Kementerian Kesehatan mencoba menyelesaikan permasalahan obat ini melalui penggunaan Formularium Nasional ternyata belum berfungsi secara maksimal3. Obat-obatan yang sudah terdaftar dalam Formularium Nasional sudah berjumlah 923 sediaan.

Tetapi kembali lagi kita harus ingat bahwa sebagian dokter yang bertugas untuk mendiagnosa, menentukan penyakit dan meresepkan obat untuk penyembuhan pasiennya terkadang sudah terlalu tergantung terhadap beberapa jenis obat sehingga merasa bahwa hanya obat tersebutlah yang mempunyai khasiat dan dapat mengobati pasiennya. Terkadang ketergantungan ini dapat juga disebabkan oleh moral hazard seperti yang banyak diberitakan beberapa waktu yang lalu.

Jadi dalam kondisi seperti ini, peran dan independensi Apoteker sangat diharapkan dan ditunggu oleh masyarakat. Apoteker adalah seorang sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker serta dalam menjalankan pekerjaan kefarmasiannya telah memperoleh tanda registrasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Apoteker berperan sebagai pelayan dan manajer. Peran sebagai pelayan yaitu dengan memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (pasien) sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian. Pelayanan ini berupa pelayanan resep dan non resep, promosi dan edukasi dan pelayanan residensial (home care). Dalam memberikan pelayanan resep, Apoteker tidak hanya memberikan obat yang sesuai dengan apa yang tertulis di resep saja tetapi mempunyai peranan penting untuk melihat mulai dari kelengkapan resep, kesesuaian farmasetik seperti melihat bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas obat, cara pemberian obat, efek samping dan interaksi obat, penyiapan obat kemudian memberikan informasi dan edukasi yang berkaitan dengan pengobatan pasien.

Peran kedua yaitu peran sebagai manajer untuk mengelola sumber daya yang ada (di Apotik) secara efektif dan efisien serta tentunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini sangat penting karena Apoteker harus menyeimbangkan tuntutan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan kode etik dan sumpah apoteker yang telah diucapkannya.

Dengan peranan yang begitu strategis dan penting, keberadaan apoteker baik itu di apotek, puskesmas maupun di rumah sakit mutlak sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya peran apoteker tersebut bahkan beberapa stake holder mencibir keberadaan apoteker baik di apotek maupun di rumah sakit.

Kehadiran apoteker dalam melaksanakan tugasnya pun sering dianggap sebagai gangguan dan tidak diharapkan kehadirannya diapotik. Hal ini disebabkan kebanyakan pemilik saham apotek bukanlah apoteker tetapi murni orang bisnis yang tentunya hanya berfikir untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Padahal izin apotek itu diberikan atas nama apoteker itu sendiri.

Bukan sedikit kejadian tidak mengenakkan yang diterima para apoteker yang mencoba bekerja secara idealis. Bahkan ada yang sampai terseret ke ranah hukum seperti kejadian yang menimpa salah seorang rekan apoteker di wilayah semarang pada tahun 2012 lalu. Dimana ia harus menghadapi tuntutan hukum menghilangkan aset berupa obat-obatan naroktika dan psikotropika yang dituntutkan oleh pemilik apoteknya padahal ia berusaha mengamankan aset tersebut dengan menyerahkan obat gol. Narkotika dan Psikotropika tersebut ke Dinas Kesehatan dengan tujuan pengamanan yang disebabkan apotiknya tidak mempunyai kapasitas untuk menyimpan obat tersebut. selain itu, pemesanan obat – obatan itu dilakukan diluar sepengetahuannya.4, 5

Dari beberapa kondisi diatas mulai dari pasien peserta JKN masih membayar obatnya hingga kasus di semarang terlihat bahwa apoteker itu dibutuhkan dalam pengendalian obat – obatan serta menjadi barier moral hazard bagi para pemangku kepentingan dalam penggunaan obat di era JKN ini khususnya. Tetapi sampai awal tahun ini, keterlibatan dan peran apoteker masih sangat minim sekali.

Dilemanya dalam penerapan JKN sekarang ini adalah adanya keterbatasan atau kekurangan tenaga SDM kesehatan di sarana pelayanan kesehatan serta ketersebarannya yang tidak merata seperti data dari BPPSDMK dimana tenaga kefarmasian hanya 46.336, sedangkan untuk ketersebarannya, 48,87% berada di pulau Jawa dan Bali, 26.3% berada di Sumatera, Nusa Tenggara 4,01%, Kalimantan 7,5%, Sulawesi 9,48%, Kep. Maluku 1,79%, dan Papua 2,06%.6

Apoteker harus berubah dan berani mengambil peran penting tersebut. Dan dari informasi yang diterima oleh penulis dari beberapa teman apoteker yang berpraktek di apotik, sudah banyak apoteker yang benar-benar berpraktek di apotik dan menjalankan perannya baik sebagai pelayan bagi masyarakat atau pasien maupun sebagai manajer dalam menjalankan roda bisnisnya.

Selain itu, Kementerian Kesehatan harus berupaya untuk meratakan keteresebaran tenaga kefarmasian ini dan bersama dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) serta Perguruan Tinggi sebagai produsen tenaga kefarmasian ini harus terus ditingkatkan jumlah dan kualitasnya.

Sumber:

1.http://teropongsenayan.com/4282-peserta-jkn-capai-131-juta-orang , http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/10/bpjs-kesehatan-targetkan-tahun-2015-peserta-jkn-bertambah-37-juta-peserta

2.http://health.kompas.com/read/2014/02/06/1431418/Sulitnya.Dapat.Obat.yang.Tak.Ditanggung.JKN

3.http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/13/06/17/moj8lh-kemenkes-luncurkan-fonas-untuk-jkn-2014

4.http://www.tribunnews.com/regional/2012/08/11/ikatan-apoteker-indonesia-tuntut-yuli-bebas

5.http://skalanews.com/news/detail/120466/2/rawan-kriminalisasi--ikatan-apoteker-indonesia-minta-perlindugan-hukum.html

6.http://www.bppsdmk.depkes.go.id/sdmk/


Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun