Pagi ini kami sekeluarga bermaksud berekreasi ke Pantai Ngobaran, Pantai Ngobaran terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupa .Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan persiapan bekal yang cukup, yang penting air minum, kompor, tempat penggorengan, dan termos nasi putih. Sebab cucu saya paling senang beli udang dan lkan laut minta neneknya goreng sendiri sambil gelar tikar.
Para wisatawan dapat berkunjung ke pantai ini dengan memilih 3 jalur :
Jalur  ke 1    : Yogyakarta – Lanud Gading – Per3an Gading ke kanan – Playen –  Trowono – Saptosari – Pantai Ngobaran    berjarak 60,6 km (1jam 40 mnt)  Jalur ke 2  : Yogyakarta – Kota Wonosari – Paliyan – Trowono – Pantai Ngobaran  berjarak 59km(1jam42 menit)                                       Jalur ke 3  : Yogyakarta -  Imogiri – Siluk – Panggang –ikuti jalan Panggang –Wonosari- per4an Trowono  belok ke kanan – Pantai Ngobaran.
Lokasi Pantai Ngobaran terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.. Dan kami memilih alternatif jalan yang ke 3, selain lebih dekat jalannya mulus, hot mix dan sepi. Jalannya naik turun bukit dengan pemandangan yang indah tidak terasa sdh smpai dijalan yang lebih besar yaitu jalur lintas selatan. Sebelum sampai di Trowono kita akan melewati sebuah tempat yang sangat berarti bagi berdirinya Kraton Yogyakarta, tempat itu iyalah Pertapaan Kembang Lampir.
Pertapaaan Kembang Lampir, adalah pertapaan di mana pertama kali Ki Ageng Pemanahan ayah dari Panembahan Senopati Penguasa Kraton Mataram Kotagede mendapatkan bisikan wahyu keraton. Â Sejarah Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat tidak lepas dari Kembang Lampir yang merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan, terletak di Dusun Mendhak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, yang lain kali akan kita bahas
Tapi yang special dan tidak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat Desa Kanigoro. Satu diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Ini adalah wujud dari pada pluralisme sejati ala Pantai Ngobaran , Desa Kanigoro
Itu adalah tujuan awal kami ke Pantai Ngobaran, tapi ada hal yang harus kita ketahui bahwa kalau datang ke Pantai Ngobaran kita akan mendapatkan bonus Pantai Ngrenehan dan Pantai Nguyahan, sebab ke 2 pantai ini tidak jauh satu dengan yang lainnya  , hanya dibatasi sebuah bukit.  Keunikan Pantai Ngobaran yang membedakannya dengan pantai-pantai di Gunung Kidul lainnya  adalah karena di pantai ini terdapat pura dan patung-patung Kejawen dan Masjid kecil .Tebing-tebing karang yang indah mengingatkan kita pada Uluwatu Bali
Nama Ngobaran berasal dari sejarah Prabu Brawijaya V. Yakni Raja terakhir dari kerajaan Majapahit yang klo diurut silsilahnya, raja ini yang menurunkan sampai ke Dinasti Hamengku Buwono di Yogyakarta dan Dinasti Paku Buwono di Surakarta. Jika ditinjau dari sejarah Nusantara, Â Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia. Namun setelah Kerajaan Islam berkembang pesat, kejayaan Majapahit semakin tergerus.
Pada waktu itu beberapa kerajaan Islam mulai tumbuh di pesisir utara Pulau Jawa salah satunya adalah Kerajaan Demak. Salah satu putra Prabu Brawijaya V dari istri Putri Champa ,  yang benama Raden Patah justru menjadi penguasa Kerajaan Demak tersebut. Semakin lama Kerajaan Demak semakin berkembang danbesar yang disokong oleh Wali Songo, hingga menyentuh kekuasaan Kerajaan Majapahit. Pada akhirnya Kerajaan Majapahit runtuh, itulah  yang membuat Prabu Brawijaya V bersama putranya Bondan Kejawan pergi meninggalkan Kerajaan Majapahit. Prabu Brawijaya V bersama putranya tersebut pergi ke arah barat hingga sampailah disebuah tempat yang damai. Tempat tersebutlah yang sekarang dikenal dengan Pantai Ngobaran. Yang dikemudian hari Bondan Kejawan inilah yang menurunkan Raja-raja dinasti Mataram Islam.
 Konon karena Prabu Brawijaya V tidak mau berperang melawan putranya sendiri (Raden Patah), maka sang raja melarikan diri ke Perbukitan Seribu dan sampailah di Desa Kanigoro Gunungkidul, sang raja memutuskan untuk melakukan upacara Muksa.
Konon menurut cerita masyarakat setempat, Prabu Brawijaya V merupakan keturunan terakhir kerajaan Majapahit. Prabu Brawijaya V melarikan diri dari istana bersama 2 orang istrinya yaitu Bondan Surati (istri pertama) dan Dewi Lowati (istri kedua) karena enggan di-Islamkan oleh puteranya Raden Fatah, raja Demak I