Mohon tunggu...
Uyun auliya tazkiyah
Uyun auliya tazkiyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Man qolla shidquhu Qolla shodiquhu

Ilmu bukanlah apa yang dihafal,akan tetapi yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menuju Pemikiran Filsafat

8 Februari 2020   20:43 Diperbarui: 8 Februari 2020   20:55 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Siapa yang menguasai pengetahuan, maka ia menguasai dunia". Sepanjang zaman sejarah manusia telah terbukti munculnya peradaban-peradaban besar di dunia tidak lepas dari penguasa-penguasa atas pengetahuan. Munculnya peradaban Mesir, Persia, Romawi, Yunani, Islam, ini merupakan bukti-bukti historis yang tidak dapat dinafikkan. Pada zaman sekarang pun juga demikian, yaitu Peradaban barat, yang saat ini menguasai dunia, itu adalah bukti kiblat dunia ilmu pengetahuan. Pemikiran bahwa puncak penguasaan ilmu terletak pada penguasaan bidang ilmu dan teknologi antariksa, karena di dalamnya termuat berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sari itu kita tidak bisa mengatakan bahwa peradaban Barat saat ini adalah penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang ini bahasa mandarin memiliki posisi yang yang sangat penting karenanya banyak orang mulai belajar bahasa China itu. Itu bukan saja hanya karena kekuatan ekonomi tetapi karena keberhasilan China mengembangkan teknologi luar angkasa yang merupakan simbol mercusuar penguasaan ilmu pengetahuan.

"Mengapa manusia bisa meraih kemajuan pengetahuan yang luar biasa tersebut? dan Apa yang mendorong manusia untuk senantiasa berpengetahuan ? Apakah hanya sekedar untuk menjadi penguasa dunia atau apakah ada sesuatu yang lebih subtansial di dalamnya ? pertanyaan-pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada diskusi yang panjang. Secara berturut-turut ini akan membahas hal-hal sebagai berikut: (a.) Membicarakan Kekuasaan, (b.) Manusia dan Hasrat Berpengetahuan, (c.) Islam dan Hasrat Berpengetahuan Manusia (c.) Kuasa Pengetahuan : Menjadi Manusia yang Sejati?, (d.) Penutup. Membincang kekuasaan biasanya tidak dapat dilepaskan dari ranah politik. Pembahasan yang pertama yaitu mebincang kekuasaan. Konsep  kekuasaan dianggap mempunyai sifat yang sangat mendasar dalam ilmu sosial pada umumnya, dan ilmu politik pada khususnya. Urusan politik itu tidak lebih dari urusan kekuasaan. Dalam kajian ilmu sejarah politik itu pasti membincangkan kekuasaan, maka yang dibahas adalah orang-orang yang berkuasa seperti raja, para panglima, dan lembaga politik seperti parlemen. Dan selain itu kajian sejarah semacam ini juga tidak akan lepas dari kajian-kajian tentang jatuh bangunya kekuasaan politik.

            Kekuasaan politik yang semacam ini, sekarang mendapat kritikan sehingga munculnya model penulisan sejarah lain yang dikenal dengan sejarah sosial (social history). Penulisan sejarah model ini tidak lagi berpusat pada politik (kekuasaan) tetapi lebih kepada persoalan-persoalan sosial yang terjadi di masayarakat seperti contohnya perkembanga ekonomi, pemberdayaan masyarakat, dan perjuangan rakyat mendapatkan air minum. Banyak pendapat yang mengemukakan makna kekuasaan dalam konteks politik. Menurut Budiardjo (1984 :9) menyatakan bahwa kekuasaan dianggap sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tindakan pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari aktor yang mempunyai kekuasaan. Menurut Dahl (1968 : 405) menyatakan bahwa power, influence, authority and rule, semua itu menunjuk pada istilah kekuasaan (power term). Kemudian Rahardjo (2007 :49) menyatakan kekuasaan adalah setiap kemampuan, kapasitas daan hak yang dimiliki seseorang, lembaga atau institusi untuk mengontrol perilaku dan kehidupan orang atau kelompok lain.

Kekuasaan politik adalah hasrat, kemampuan, kapasitas untuk mempengaruhi dan mengontrol orang lain. Kekuasaan dalam konteks ilmu sosial modern digunakan untuk relasi unit-unit tertentu sedemikian rupa sehingga perilaku satu atau beberapa unit itu dalam situasi tertentu tergantung pada perilaku unit yang lain. Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001: 272) mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang dipunyai oleh suatu kelompok sehingga mereka mampu mengontrol kelompok lain. Kekuasaan yang berupa kemampuan untuk mengontrol itu dalam kenyataanya tidak hanya berbentuk control yang bersifat langsung, tetapi dapat juga berbentuk kontrol persuasif. Dalam kenyataan sosialnya, manusia tidak bisa dilepaskan dari relasinya dengan kekuasaan. Manusia adalah makhluk yang senantiasa berkehendak untuk berkuasaa (the will to power). Sejak awal keberadaan  manusia, mereka  sudah dibekali dengan potensi untuk berkuasa. Manusia adalah khalifatullahi fi ardl. Maka dari itu manusia adalah wakil Tuhan diatas bumi. Sebagai wakil dari dzat yang memliki kekuasaan, maka manusia telah dianugerahi kekuasaan untuk mengelola alam semesta.

Dalam hal ini, maka kekuasaan tidak mungkin dikelola dengan baik tanpa disertai dengan pengetahuan. Pengetahuan daan kekuasaan mendapat perhatian yang utama dalam kajian yang dilakukan oleh Foucault. Foucault adalah ilmuwan Barar modern yang kaian-kajianya pada persoalan relasi pengetahuan dan kekuasaan. Meskipun Foucoult ini tidak beragama islam, namun pemikiranya mungkin patut dikaji dalam konteks ini. Kita perlu memikirkan ungkapan yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib yaitu undhur ma qala wala tandhur man qala, yang artinya lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat apa yang dikatakan.

Pembahasan yang kedua yaitu tentang Manusia dan Hasrat Berpengetahuan. Kadang kala kita berpikir tentang pertanyaan apa pengetahuan itu, bagaimana pengetahuan diperoleh, mengapa manusia berpengetahuan. Pertanyaan ini sering muncul dan kita pun berusaha untuk mencari jawabanya. Sebelum mengkaji tentang apa itu pengetahuan, maka kita terlebih dahulu mengetahui mengapa manusia mendapatkan pengetahuan. Sebelum diciptakanya manusia, (Adam a.s) telah dikukuhkan sebagai khalifah di bumi. Sebagai (khalifah), tentu saja ia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia itu diciptakan dalam bentuknya yang sangat paripurna (fi ahsani taqwim). Manusia dianugerahi kemampuan dan kelebihan, dan bekal kemampua inilah yang dinamakan dengan "fitrah". Dan juga manusia dibekali dengan alat pengetahuan yaitu :indera, akal, dan hati. Alat pengetahuan manusia itu sangat penting karena memungkinkanya untuk mendapatkan pengetahuan. Tapi kemampuan tersebut bersifat statis, maka untuk mengubahnya menjadi dinamis maka perlu adanya pendorong yaitu keinginan tahu.Tanpa keinginan tak akan terwujud, dan tanpa kemampuan pun tak akan tumbuh(berdaya). Dengan demikian manusia harus mengembangkan potensinya dan juga berpikir, karena berpikir inilah yang akan megantar keemampuan tahu dan keinginan tahu menuju pengetahuan yang tepat, kalau mungkin juga benar. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan pada hakikatnya merupakan putusan seseorang terhadap sesuatu. Dan pengambilan keputusan tentang sesuatu itu merupakan akhir dari gerak pemikiran. Hasil pemikiran inilah yang disebut pengetahuan.

            Pengetahuan tidak muncul sendirinya. Langeveld dalam bukunya Menuju ke Pemikiran Filsafat mengatakan bahwa tahu atau mengetahui adalah mencamkan objek ke dalam jiwa. Pengetahuan manusia memiliki beberapa tingkatan. Pertama disebut dengan pengetahuan indrawi (didasarkan pada penerapan indrawi). Tingkatan yang kedua adalah pengetahuan ilmiah (meniscayakan kerja ilmiah). Tingkatan yang ketiga adalah pengetahuan filosofis (filsafat adalah upaya menusia untuk memahami sesuatu pada dataran yang diperoleh melalui penalaran rasional). Tingkatan yang keempat adalah pengetahuan agama. Karena pengetahuan agama adalah pengetahuan yang berdasarkan wahyu. Keempat pengetahuan tersebut menjadikan rasa  keinginan tahu manusia kemungkinan besar akan dapat terpenuhi.

            Pembahasan yang ketiga yaitu Islam dan Hasrat Berpengetahuan Manusia. Pada sejarah filsafat tentang ilmu, maka hal yang biasanya muncul pertama kali adalah pemaparan tentang kemungkinan manusia mendapat pengetahuan. Para filsuf mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat potensi untuk berpengetahuan. Dan ajaran islam juga menegaskan bahwa sangat mungkin manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar kalau kita merujuk pada ayat-ayat alquran. Sangat jelas bahwa pemerolehan manusia terhadap pengetahuan adalah sebuah keniscayaan. Al-Quran juga menegaskan bahwa orang yang berilmu akan memiliki derajat yang tinggi. Tidak hanya itu, sjarah awalkehadiran Islam bahwa wahyu yang pertama kali turun adalah wahyu yang memerintahkan kita untuk "membaca". Hal ini sudah jelas Islam sangat mendorong umatnya untuk mejadi makhluk yang berilmu dan pengetahuan. Hasrat pengeahuan manusia haruslah desinari dengan spirit seperti yang tercantum dalam surat al-alaq. Islam menghendaki dualitas bukan dualisme, pencarian pengetahuan (baca) dan ingat kepada Tuhan sebagai sebuah keniscayaaan.

            Pembahasan yang keempat yaitu Kuasa Pengetahuan: Menjadi Manusia Sejati. Keinginan manusia untuk mengetahui dan keinginan manusia untuk berkuasa adalah dua buah keinginan yang bersifat fitrah. Dalam konteks ajaran Islam, dua keinginan manusia tersebut ternyata bukan tanpa prasyarat, arah dan tujuan. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam, kekuasaan yang dimaksud bukanlah kekuasaan untuk kekuasaan, tetapi kekuasaan yang bertujuan. Dan tujuan yang paling ultimate dari kekuasaan manusia adalah untuk mencapai ridla Allah swt. Dan untuk mencapai kebahagiaan hidup, maka seseorang harus memiliki pengetahuan tentang keutamaan sebelum kemudian diamalkan dalam praksis atau tindakan yang nyata. Kalau kita menganggap bahwa kekuasaan adalah ilahiyah sebagai amal (tindakan), maka tentunya tidak dapat dilepaskan dari iman dan ilmu pengetahuan. Manusia yang sejati adalah manusia yang mampu menggabungkan iman, ilmu, dan kuasa ilahiyah yang ketiganya saling berkaitan.

Apakah sesungguhnya filsafat itu? Pertanyaan demikian itu telah diajukan sejak lebih dari dua puluh abad silam dan hingga kini. Kata filsafat yang diserap dalam bahasa Indonesia itu merupakan padanan kata falsafah (bahasa arab) dan philosophy (bahasa inggris) yang berarti filsafat "cinta pada kebijaksanaan". Filsafat dapat dipahami sebagai proses berpikir tentang segala sesuatu yang ada secara universal, radikal, rasional untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki

Spektrum pengetahuan manusia adalah sangat luas. Meliputi pengetahuan inderawi, ilmiah, filsafat, dan agama. Dengan demikian, pengetahuan filsafat adalah salah satu saja dari dari sekian spectrum pengetahuan manusia. Dan sebagai sebuah modus untuk mendapatkan pengetahuan, metode filsafat memiliki dasar teologis yang kuat. Agama Islam melalui ajaran-ajaranya sebagaimana yang tertuang dalam Al-quran seringkali mengajak manusia untuk menggunakan akalnya. Perdebatan dalam agama terhadap persoalan filsafat lebih pada isi filsafat itu, dan filsafat bukan sebagai metode. Dan juga kedudukan filsafat sebagai salah satu modus mendapatkan pengetahuan bagi manusia disbanding dengan pengetahuan yang lain adalah saling melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun