Arwah Kohei yang dipenuhi kebencian membalas dendam, membunuh para penghuni satu per satu, dan membiarkan sang kurir hidup agar bisa menyampaikan kebenaran. Tindakan balas dendam ini juga menyebabkan kematian tragis anak Mariko yang ditinggal ibunya. Kulit pucat balita tersebut mengindikasikan bahwa ia telah mati kelaparan.
Seluruh pengalaman sang kurir sejatinya adalah simulasi dari penderitaan Kohei semasa hidup. Ia tidak pernah benar-benar bertemu siapa pun karena seluruh penghuni sudah lama mati. Meski akhirnya polisi menganggap kasus ini sebagai bunuh diri, arwah Kohei tetap menuntut keadilan dan membunuh tuan tanah yang menjadi dalang utama.
Opini Penutup
Night Delivery bukan hanya sekadar game horor, melainkan kritik sosial atas diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Game ini juga terinspirasi dari kasus nyata di Jepang, yakni Sagamihara Massacre tahun 2016, menjadikannya relevan dan menyentuh, terutama dalam menyuarakan isu marginalisasi dan perlakuan tidak manusiawi terhadap kaum difabel.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI