[caption id="attachment_397343" align="aligncenter" width="624" caption="Hakim Sarpin (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)"][/caption]
Hari ini Senin (16/2/2015) akan menjadi sejara baru dalam proses penegakan hukum di negara ini dimana sebuah putusan yang sangat dinanti para masyarakat di Indonesia tak terkecuali Presiden Jokowi, keputusan yang dinanti tersebut terkait dengan keputusan Praperadilan Komjen Budi Gunawan terhadap penetapannya sebagai tersangka oleh KPK.
Dan hasilnya akhirnya Hakim Praperadilan yang memeriksa perkara Pemohon BG dan termohon KPK mengadili dan telah memutuskan bahwa penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan yang dilakukan oleh termohon KPK tidak sah.
Dengan keputusan tersebut maka tentunya akan sangat berdampak pada keputusan Presiden Jokowi untuk melantik Komjen Budi Gunawan yang sudah menjadi Kapolri dan disahkan serta disetujui DPR RI sebulan lalu.
Putusan praperadilan ini tentunya akan memberikan dampak dan menimbulkan pro kontra bagi yang menolak keputusan hakim Sarpin dan akan berpendapat hakim Sarpin telah melakukan pelanggaran hukum dan menerima suap terkait putusannya. Pemberantasan korupsi akan mati.
Sedangkan kalangan Pro akan berpendapat bahwa putusan tersebut sudah sangat tepat dan ini merupakan cerminan keadilan dari upaya menegakkan hukum yang berbau politis dan dendam.
Dari pendapat pro dan kontra tersebut ada baiknya kita melihat dari aspek yuridis putusan tersebut dan berikut ini aspek-aspek yuridisnya:
Aspek Yuridis Landasan Putusan Hakim Sarpin Rizaldi
Dari aspek yuridis Praperadilan diatur dalam KUHAP mengenai Praperadilan diatur dalam pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Banyaknya pihak yang berpendapat bahwa hakim praperadilan Sarpin harus menolak gugatan kuasa hukum pemohon Pra Peradilan BG dengan alasan penetapan tersangka adalah tidak masuk dalam ranah Prapreradilan adalah pemikiran yang sempit dan sangat legalistik formalistik.
Karena dalam Pasal 77 junto 82 ayat 1 junto 95 ayat 1 dan 2 KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP memang tidak disebutkan secara jelas mengenai penetapan tersangka sebagai objek Praperadilan akan tetapi penetapan tersangka merupakan bagian dari proses penyidikan sebagaiman dalam butir 2 bahwa praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memutuskan sah atau tidaknya penghentian penyidikan.
Karena penetapan tersangka ada didalam tindakan hukum proses penyidikan maka hal tersebut masuk dalam objek gugatan praperadilan ini karen itu sudah sangat tepat dari ospek hukum objek sengketa masuk dalam kompetensi absolut dari pengadilan.
Tindakan penyidik KPK tanpa bukti yang cukup dan hanya berdasarkan asumsi tentunya hal tersebut bisa mencederai hukum apalagi tidak didahului oleh pemeriksaan saksi kepada Komjen BG namun tiba-tiba statusnya menjadi tersangka karena itu penetapaan tersangka ini tidak sesuai dengan UU dan di sisi lain dalam UU nom0r 28 tahun 1999 tentang penyelenggara yang bersih dan bebas dari KKN maka Komjen Budi Gunawan tidak masuk dalam kategori tersebut karena pada saat itu masih menduduki jabatan eselon II bukan eselon I.
Dan alasan yuridis yang peling penting adalah Dalam UU pokok-pokok kekuasan kehakiman hakim dilarang menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya untuk diperiksa, diadili, dan diputuskan dengan dalil tidak ada undang-undang yang mengatur akan hal tersebut namun wajib menerima semua perkara yang diajukan kepadanya dan memeriksanya dari sini maka hakim memiliki kewenangan rechtvinding yaitu menemukan hukum jika suatu perbuatan tidak diatur dalam UU seperti mengenai penetapan tersangka.
Keputusan hakim Sarpin mengenai objek perkara praperadilan tentang penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan sudah tepat dan masuk dalam pokok perkara Pasal 77 junto 82 ayat 1 junto 95 ayat 1 dan 2 KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP meskipun disitu tidak secara tertulis disebutkan mengenai objek praperadilan penetapan tersangkan namun hakim Sarpin melakukan penfasiran Ekstensif yaitu suatu cara menafsirkan uu yang dinilai kabur dan tidak jelas dengan memperluas makna peraturan perundang-undangan tersebut
Dan keputusan hakim Sarpin yang menyatakan objek penetapan tersangka masuk dalam penyidikan adalah keputusan yang sangat tepat karena secara hukum dalam proses penyidikan pasti ada penetapan tersangka dan tindakan penetapan tersangka dan penyidikan bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dan jika dipisahkan maka mata uang tersebut tidak akan bernilai.
Salam Makassar 16 februari 2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI