Mohon tunggu...
Gordi Afri
Gordi Afri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumnus STF Driyarkara, Jakarta, 2012. Sekarang tinggal di Yogyakarta. Simak pengalamannya di http://gordyafri.blogspot.com dan http://gordyafri2011.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tukang Ojek yang Murah Hati

16 Februari 2012   01:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:35 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13293553471848714617

Membantu sesama tak harus dengan modal uang. Memiliki uang banyak tidak otomatis bisa membantu sesama. Banyak orang mencari uang. Namun, banyak orang memiliki uang banyak yang hatinya haus akan ketenangan. Modal utama membantu sesama adalah kemauan yang kuat.

Di sekitar jalan ke kampus kami, ada banyak gang kecil. Tak ada angkutan kota yang melewati jalanan ini. Yang bisa masuk hanya bajai dan mobil pribadi. Kami yang sering menggunakan sepeda, bisa dengan leluasa melewati daerah ini. Hanya saja ada dua hal yang membuat kami ekstra hati-hati. Pertama, banyaknya polisi tidur. Kedua, banyak anak kecil berkeliaran.

Di setiap gang pasti ada sekelompok tukang ojek. Ada yang tiga orang, dua orang, dan empat orang. Yang paling ramai ketika pagi hari. Mereka berjasa mengantar anak sekolah atau juga orang dewasa yang berangkat pagi ke tempat kerja. Mereka biasanya mengantar ke halte trans-jakarta terdekat atau ke jalan utama di mana angkot lewat.

Menjadi tukang ojek itu tidak selalu dipandang rendah. Beberapa teman tukang ojek pernah bercerita, kalau sebagian dari mereka itu adalah penganggur. Ada yang baru saja dipecat dari kantor karena perusahaannya bangkrut. Ada juga yang memang tidak punya pekerjaan tetap. Ada yang memang 'panggilan' hidupnya di situ. Ada yang sudah belasan tahun menjadi tukang ojek. Mau tidak mau untuk menghidupi keluarga, mereka jadi tukang ojek. Apa pun pekerjaannya asal menghasilkan duit. Begitu filosofi mereka setelah tidak punya pekerjaan tetap.

Beberapa kali saya bersama tukang ojek membantu korban tabrak-lari di jalanan. Kebanyakan korban kecelakaan di jalanan mendapat pertolongan pertama dari tukang ojek. Sebelum warga sekitar datang, tukang ojek menjadi kelompok pertama yang memberi pertolongan. Mereka membantu tanpa mengharap imbalan. Mengantar ke rumah sakit, menyelamatkan dompet dan handphone korban, membantu menghubungi keluarga korban, dan sebagainya.

Menjadi tukang ojek memang tak melulu mencari uang. Mereka turut membantu memperlancar perekonomian bangsa dengan mengantar pekerja ke kantornya. Mereka juga membantu dalam bidang pendidikan dengan membantu para orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah. Mereka juga membantu dalm bidang sosial dengan memelopori solidaritas warga untuk korban kecelakaan di jalanan.

Sudah saatnya bangsa ini kembali ke filosofi tukang ojek. Jangan melulu mencari keuntungan yang malah menyengsarakan sesama. Kalau orientasinya uang melulu, banyak rakyat yang tidak mendapat bagian. Uang negara disedot ke kantong sekelompok orang tertentu. Jurang antara kaum berada dan kaum tak berada semakin lebar. Dari sini muncul kecemburuan sosial.

Tukang ojek pun tidak ada yang ego. Kalau seorang baru saja selesai mengantar penumpang, dia tidak mengantar lagi jika masih ada teman yang belum mendapat giliran. Dalam hal ini tukang ojek beda dengan sekelompok kaum berpunya yang merebut diskon 100 pembeli ipone terkemuka di negeri ini. Tak heran jika tukang ojek itu memiliki kepekaan sosial yang tinggi.

Sumber gambar sini

CPR,16/2/2012

Gordi Afri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun