Seorang terpelajar sudah harus adik sejak dalam pikiran terlebih saat bertindak (Pramoedya Ananta Toer)
"Hiduplah Indonesia Raya.....................,"sambutan awal dalam.
Semoga Eyang Pram diberikan tempat terbaik bersama orang-orang yang dicintai Tuhan Yang Maha Kuasa
Kamis 15 Agustus 2019, untuk kali pertamanya Roman Bumi Manusia karya Pramoedya secara resmi serentak ditayangkan diseluruh bioskop Indonesia, dan untuk ketiga kalinya saya menginjakkan kaki distudio Bioskop XXI Mega Mall Manado, setelah sebelumnya saya mennonton film, Dono, Kasino, Indro, dan Bulan Terbela dilangit Amerika.
Saat memasuki studio untuk membeli karcis  terlihat begitu banyak pengunjung yang antri membeli tiket, dalam pikiranku tujuan mereka pasti sama seperti aku dan temanku, ternyata setelah pintu Studio 5 dibuka karna film akan segera di gelar semuanya berubah dan membuat aku bertanya. Setelah kulihat kondisi studio yang begitu sepi dari pengunjung yang datang untuk mengaksikan film yang disutradari oleh Hanum Bramantyo.
Setelah duduk dan menikmati sajian dari film bumi manusia yang di perankan oleh Ikbal Ramadan (Sebagai Minke) dan Mawar de J (sebagai Annelis) Sha Ine Febriyanti ( sebagai Nyai Ontosoroh) juga beberapa artis senior ternyata tidak banyak yang membuat hati saya setujuh dan merasa menikmati film ini.
Untuk membuat hati saya terguga seperti membaca bait-bait dalam buku yang begitu tebal, saya kurang menikmati perjalanan yang di perankan oleh seorang ikbal sehingga kehidupan dari sosok minke yang saya harapkan keluar dari dalam diri ikbal bisa membuat saya bergaira nyatanya membuat saya bosan menimati filmnya meskipun dalam beberapa adegan cukup menarik misalnya saat Nyai Ontoso dihadapkan untuk melepaskan Annelis pergi kebelanda dan Ikbal membela Nyai ontosoro dalam memenangkan sidang perkara kematian suami Nyai Ontosoro.
Pertama sekali saya ingin mengatakan bahwa film ini adalah sebuah film sejarah yang menggambarkan sosok minke seorang anak pribumi berdarah priyayi, anak seorang bupati yang begitu pandai dan memiliki spirit perjuangan dalam membela tanah airnya dihadapan para kolonial belanda yang kejam dalam menindas harkat dan martabat pribumi.Â
Tetapi pemeran minke bagi saya tidak cukup Berkarisma sebab ekpresi dari seorang ikbal saya anggap terlalu jauh dari semangat dan kekuatan yang dimiliki seorang minke atau Tirto Ardhie Soerjo.Â
Kedua adalah bahwasanya saya ingin mengatakan film ini sangat luar biasa, tetapi akan jauh lebih nikmat dan guri jika para pembaca membaca bukunya sebab ada banyak hal yang tidak dibuat dalam adegan film, sehingga putusnya cerita yang coba dimaksimalkan oleh Hanum dalam film ini justru membuat film ini tidak cukup seksi untuk dinikmati oleh kaum mudah yang tertarik menikmati film-film sejarah.
Ketiga adalah secara subjektif dalam pemikiran saya bahwa kenikmatan film sejarah ternyata belum terlalu banyak membuat Masyarakat Kita secara sadar terhipnotis atau tergugah hatinya untuk menyempatkan waktu  menikmati film-film bertajuk sejarah, antusia penonton pada malam ini sedikit membuat saya berkesimpulan sementara seperti ini.