Cherry coba terus deketin Lala. Kadang Cherry bawa jajanan kesukaan Lala. Kadang sampe nyamperin ke rumah Lala sore-sore, cuma buat ngajak belajar bareng. Tapi Lala tetap keras hati, dingin, seolah tembok tebal memisahkan mereka.
Teman-teman satu kelas sampai heran.
"Laa, masa cuma gara-gara buku, kamu segitu marahnya sih? Cherry kan udah minta maaf," kata Rani.
Tapi Lala cuma jawab cuek, "Biarin."
Kalimat pendek itu bikin semua orang geleng-geleng kepala.
Waktu ujian tiba, Lala yang biasanya belajar bareng Cherry, kali ini belajar sendirian. Awalnya dia merasa yakin, tapi pas liat soal, kepalanya pusing. Banyak materi yang lupa karena biasanya mereka saling tuker catatan dan diskusi bareng. Hasilnya, nilai mereka malah turun bareng.
Di situ Lala mulai mikir. "Apa aku terlalu keras hati, ya? Gara-gara gengsi, aku malah nyakitin sahabat sendiri." Tapi pikirannya masih tarik ulur, antara gengsi dan rasa bersalah.
Sampai suatu sore, setelah jam pelajaran selesai, Lala liat Cherry duduk sendirian di kantin. Meja penuh dengan buku catatan baru, Cherry lagi sibuk nulis ulang materi setiap halaman demi halaman. Tulisan tangannya rapi, meski jelas terlihat capek.
Lala berhenti di depan kantin, sambil bengong. "Dia beneran nulis ulang? Padahal aku udah dinginin dia kayak gitu." Ada rasa bersalah di dadanya.
Akhirnya Lala nyamperin, dan duduk di sebelah Cherry.
"Aku... minta maaf ya. Aku terlalu keras hati sama kamu," ucapnya dengan suara rendah.