Rangkuman Film
John Pilger, seorang jurnalis dan pembuat film terkemuka, merilis film dokumenter The New Rulers of the World pada tahun 2001. Â Film ini merupakan dakwaan pedas terhadap fenomena globalisasi dan bagaimana bisnis multinasional, yang didukung oleh organisasi keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, telah menguasai ekonomi dunia. Â Pilger menunjukkan bagaimana globalisasi, yang sering digaungkan sebagai metode untuk meningkatkan kemakmuran global, telah mengakibatkan ketidakadilan sosial, eksploitasi sumber daya alam, dan dominasi ekonomi oleh kekuatan-kekuatan asing, terutama di negara-negara miskin.
The New Rulers of the World merupakan komentar kritis terhadap sistem ekonomi global yang tidak adil dan juga merupakan suara bagi negara berkembang yang sering kali dieksploitasi dan didominasi oleh kekuatan asing.  Film dokumenter ini menantang narasi arus utama globalisasi, yang sering digambarkan sebagai proses yang saling menguntungkan.  Pilger mengklaim bahwa globalisasi, dalam praktiknya, memperdalam jurang pemisah antara negara maju dan negara  berkembang serta menimbulkan ketergantungan ekonomi yang merugikan negara berkembang.
Film ini menggambarkan dengan jelas bagaimana globalisasi yang biasanya digambarkan sebagai proses yang memberikan pembangunan dan kemakmuran bagi seluruh dunia nyatanya telah menghasilkan sistem yang tidak adil di mana uang dan kekuasaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elit global. Â Sementara itu, sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara berkembang, menghadapi kemiskinan dan ketidaksetaraan yang meningkat. Â Film dokumenter karya John Pilger ini mengajak penonton untuk melihat lebih dalam bagaimana mekanisme globalisasi bekerja, dengan menggunakan Indonesia sebagai studi kasus. Â Indonesia dipilih karena Indonesia menyaksikan secara langsung konsekuensi negatif dari kebijakan ekonomi yang didorong oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, terutama selama krisis ekonomi Asia pada tahun 1997-1998.
Film ini juga menyoroti bagaimana perusahaan global seperti Nike memanfaatkan tenaga kerja murah di Indonesia. Â Pilger mengekspos bagaimana perusahaan besar ini mengeksploitasi upah rendah dan kondisi kerja yang tidak menguntungkan di negara berkembang untuk meningkatkan keuntungan mereka. Â Sementara perusahaan-perusahaan ini meraup keuntungan miliaran dolar, para pekerja - khususnya perempuan yang dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah yang sangat minim. Â Pilger menunjukkan melalui penelitian mendalam bagaimana praktik-praktik eksploitasi ini tidak hanya menyebabkan kerugian langsung pada pekerja, tetapi juga memperkuat ketergantungan negara-negara berkembang pada perusahaan multinasional.
Pilger menunjukkan bagaimana kebijakan IMF dan Bank Dunia seperti pemotongan subsidi, privatisasi aset-aset negara, dan liberalisasi pasar telah memperparah masalah ekonomi dan sosial di Indonesia. Â Alih-alih membantu pemulihan ekonomi, kebijakan-kebijakan tersebut justru mengakibatkan meluasnya pengangguran, kemiskinan, dan ketidakstabilan politik. Â Film ini mengungkapkan bagaimana lembaga keuangan internasional mengambil keuntungan dari krisis untuk memaksakan agenda neoliberal mereka yang menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional dan investor asing, sementara rakyat Indonesia menanggung beban berat dari kebijakan-kebijakan tersebut.
Globalisasi: Janji Kemakmuran yang Palsu
Globalisasi sering digemakan sebagai proses yang menguntungkan semua orang, memungkinkan lebih banyak kemakmuran, peningkatan teknis, dan pertumbuhan ekonomi dalam skala global. Â Namun, John Pilger meruntuhkan narasi penuh harapan ini dalam film dokumenternya dengan menunjukkan bagaimana globalisasi benar-benar memperlebar jurang pemisah antara negara-negara makmur dan negara-negara terbelakang. Â Pilger menunjukkan bagaimana sejumlah kecil elit global telah menggunakan mekanisme globalisasi-yang dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif-untuk mengkonsolidasikan kekayaan dan kekuasaan mereka.
Film ini menunjukkan dengan jelas bagaimana organisasi keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF serta perusahaan-perusahaan multinasional yang seringkali memberlakukan kebijakan yang melayani kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan rakyat di negara-negara berkembang. Â Kemiskinan dan ketidaksetaraan diperparah oleh kebijakan-kebijakan seperti liberalisasi pasar, privatisasi, dan pengurangan bantuan sosial. Â Akibatnya, hak-hak dasar masyarakat diabaikan, upah buruh diturunkan, dan sumber daya alam dieksploitasi secara besar-besaran.
Mayoritas penduduk di negara berkembang hidup dalam kondisi yang semakin sulit. Mereka terjebak dalam kemiskinan struktural, dengan akses yang terbatas terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak. Sementara itu, segelintir elit global menikmati kekayaan yang melimpah, menguasai pasar global, dan mempengaruhi kebijakan politik di berbagai negara. Pilger menegaskan bahwa globalisasi dalam praktiknya bukanlah alat untuk pemerataan, melainkan sebuah sistem yang mengukuhkan dominasi negara-negara kaya atas negara-negara miskin.
Indonesia sebagai Studi Kasus
 Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena dampak negatif dari globalisasi, terutama dalam konteks kebijakan ekonomi yang dipaksakan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.  Indonesia mengalami secara langsung dampak dari kebijakan ekonomi neoliberal yang diterapkan selama krisis ekonomi Asia pada tahun 1997-1998. Krisis ini tidak hanya melanda Indonesia, tetapi juga negara-negara Asia Tenggara lainnya, tetapi Indonesia adalah salah satu yang paling terpukul. Pilger menunjukkan bagaimana kebijakan-kebijakan yang diatur oleh IMF dan Bank Dunia, seperti pemotongan subsidi sektor publik, privatisasi aset-aset strategis negara, dan liberalisasi pasar, telah memperburuk kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia.
 Contohnya seperti Pemotongan subsidi yang mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan pokok seperti listrik dan bahan bakar minyak, sehingga membebani kehidupan masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah, privatisasi aset negara seperti Perusahaan milik negara di sektor energi dan infrastruktur, menyebabkan hilangnya kontrol pemerintah atas sumber daya strategis dan sebaliknya memberikan keuntungan besar bagi perusahaan-perusahaan asing; dan liberalisasi pasar untuk memungkinkan masuknya barang-barang impor yang lebih murah, yang mematikan industri lokal yang tidak mampu bersaing.
Alih-alih membantu pemulihan ekonomi kebijakan-kebijakan tersebut justru memperdalam krisis. Pengangguran massal terjadi karena banyak perusahaan yang bangkrut dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Kemiskinan yang meluas pun terjadi, dengan jutaan orang terjerumus ke dalam kondisi kehidupan yang sangat sulit. Ketidakstabilan politik juga muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang dianggap tidak mampu melindungi kepentingan rakyat. Demonstrasi besar-besaran dan kerusuhan sosial pun terjadi, yang berpuncak pada tahun 1998 dengan jatuhnya rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Eksploitasi Tenaga Kerja oleh Perusahaan Multinasional
Salah satu subjek utama kritik  John Pilger adalah praktik eksploitasi tenaga kerja perusahaan multinasional seperti Nike yang disorot dalam film tersebut.  Pilger mendemonstrasikan melalui penelitian mendalam bagaimana bisnis besar ini memanfaatkan kelemahan dalam sistem ekonomi global untuk mengeksploitasi pekerja di negara berkembang.  Mereka memanfaatkan gaji yang murah, perlindungan hukum yang minim, dan kondisi kerja yang buruk di negara-negara seperti Indonesia untuk memaksimalkan keuntungan mereka.
Karena tekanan ekonomi dan kurangnya pekerjaan yang lebih baik banyak pekerja di Indonesia terutama  dari kalangan Perempuan dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah yang jauh di bawah standar hidup yang layak, seringkali tanpa jaminan kesehatan atau keselamatan yang memadai. Sementara itu, perusahaan multinasional seperti Nike menghasilkan keuntungan miliaran dolar setiap tahun, sebagian besar disebabkan oleh biaya produksi yang sangat rendah yang disebabkan oleh upah yang rendah dan kondisi kerja yang eksploitatif.
Selain mengkritik ketidakadilan ekonomi yang berlaku, Pilger mendemonstrasikan bagaimana teknik eksploitasi ini menghasilkan siklus ketergantungan yang tidak dapat dipatahkan. Â Negara-negara berkembang yang menghadapi masalah pengangguran dan kemiskinan bergantung pada investasi asing dan pekerjaan yang ditawarkan oleh perusahaan multinasional. Â Namun pada kenyataannya, ketergantungan ini memperburuk ketidakadilan struktural karena pemerintah di negara berkembang ni sering ragu untuk memberlakukan undang-undang yang lebih ketat atau menaikkan upah minimum karena khawatir bahwa investasi perusahaan ini akan pindah ke negara-negara dengan biaya produksi yang lebih rendah.
Kesimpulan
Film The New Rulers of the World karya John Pilger mengingatkan kita bahwa globalisasi, meskipun sering dianggap sebagai fenomena yang tak terelakkan, tidak boleh dimanfaatkan sebagai alat untuk memperkuat dominasi ekonomi negara-negara maju dan korporasi multinasional atas negara-negara berkembang. Globalisasi sering digambarkan sebagai jalan menuju kemajuan dan integrasi ekonomi dunia, tetapi dalam praktiknya, ia justru sering kali memperlebar ketimpangan antara negara kaya dan miskin. Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, kerap menjadi korban dari eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah oleh korporasi global. Sementara itu, manfaat ekonomi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat lokal justru mengalir ke negara-negara maju dan segelintir elit global. Oleh karena itu, globalisasi harus dikelola dengan cara yang lebih adil dan inklusif, di mana semua pihak, termasuk negara-negara berkembang, dapat menikmati manfaatnya secara merata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI