Perubahan struktur distribusi liquefied petroleum gas atau LPG 3 kg berujung kisruh. Masyarakat marah, pemerintah berkelit, berbagai argumentasi mengemuka. Sayangnya, masalah utamanya luput dari perhatian banyak orang.
LPG 3 kg yang popular disebut gas melon itu mulai ramai diberitakan media setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) melarang pengecer menjual gas bersubsidi tersebut per 1 Februari 2025. Masyarakat hanya bisa membeli gas melon pangkalan resmi, tak sampai ke warung kecil.
Situasi tersebut membuat masyarakat panik. Alhasil gas melon tetiba langka. Masyarakat kesulitan mengakses gas, berujung antrian mengular karena tetap ingin ada asap mengebul di dapur. Di berbagai tempat situasinya tidak kondusif. Bahkan ada yang sampai meregang nyawa karena kelelahan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim gas melon tidak langka. "LPG 3 kg ini tidak ada kuota yang dibatasi. Impor kita sama. Bulan lalu dan bulan sekarang, atau 3 hingga 4 bulan lalu sama," katanya sebagaimana diberitakan Tempo, Senin, 3 Februari 2025.
Bahlil berdalih apa yang ia lakukan untuk memperbaiki distribusi gas melon dan mengatur harganya agar tetap murah sampai ke tangan masyarakat. "Kalau harga di pangkalan bisa dikontrol, dikasih denda dan kita bisa tahu siapa pemainnya. Kalau di pengecer itu kan tidak ada, karena yang biasanya main ini kan di level di bawah," ucapnya.
Isu gas melon berkembang luas, bahkan sampai menyenggol sosok Bahlil yang dituding tidak loyal pada Presiden Prabowo. Isu makin liar saat digiring menuju reshuffle kabinet. Narasumber media bertambang, ada Presiden, Wakil DPR Sufmi Dasco Ahmad, sampai Menteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia Zulkifli Hasan. Sayangnya, mereka semua lupa, termasuk Bahlil, isu gas melon ini intinya adalah "Pemerintah ingin subsidi tepat sasaran."
Cita-cita mulia subsidi tersebut terpampang jelas di tabung gas melon, tertulis "Hanya untuk Masyarakat Miskin." Bahkan tulisan itu pun juga ada di badan truk pembawa gas melon. Tujuan subsidi yang mengarah pada mereka yang membutuhkan harus menjadi satu-satunya motivasi dan argumentasi yang dilontarkan. Lagi-lagi hal ini luput, sehingga isunya merangkak melebihi garis batas.
Pernyataan Bahlil yang menyebut pembatasan distribusi gas melon supaya harganya lebih murah dihadapkan pada kenyataan stok gas yang langka. Padahal pemerintah tidak mengurangi pasokan. Artinya apa? Apa yang disampaikan Bahlil benar, karena pada akhirnya masyarakat tertentu mampu memborong gas dengan harga yang lebih murah. Tetapi, tujuan subsidi jelas tidak tercapai.
Siapa yang bisa memborong gas? Jelas bukan masyarakat yang berhak atas gas bertulis "Hanya untuk Masyarakat Miskin." Di saat yang bersamaan, masyarakat miskin tidak punya uang dan akses untuk membeli gas yang ternyata stoknya udah diborong mereka yang mampu. Maka, wajarlah masyarakat panik, rela antri bahkan sampai mempertaruhkan nyawa, dan berujung pada kemarahan jamak.
"Kita membaca banyak berita. Katanya ada yang begitu (meninggal), ada berita juga yang tidak sesuai dengan itu. Ya, kami pemerintah pertama memohon maaf kalau ini terjadi, karena ini sama-sama kita lakukan untuk penataan," hanya itu yang Bahlil bisa sampaikan sebagai pemerintah, di Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.