Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Misteri Bunker dan Kamar Nonik Ratusan Tahun di Lasem

29 Februari 2020   13:09 Diperbarui: 7 Maret 2020   22:37 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat bayi nonik (Dokumentasi pribadi)

Satu benda lagi yang menarik perhatian adalah contoh gambar batik di kertas yang dipigura. Selembar kertas yang digambar 3 motif batik itu diyakini berusia sekitar 150 tahun!!!

Ada banyak pertanyaan yang memerlukan penelitian lebih lanjut, seperti bahan kertas dan pewarna apa yang bisa awet selama itu? Lalu pensil warna yang digunakan seperti apa karena mata pinsilnya begitu tipis untuk bisa membuat detail motif batik. "Rencana kita mau ada penelitian," kata pemandu sambil memegang pigura motif batik.

Nah berikutnya saya mau bahas satu kamar di Rumah Merah yang juga misterius. Setidaknya bagi kami yang merasakannya. Kamar itu tampak seperti biasa, sampai si pemandu mengajak kami masuk ke bunker! 

Ya, di ujung tempat tidur ada pintu bunker, yang dalamnya hanya sekitar 160 cm, karena saya sendiri tidak bisa berdiri tegak. Harus menunduk sambil menyenderkan badan ke tembok. Ada tangga sempit untuk masuk ke dalamnya.

Setelah menuruni tangga dari lubang berdimesi 100 cm x 100 cm, kami berada di ruangan bunker berukuran sekitar 150 cm x 300 cm. Kecil dan berasa sesak selama berada di dalam. 

Ruangan tersebut merepresentasikan dulunya Rumah Merah berfungsi sebagai rumah candu. Bunker yang terhubung dengan pintu luar, menjadi jalur masuk-keluar candu yang kala itu menjadi barang dagangan yang menggiurkan.

Candu yang didatangkan dari China jadi komoditi legal sekaligus illegal karena permintaannya sangat tinggi. Maka tak heran, banyak warga Lasem yang mayoritas dihuni kaum Tionghoa bergerak di bisnis ini. Namun Belanda mengambil hak monopoli perdagangan candu mulai 1880 dan 1894 lewat Regi Opium Hindia Belanda. Dampaknya adalah kaum Tionghoa Lasem banting setir ke bisnis lain, salah satunya adalah masuk ke industri kain batik tulis.

Menurut saya, kesan mistis di kamar berbunker itu tak lepas dari aura candu yang memang tidak baik. Suatu benda yang tidak baik akan bersinggungan dengan banyak hal negatif lain, termasuk mempengaruhi perilaku orang yang ada di sekitar barang haram tersebut.

Sudah selesai membicarakan yang mistis-mistis. Sekarang kembali ke Kamar Nonik. Nah, di sebelah Kamar Nonik, ada dapur. Ini juga masih belum tertata, masih apa adanya. 

Tapi tampaknya peralatan memasak lengkap di sana, ada tungku masak yang dijadikan sebagai kompor berbahan kayu bakar, berbagai panji dan wajan dari tanah liat/ tembikar, tempat bumbu, dan beragam peralatan makan. Untuk tungku sendiri, saya melihat di beberapa rumah di Lasem masih mempertahankannya sampai sekarang.

Terakhir kami diajak ke tempat lain yang juga rumah kuno yang tengah direnovasi. Rumah tersebut sebenarnya terpisah dengan Rumah Merah, tetapi karena dibeli oleh orang yang sama, maka dijadikan satu kompleks. Sejak 2016, rumah ini dan Rumah Merah dijadikan tempat menginap bagi para wisatawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun