"Iya, Vin. Mama paham apa maksud kamu berkata gitu." Tanggan mama menyentuh pundakku lembut.
"Aku sakit melihat papa memperlakukan mama!" Pekikku memggeram.
"Mama tahu, sekarang ini seolah tidak ada harapan apa pun lagi untuk mempertahankan rumah tangga kami lagi, Vin. Maafkan mama ...
Aku bisa melihat jelas di kedua bola mata mama, buliran bening itu membanjiri pipi keriputnya.
Kukumpulkan seluruh keberanian mengatakan kebenaran ini pada mama. Bahwa sudah beberapa kali aku memergoki Papa berduaan dengan Tante Angela.
"Ma, liat tuh papa sedang mesra banget sama perempuan yang bernama Angela itu," kuangkat satu tangan menyentuh pundak mama lembut.
"Astaga! Benar-benar tega Papa kamu itu,Vin," seru Mama dengan nada penuh amarah. Seakan mau ditelan kedua makhluk tanpa perasaan bulat-bulat.
"Sekarang Mama liat sendiri, kan, kebenarannya," terangku meyakinkan mama.
Hari itu mama tidak tinggal diam, ia langsung menghampiri Papa dan Angela. Dua tamparan mendarat dari tangan Mama saking sakitnya diperlakukan seperti itu sama Papa.
Permintaan maaf dari Papa kali ini, mama menolaknya. Â Rasa sakit yang diberikan papa terlalu dalam buat Mama. Biduk rumah tangga mama yang selama ini dibina dengan susah payah, sekarang harus hancur tak bersisa. Bahkan secuil harapan.
Seminggu setelah kejadian itu, mama menggugat cerai Papa. Sebenarnya bukan ini yang aku harapkan dari orangtua yang selama ini telah merawat dan membesarkan aku seperti sekarang ini.