Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Masih Bobroknya Manajemen Lapas di Tanah Air

17 Juni 2019   19:38 Diperbarui: 18 Juni 2019   09:26 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Kompas.com/Robertus Belarminus)

Lapas Sukamiskin menjadi Lapas Sukakaya

Sangat tidak menarik mengomentari peristiwa Setya Novanto kabur lagi dari Lapasnya di Sukamiskin, walaupun bisa segera ditemukan kembali dan dipindahkan ke Lapas Gunung Sindu di Bogor. Sebab sejak menjadi pesakitan karena megakorupsi proyek e-KTP, terus-menerus berulah dengan kemampuannya menikmati "semacam kemewahan" tersendiri dari pengelola Lapas.

Yang menarik adalah susahnya untuk tidak mengatakan bahwa manajemen lapas sangat buruk dan bahkan bobrok. Bayangkan, sejak puluhan tahun terus terulang hal yang sama. Bahkan tidak sampai setahun kejadiannya di Lapas Sukamiskin ketika terjadinya OTT di Lapas Sukamiskin di Bandung, ditemukan berbagai fasilitas mewah bagi penghuni lapas yang tergolong "kakap" itu.

Sembilan tahun yang lalu, kompas.com menurunkan berita tentang bobroknya manajemen lapas di Indonesia dengan judul berita "Terbukti, Manajemen Rutan dan LP Bobrok", terutama ketika mafia pajak Gayus Tambunan.

Melenggangnya tersangka kasus mafia pajak Gayus Tambunan hanya memperpanjang bukti bobroknya manajemen rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum ini, masyarakat sempat tersentak dengan perlakuan istimewa yang diterima sejumlah terpidana korupsi di LP.

Wakil Ketua MPR RI (saat itu), Lukman Hakim Syaifuddin, meminta Polri dan juga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk meningkatkan profesionalitas dan integritas petugas rutan dan LP. "Kami sungguh berharap kasus Gayus adalah yang terakhir kali terjadi di Indonesia," kata Lukman ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (12/11/2010).

Lukman juga meminta agar kasus keluarnya Gayus dapat menjadi titik tolak untuk membongkar dan membersihkan praktik-praktik tak terpuji yang kerap terjadi di rutan dan LP. Bagi Lukman, kasus melenggangnya Gayus hanya memperteguh rumor yang berkembang soal praktik suap yang kerap terjadi di rutan dan LP. "Secara logika, terkait kasus ini, atasan-atasan juga memiliki kontribusi," katanya.

Setahun silam ketika kejadian di Lapas Sukamiskin, Oknews.com memberitakan dengan judul "OTT Sukamiskin Potret Bobroknya Manajemen Lapas", yang dipahami oleh publik sebagai luapan kekecewaan publik atas ketidakbecusan pengelolaan lapas yang nampaknya seakan bermain-main saja dengan hukum hanya karena kepentingan pribadi semata.

Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat merupakan potret buruknya manajemen pengelolaan lapas oleh Ditjen Pemasyarakatan, Kemenkumham. Demikian ditakan Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/7/2018).

Mereka yang terlibatpun diberikan sanksi yang sangat berat. Tidak saja Kepala Lapasnya langsung, tetapi sanksi berat juga di kenakan kepada Kanwil Kemenhumkan. Tetapi, nampaknya tidak membawa perubahan yang berarti. Bahkan cenderung malah lebih berani dan semakin liar saja para pengelola Lapas itu.

Apa yang terjadi dengan manajemen Lapas di Indonesia, yang nampaknya sangat mudah dimanipulasi dan dikerjain oleh napi-napi yang termasuk koruptor-koruptot kakap, seperti Gayun, Setya Novanto maupun yang lainnya.

Terlalu sulit bagi publik untuk tidak menduga bahwa disana ada banyak "permainan" yang sangat bau yang menyakiti keadilan rakyat dan dengan gamblangnya dipertontonkan kepada publik.

Kasus megakorupsi proyek e-KTP yang melibatkan seorang politisi Setya Novanto, dan sejak awal sudah diketahui publik sebagai orang yang sangat "licik" dan mengelabui dengan berbagai cara selama proses perkaranya dulu. Sekarang di lapas pun ia melakukannya kembali. Keadilan publik begitu tertusuk, seakan si Setnov ini memiliki "kesaktian" yang mampu membeli segala kemudahan di dalam lapas.

Memang betul, ada yang tidak beres dalam manajemen lapas di negeri ini. Dan karena manajemen itu dijalankan oleh para petugas, maka sesungguhnya petugasnyalah yang tidak beres dan tidak becus untuk melaksanakan tupoksinya.

Mungkin saja sistem yang ada di dalam lapas itu lemah, tetapi apabila petugasnya memiliki moral yang kuat, integritas yang tinggi maka harusnya kecolongan berkali-kali itu tidak perlu terjadi lagi.

Yang buruk itu sistem atau orang yang menjalankan sistemnya? The man behind the gun, begitu pameo lain sering didengungkan. Artinya, sehebat apapun sistem yang dirancang tetapi kalau dijalankan oleh orang yang tidak memiliki integritas yang baik dan moral yang tinggi maka sistem itu akan hancur.

The good system destroyed by the bad people" - nn

Apabila orangnya yang tidak benar, tidak baik, memiliki moral yang rendah dan integritas yang lemah maka seharusnya sumber persoalannya inilah yang harus dituntaskan. Tempatkanlah orang-orang yang memang memiliki kualifikasi yang cocok di posisi pengelolaan lapas itu sendiri.

Nampaknya ini "pekerjaan rumah" yang tiada pernah selesai dikerjakan oleh Menteri Hukum dan HAM. Sebab sebentar lagi, di bulan Oktober 2019 akan berakhir masa tugasnya dalam Kabinet Kerja Jokowi, dan sulit untuk tidak meninggalkan jejak PR yang belum tuntas ini.

Mungkinkah Menkumham, Pak Yasona Laoly dalam waktu 4 bulan ke depan akan melakukan gebrakan yang dahsyat agar image bobroknya manajamen Lapas ini bisa sedikit berubah menjadi lebih baik?

Sebagai seorang penguasa utama di bidang urusan lapas, harusnya waktu 4 bulan sebelum berakhir masa jabatannya, bisa melakukan sesuatu yang besar dan berarti sebagai legacy-nya buat negeri ini yang pernah menjadi seorang petinggi di negeri ini.

Sebenarnya menjadi pertanyaan besar juga. Apakah beliaunya memiliki kemauan atau sudah tidak memiliki kemauan untuk membuat perubahan dalam pengelolaan Lapas di Indonesia. Kalau beliau tidak memiliki kemauan kira-kira mengapakah?

Tetapi kalau memiliki kemauan untuk mendobrak kebobrokan manajemen lapas tetapi tidak bisa dilakukannya, ada apakah gerangan?

Jawaban-jawaban terhadap beberapa pertanyaan itu menjadi penting bagi publik tentang kepastian hukum yang akan disaksikan masyarakat. Publik memahami bahwa lapas menjadi bagian penting di dalam negara ini untuk menjamin keadilan itu ditegakkan setegak-tegaknya tanpa pilih kasih dan pandang buluh.

Sebab kalau lapas saja sudah tidak mampu lagi menindak orang-orang yang bersalah, penjahat-penjahat yang mengganggu kehidupan masyarakat, maka dampaknya tentu akan ke mana-mana yang tidak menjadi baik bagi masa depan bangsa ini.

YupG. 17 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun