Mohon tunggu...
Yuliana Puspita
Yuliana Puspita Mohon Tunggu... Wiraswasta - Life Traveler

Menulis untuk diriku

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Meneropong Masa Depan Petani Lokal Indonesia dengan Revolusi Pertanian 4.0

20 Mei 2019   22:22 Diperbarui: 20 Mei 2019   22:46 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com

Jaringan internet

Wilayah Indonesia belum semuanya terjangkau secara merata oleh penyedia jasa layanan internet konvensional yang menggunakan jaringan komunikasi terrestrial seperti kabel, ADSL, fiber optik, radio atau GSM. Akibatnya pada beberapa daerah, internet murah masih belum tersedia. Sedangkan revolusi pertanian 4.0 mensyaratkan tersedianya jaringan internet untuk penggunanya.

Sumber daya manusia

Teknologi ini tetap membutuhkan manusia sebagai operator untuk menjalankannya. Dan untuk menjadi operator dibutuhkan dasar pengetahuan yang cukup. Perlu diketahui juga bahwa 70 persen dari petani lokal Indonesia tidak sampai pada jenjang pendidikan SMP. Sedangkan dibutuhkan pendidikan yang cukup untuk memanfaatkan teknologi ini secara maksimal. Fakta lambatnya regenerasi petani di Indonesia juga menjadi momok bagi berkembangnya pertanian Indonesia. 

Lalu bagaimana cara Indonesia mengatasi semua tantangan di atas? Salah satu yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan unit-unit koperasi di daerah. Koperasi adalah badan usaha yang dilindungi oleh undang-undang. Keberadaan koperasi dalam industri pertanian salah satunya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani sebagai anggotanya. Dengan adanya revolusi pertanian 4.0 peran koperasi di era digital menjadi semakin besar. 

Koperasi dapat menjadi pusat layanan petani lokal atau istilah kerennya one stop service. Mulai dari menfasilitasi kebutuhan modal petani, penyediaan bibit siap tanam, pendidikan dan penyuluhan SDM pertanian, sampai distribusi hasil produksi. 

Kendala jaringan internet pada daerah terpencil dapat diatasi dengan menggunakan jaringan internet satelit. Walaupun internet satelit lebih mahal, tetapi biayanya akan lebih terasa ringan karena diakomodasi secara gotong royong melalui koperasi. 

Yang tidak kalah pentingnya ialah penggunaan revolusi pertanian 4.0 pada distribusi hasil pertanian. Bayangkan bila seluruh koperasi petani di Indonesia terkoneksi dalam jaringan aplikasi digital yang bisa menghubungkan langsung antara pembeli dengan koperasi sebagai penyalur utama hasil produksi petani. Mungkin ini bisa membasmi habis para tengkulak yang menghisap darah petani, sekaligus meningkatkan posisi tawar petani dalam perdagangan. 

Bila pertanian Indonesia ingin melangkah lebih jauh lagi, kita bisa mengambil contoh dari para petani lokal di eropa yang mengolah sendiri produk mentahnya menjadi produk setengah jadi dan siap santap. Mereka memiliki pabrik pengolahan sendiri dan juga menggunakan badan usaha sejenis koperasi untuk mengelola pabrik mereka. 

Tentu saja hal ini sangat mungkin dilakukan oleh para petani lokal Indonesia. Bayangkan apabila petani di Indramayu memiliki pabrik pengalengan buah mangga sendiri dan produk jadinya dapat langsung dikirim ke pembeli luar negeri. 

Walaupun jalan menuju kesana masih terjal, tapi dengan dukungan Kementerian Pertanian diharapkan petani lokal Indonesia dapat melakukan lompatan besar dalam industri ini dan menjadi tuan di tanah sendiri. Sekaligus membuktikan bahwa bukan hanya pertanian milik korporasi besar saja yang mampu mengolah sendiri hasil produksinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun