Mohon tunggu...
Yuliana Liu
Yuliana Liu Mohon Tunggu... Konsultan - Newcomer

Penulis baru yang sejatinya gemar membaca. Mulai menulis agar pengetahuan yang sudah dibaca tidak menguap begitu saja tetapi juga dapat menjadi pembelajaran bagi yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

6 Permasalahan Dasar Adopsi Mobil Listrik

2 September 2019   12:42 Diperbarui: 2 September 2019   13:02 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan terkait kendaraan/mobil listrik belakangan semakin marak, apalagi sejak Perpres No. 55/2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan telah diresmikan di bulan Agustus 2019.

Sejatinya mobil listrik sudah mulai digaungkan di Amerika sejak 1890an lengkap dengan prototipe nya yang saat itu masih menyerupai kereta kencana. Mobil listrik memang menawarkan keuntungan dibandingkan mobil berbahan bakar konvensional, seperti lebih ramah lingkungan dan tidak berisik. 

Berbagai macam upaya telah dicoba di berbagai belahan dunia untuk membawa mobil listrik ke pasar. Walaupun kebanyakan orang mengakui dalam hati bahwa mobil listrik lebih baik untuk lingkungan dan untuk masa depan dibandingkan mobil berbahan bakar konvensional, adopsi penggunaan mobil listrik di pasar sangatlah rendah.

1

Di tahun 1990, General Motors (GM) memperkenalkan rancangan mobil listrik bernama EV1. Bak gayung bersambut, California Air Resource Board (CARB) memberikan mandat untuk produksi dan penjualan mobil dengan nol emisi (Zero Emissions Vehicles -- ZEV) sebagai sebuah persyaratan terhadap 7 produsen mobil utama di Amerika Serikat. 

Kemudian di tahun 1996 GM mulai memproduksi dan memasarkan EV1. Pemasaran EV1 dilakukan melalui perjanjian leasing terbatas, yang pada awalnya diperuntukan untuk warga di Los Angeles, California, serta Phoenix dan Tucson, Arizona. Mandat tersebut juga menetapkan bahwa per tahun 1998 2% dari kendaraan yang dijual di California haruslah kendaraan dengan nol emisi, meningkat menjadi 5% target di 2001 dan 10% di 2003. 

Selain EV1 keluaran GM, produsen mobil lainnya juga segera menawarkan mobil listrik mereka, seperti Nissan Altra EV, Honda EV Plus, dan Toyota RAV4 EV. Sayangnya semua program ini ditinggalkan di awal tahun 2000 karena berbagai macam kesulitan perundang-undangan dan hukum serta dari sisi konsumen yang tidak tertarik dengan biaya leasing yang tinggi, jarak tempuh yang terbatas serta belum memadainya infrastruktur untuk pengisian daya.

Dirangkum dari the Wide Lens, sebuah buku dari Ron Adner, ada 6 permasalahan yang menyebabkan kendaraan listrik dianggap sulit untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar konvensional.

1. Harga beli yang mahal

Alasan ekonomis yang banyak didengungkan untuk membeli EV adalah harga per kilometer yang lebih murah dibandingkan dengan bensin. Studi yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM menunjukkan untuk jarak tempuh 100km, mobil berbahan bakar RON (Research Octane Number) 88 menghabiskan biaya Rp 50.385 dengan asumsi tingkat konsumsi bahan bakar 13 kilometer per liter. 

Selain itu, mobil berbaha bakar RON 90 menghabiskan biaya Rp 60 ribu, RON 92 sebesar Rp80 ribu, dan RON 98 Rp 94 ribu dengan harga per liter RON 88 Rp6.550, RON 90 Rp7.800, RON 92 Rp10.400, dan RON 98 Rp12.250.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun