Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Super Sales, Seni Menjual dari First Travel sampai Kanjeng Dimas

20 Agustus 2017   05:20 Diperbarui: 20 Agustus 2017   06:48 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Makna sales seolah terdegradasi dalam persepsi konotatif. Padahal bagian sales adalan pokok keberlanjutan sebuah bisnis.

Produk yang baik tanpa terjadinya penjualan hanya menjadi persediaan yang tidak berarti. Bahkan dalam laporan keuangan, pendapatan penjualan adalah ukuran utama bukan kapasitas produksi.

Problemnya memang sales sering disalahpahami, termasuk dalam kehidupan keseharian kita.

Praktik perilaku sales sebagai individu yang tidak mudah menyerah, dianggap sebagai agresifitas tanpa batas.

Pantang pulang sebelum terjual, menjadi prinsip dasar yang dibuat, seringkali tanpa dibekali dengan perencanaan penjualan yang matang.

Akhir bulan dan penghujung tahun adalah ukuran mutlak dari kemampuan menjual seorang sales, tanpa alasan apapun.

Perlambatan ekonomi, perubahan pola konsumsi dan berbagai asumsi mikro maupun makro ekonomi bukan pantangan untuk tidak dapat menjual.

Sales yang bermakna penjualan, memang bermakna langsung, mengarah pada suatu transaksi pertukaran nilai.

Pada posisi penjual, kemampuan terbesar untuk menyakinkan pembeli terkadang lebih mendominasi dibandingkan performa atas kinerja produk yang ditawarkan.

Katakteristik sedemikian, menjadikan sales teridentifikasi dengan asumsi negatif sebagaimana istilah "Salesman is a Liar", penuh manipulasi dan menyembunyikan kebenaran.

Ambigu Perilaku
Sejatinya tantangan terbesar manusia adalah perilaku konsumen itu sendiri. Setidaknya melalui common sense perilaku individu dapat menjadi respresentasi kumpulan.

Apakah Anda merasa nyaman dengan pramuniaga pada sebuah outlet ritel? Pernah berhadapan dengan salesman asuransi atau multilevel marketing?.

Setidaknya 65% merasa risih dengn kehadiran tenaga penjual, dan sekitar 70% tidak mendapatkan informasi yang menarik selama ekspose asuransi ataupun multilevel marketing.

Sementara itu, kasus kehilangan pelanggan dikontribusi 90% karena harga dan 72% diakibatkan oleh rendahnya responsifitas penjual.

Angka-angka tersebut jelas merupakan anomali, pada satu sisi perilaku manusia menunjukkan kehendaknya untuk bebas dari instruksi penjual, tetapi disisi lain konsumen membutuhkan respon layanan yang cepat, bila tidak ingin berpindah ke pesaing lain.

Kerap kali jembatan yang dibuat para penjual adalah manipulatif, menuju terjadinya transaksi.

Pelajaran dari FirstTravel dengan buaian harga termurah, Koperasi Pandawa melalui tawaran imbal hasil investasi nan tinggi diluar kewajaran, hingga Kanjeng Dimas yang dapat menggandakan kekayaan diluar batas nalar adalah bentuk penyimpangan dari kemampuan menjual yang manipulatif dengan mengetahui karakter dasar manusia yang selalu ingin berlebihan.

Padahal penjual, sesungguhnya hanya perlu lebih lama mendengarkan kebutuhan pelanggan untuk dapat merumuskan solusi yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria dan list produk yang dimiliki.

Dalam etika penjual, berbual tanpa fakta adalah kebohongan, sehingga pengetahuan akan kehandalan produk adalah sebuah kewajiban dasar. Termasuk menemukan keunggulan spesifik dibanding pesaing.

Penjual harus mengilustrasikan dirinya dalam frame konsumen, sehingga tidak mencecar tanpa lelah konsumen dengan keterangan produk semata tetapi bersimpati dan memberi solusi bagi kebutuhan konsumen itu sendiri.

Banyak sudah varian penjualan yang dilatih, bahkan dengan menggunakan pendekatan hipnoselling sekalipun telah banyak dikemukakan.

Pada esensi terdalam, penjualan hanya akan terjadi ketika penjual mampu memahami kebutuhan terpenting yang diinginkan konsumen secara kreatif.

Selamat berjualan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun