Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Paskah dan Refleksi Diri Pasca Pemilu

19 April 2019   09:11 Diperbarui: 19 April 2019   19:51 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Croswalk.com

Bukannya tidak boleh mengkritisi hasil kerja pemerintah yang mungkin belum maksimal, hanya saja kita tetap harus mampu memilah antara kritik sehat dan ketaatan pada pemerintahan berjalan itu sendiri. Kritiklah dengan data yang akurat dan juga cara penyampaian yang benar.

Cleanerandlaunderer.com
Cleanerandlaunderer.com
Hanya saja yang terjadi kini bukanlah kritik sehat, melainkan hinaan dan cacian seolah-olah semua yang dilakukan pemerintah salah. Dan jika hal tersebut terus terjadi, bukan tidak mungkin kepercayaan kepada pemerintahan siapapun yang terpilih di masa-masa mendatang akan berkurang.

Dan persis seperti kutipan ayat di awal paragraf, "Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu", semakin menjelaskan bahwa sudah selayaknya kita harus menjadi warga negara baik terlebih dahulu. Tak perlu lah mencari-cari siapa yang patut disalahkan terlebih dahulu. 

Tunduklah pada konstitusi sekaligus mampu menyuarakan aspirasi dengan baik tanpa hinaan, cacian bahkan kekerasan. Niscaya, jika dari diri kita sendiri sudah bisa bersikap baik, masakkan Tuhan tidak mau menolong rakyat lewat hadiah berupa pemerintahan yang baik?

Maafkanlah Tiap Orang yang Membenci Kita

En.tempo.com
En.tempo.com
Sama seperti Kristus yang memaafkan orang-orang yang menyalibkan-Nya, sudah seharusnya kitapun bersikap seperti itu. Memaafkan sebagai wujud berbelas kasih kita, jelas harus lebih diutamakan dari kebencian itu sendiri.

Seorang hamba Tuhan pernah berkata seperti ini, "Belas kasihan meninggalkan tanda yang dalam daripada penghakiman". Maka jelas, senjata paling ampuh untuk meredam konflik itu sendiri adalah memaafkan bukan malah mengakimi yang malah akan menyulut kebencian tak berujung. Sentuhlah hati yang terdalam melalui sikap memaafkan bukan dengan sindiran dan perkataan tak mengenakkan hati lainnya.

Maka dari itu, berhentilah menyebut cebong dan kampret, berhentilah menggiring opini dan membuat narasi yang semakin menyudutkan satu sama lain. Mulailah saling memaafkan dan bersiaplah menuju kehidupan baru, siapapun pemimpin terpilih nantinya.

Penutup

Sootheday.com
Sootheday.com
Tak hanya bagi pembaca, tulisan ini pun sejatinya sebagai pengingat bagi saya yang mungkin secara tak sadar ikut larut dalam "keramaian" jelang Pemilu 2019 lalu. Sudah selayaknya kita hidupkan kembali suasana damai penuh kasih dan toleransi antar sesama dimulai dari minggu Paskah ini. 

Berhentilah bermusuhan dan saling hina hanya karena perbedaan pandangan politik. Mulailah rekonsiliasi dari diri sendiri. Janganlah terus menerus bersungut-sungut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun