Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menilik Eksotisnya Puncak Nirwana Gedong Songo (2)

5 September 2018   14:21 Diperbarui: 5 September 2018   20:54 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bau khas agak busuk menyengat menandakan kalau air dan asapnya bercampur Gas Belerang. Cocok bagi yang ingin berendam dan ingin membersihkan tubuh dari penyakit gatal-gatal. Untuk keperluan itu sudah disiapkan kolam berendam di dekat sumber air panas alami itu.

Sumber Air Panas mengandung Belerang (dok. pribadi)
Sumber Air Panas mengandung Belerang (dok. pribadi)
Candi Gedong III

Sebenarnya saya juga ingin merasakan sensasi berendam di sumber air panas Gunung Ungaran ini. Seperti halnya di dekat tempat tinggal saya, ada Pacet, Cangar dan Songgoriti Batu Malang, yang sangat terkenal dengan sumber air panas alaminya. Namun, niat harus dipendam.

Kuda-kudapun diarahkan menuju rute berikutnya. Jalannya sempit berkelok-kelok. Kembali saya harus waspada. Kali ini jalan benar-benar lumayan bikin ngeri. Biar tahu sensasinya, saran saya kalau ke Gedong Songo agendakan naik kuda ya!

Akhirnya, perjalanan tiba di pelataran terbuka. Di depan kami nampak ada candi-candi mungil yang menyembul di bawah jalan. Komposisinya cantik. Dua candi berjajar menghadap ke Timur (pintunya di arah Timur). Sedangkan bangunan satunya, ternyata pintunya di sebelah Barat. Candi V dan Candi IV, memiliki ciri arsitektur yang sama dengan Candi III. Atapnya bersusun tiga. Makin ke atas makin runcing.

Bedanya, Candi Induk di Candi Gedong III dapat segera diidentifikasi karena ada yang ukurannya besar dan kecil. Candi yang sebelah Utara karena fisiknya paling besar pastilah Candi Induknya. Sedang candi sebelah selatan adalah Candi Perwaranya.

Candi III (dok. pribadi)
Candi III (dok. pribadi)
(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Candi III (dok. pribadi)
Candi III (dok. pribadi)
Begitu selesai dengan urusan jeprat jepret di Candi III, saya pun menuju candi II yang ternyata jalannya menurun. Melihat medan dan rutenya yang turun tajam dan menantang, dengan sopan saya persilahkan tukang Kuda menaiki kudanya. Saya pilih jalan kaki saja untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini saya benar-benar menyerah. "Saya jalan kaki saja pak," sembari menyerahkan biaya sewa naik kuda.

Tukang Kuda dengan ramah tetap membujuk dan mempersilahkan tetap berkuda. Tapi saya sudah tak bernyali. Pak Ali sepertinya sepakat dengan pilihan saya. Artinya, kedua manusia ini pada ketakutan naik kuda jika dilewatkan jalan yang menurun tajam. Apalagi jalannya bukan tanah atau rumput, tapi berupa cor-coran dan paving. Kalau terpeleset.... nggak jadi ke Jakarta lah!

Jalanan ke Candi II turun tajam. Bergidik juga kalau naik kuda (dok. pribadi)
Jalanan ke Candi II turun tajam. Bergidik juga kalau naik kuda (dok. pribadi)
Candi II (dok. pribadi)
Candi II (dok. pribadi)
Maka sambil menikmati pemandangan, kami berdua berjalan santai sambil terkekeh turun ke Candi II. Tukang kuda yang sudah dapat penglaris, sudah hilang dibalik tikungan. Di Candi II, kami dapat informasi dari seorang juru pelihara yang sedang membersihkan areal sekitar candi. Kawasan Gedong Songo ini masuk Desa Candi, Kecamatan Somawono, Semarang, Jawa Tengah. 

Menurut sang jupel, Raflles melaporkan pertama kali keberadaan Candi Gedong Songo ini sekitar tahun 1740. Konon saat awal ditemukan, jumlahnya hanya 7 bangunan candi. Sehingga Raflles menyebutnya Gedong Pitu.

Namun, ekspedisi Calenfels dan Knebel sekitar tahun 1908-1911, menemukan 2 titik tempat kumpulan candi lagi. Sehingga disebut sebagai Candi Gedong Songo. Candi-candi ini diperkirakan di bangun di masa Raja Sanjaya berkuasa di Jawa Tengah. Seumuran dengan candi-candi di Dataran Tinggi Dieng.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Maka, pagi itu, hampir 2 jam saya dan pak Ali menikmati sepoi bayu di Gunung Ungaran. berteman dengan pak Misno dan kudanya. Menjumpai candi-candi mungil peninggalan masa lalu. Begitulah leluhur kita. Membuat bangunan-bangunan suci di lereng-lereng gunung yang sunyi. Tempat untuk menyepi. Bersembah dengan sang penguasa jagat yang diyakininya bermukim di gunung-gunung. 

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun