Mohon tunggu...
WS Thok
WS Thok Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Lahir di Jawa-Timur, besar di Jawa-Tengah, kuliah di DI Yogyakarta, berkeluarga dan tinggal di Jawa-Barat, pernah bekerja di DKI Jakarta. Tak cuma 'nguplek' di Jawa saja, bersama Kompasiana ingin lebih melihat Dunia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berkompasiana Mencegah Demensia

17 April 2016   20:08 Diperbarui: 17 April 2016   20:38 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Demensia adalah penurunan fungsi kognitif otak, sehingga seseorang menjadi pikun, pelupa, tidak bersemangat, sering bertanya hal yang sama dan harus meminta bantuan kepada orang lain.

Menurut Prof Tri Budi W Rahardjo dari Pusat Penelitian Lanjut Usia Universitas Indonesia, penyakit demensia bisa dicegah sejak dini, yaitu sejak dari dalam rahim dengan kecukupan gizi ibu, selanjutnya pada usia anak-anak, remaja dan dewasa dengan tetap tercukupi gizinya, rajin olahraga, serta memiliki kebiasaan membaca, bermain catur atau mengisi teka-teki silang. (Kompas, 7 Juli 2011).

Lebih lanjut Prof Tri Budi mengatakan perlunya keharmonisan. “Orang depresi atau tertekan akan terpengaruh daya ingatnya dan bisa membawa ke arah demensia". Kondisi tertekan membuat seseorang sering melamun dan otak tidak bekerja dengan baik.

Biasanya orang berpikir tentang demensia sudah terlambat, yaitu ketika sudah tua. Itu pun masih lebih baik ketimbang tidak memikirkan sama sekali, yang berarti tidak memikirkan tindakan pencegahannya. Beberapa tetangga saya yang sudah pensiun sepertinya juga berusaha mencegah demensia dengan melakukan beberapa aktifitas. Ketua RT kami sehari-hari mengisi teka-teki silang. Beberapa bapak bermain catur di balai warga, lainnya membaca koran.

Terus terang semula saya tidak berpikir tentang demensia, kesibukan di tempat kerja sungguh menyita pemikiran. Namun mendekati usia pensiun membuat saya perlu mempersiapkan kegiatan pencegahannya.

Aktivitas utama di masa pensiun adalah menstimulus otak. Membaca dan menulis saya rasakan sebagai aktivitas yang baik untuk menstimulus otak. Saya belajar dari para sepuh kompasianer yang aktif menuangkan ide-ide atau pemikirannya. Idenya mengalir dengan deras bak bendungan jebol.

Saat membaca tulisan teman-teman yang menceritakan pengalaman atau masa lalunya, sering membuat saya juga teringat pengalaman atau masa lalu saya. Menurut artikel di Kompas itu, mengingat atau bercerita tentang masa lalu bisa membangkitkan memori dan tetap ada sinyal pada sel-sel otak.

Apalagi saat menulis, kita benar-benar memeras dan memberdayakan otak dengan tujuan tulisan kita bisa bermanfaat, salah satu poin penambah amal untuk bekal di akhirat.

Insya Allah kita (yang masih aktif bekerja) akan pensiun, namun semoga tak pensiun membaca dan menulis. Saya akui Kompasiana bagi saya adalah magnet yang kuat untuk mempertahankan kebiasaan baik itu. Itulah sebabnya saya tak terpikir untuk pensiun dari Kompasiana. InsyaAllah masih lama, karena “masa kerja” saya di Kompasiana kan baru 6 tahun tepat hari ini. (Depok, 17 April 2016).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun