Mohon tunggu...
Wisnu Mustafa
Wisnu Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

pencari cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Tawuran Menjadi Pelajaran Ekstra Kurikuler

24 Februari 2012   07:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:14 2966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1330068307151467163

Melihat gaya anak-anak sekolah jaman sekarang, hati rasanya miris. Tindakan mereka sudah tidak lagi mencerminkan seorang pelajar. Mereka adalah sekumpulan orang-orang liar yang kerapberbuat onar. Beberapa tahun lalu dalam suatu perjalanan pulang. Saya berada dalam bis Miniarta, jurusan kampung Rambutan-Bogor. Disebelah saya duduk seorang ibu dengan anaknya yang masih balita, kondisi bis tak terlalu penuh.

Tak lama berselang, masuk serombongan anak-anak berseragam putih abu-abu. Sebagian memakaibaju werpak warna biru tua. Melihat dandanannya bisa dipastikan mereka adalah anak-anak STM. Belum lama bis melaju, segerombolan anak-anak pelajar dari sekolah lainnya menghadang laju bis. Mereka menghujani bis dengan batu-batu sekepalan tangan. Aku menutupi kepala dengan tas yang kubawa, ibu yang duduk diebelahku kepalanya bocor terkena batu. Penumpang segera berhamburan keluar. Aku berusaha menolong si Ibu yang akhirnya bisa keluar dengan susah payah. Kepalanya bercucuran darah.

Pemandangan berikutnya lebih mengerikan lagi. Mereka membantai siswa yang tadi berada dalam bis. Gir, penggaris besi yang dtajamkan, golok dan bahkan samurai mereka gunakan untuk saling melukai. Seorang siswa tampak sudah bercucuran darah, Tangan kanan nya luka parah kena sabetan golok, kepalanya bocor. Orang-orang disekitar juga tak kuasa menolong. Mereka takut melihat kebringasan anak-anak sekolah ini. Anak yang bercucuran darah itu kemudian jatuh tersungkur. Tawuran baru bubar ketika polisi datang melepaskan tembakan peringatan.

Itu adalah peristiwa sepuluh tahun lalu. Namun Saat ini kondisinyarelatif ridak banyak berubah. Malah semakin merembet ke kota-kota kecil disekitar Jakarta. Tawuran seolah menjadi tren meski seringkali tak jelas apa penyebabnya. Anak yang berani tawuran akan disegani disekolah, sedangkan anak baik-baik akan dianggap “cupu”.

Beberapa bulan lalu daerahku ini sempat menjadi tempat favorit tawuran pelajar. Namun berkat kekompakan warga, tawuran seringkali bisa dicegah. Jika sudah ada sekelompk pelajar yang bergerombol, warga segera mengusir mereka. Tak jarang warga juga akhirnya bentrok dengan anak-anak sekolah ini. .

Pernah suatu waktu kami menggeledahseorang anak sekolah yang kami tangkap ketika tawuran. Didalam tasnya kami temukan, cutter, sebilah golok, dan penggaris besi yang ditajamkan. Di celananya kami temukan ikat pinggang berkepala Gir yang runcing dan satu linting ganja. Buku tulis yang dibawa hanya satu buah. Tak ada tulisan yang berarti dalam bukunya,kecuali coret-coretan dan gambar-gambar tak jelas. Tidak ada buku-buku pelajaran, Kalau cuma coretan seperti ini, perlu dipertanyakanapa saja yang mereka pelajari disekolah?

Seorang warga mengenali anak tersebut. Ayahnya seorang tukang sapu dipasar. Biaya masuk kesebuah sekolah Menengah kejuruan itupun konon didapat dari saweran beberapa pedagang pasar yang memang mengenal bapaknya dengan baik. Berharap anaknya bisa merubah nasib, membawa keluar keluarga mereka dari lingkaran setan kemiskinan. Segala daya dan upaya dilakukan untuk membiayai anaknya sekolah. Namun sayang Uang yang didapat dari tetesan keringat dan air mata inirupanya tidak membuat mereka menghargai perjuangan orang tua mereka.

Korban-korban tawuran sudah tidak terhitung lagi. Banyak dari mereka yang meregang nyawa justru tidak terlibat langsung dalam tawuran. Serba salah juga jika anda menjadi anak sekolah saat ini. Tidak ikut tawuran bisa dimusuhi teman satu sekolah. Alhasil sebenarnya banyak dari mereka yang hanya ikut-ikutan saja. Menjadi anak baik-baik, rajin belajar dan tidak mau ikut-ikutan tawuran tidak menjadi jaminan anak akan aman. Bisa jadi mereka di “eksekusi” ketika bertemu dengan anak dari sekolah lain sepulang dari sekolah.

Orang tua yang mempunyai anak remaja yang saat ini bersekolah seringkali khawatir. Tawuran antar pelajar bukan lagi saling pukul dengan tangan kosong tapi sudah saling melukai dengan senjata tajam. Tawuran dan segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelajarsudah sangat meresahkan..

Tawuran seolah menjadi pelajaran tambahan diluar jam sekolah. Pelajaran ekstrakurikuler jalananyangpastinya tidak akan menunjang karir mereka dimasa depan. Kecuali hanya melahirkan orang-orang berwatak beringas dan berjiwa preman. Tak heran juga jika kekerasan dalam masyarakat semakin hari semakin banyak terjadi.Kekerasan sudah dipupuk dan dilatihsejakmereka berstatus pelajar.

Inilah bibit-bibit kekerasan yang akan mereka bawa ketika mereka hidup ditengah masyarakat. Generasi-generasi yang terbiasa dengan kekerasan akan sangat berbahaya bagi kelangsungan Negara ini. Premanisme yang tumbuh subur saat ini adalah buah dari bibit yang kita semai dan pupuk sejak beberapa puluh tahun lalu.

Perlu dipikirkan cara untuk memutus mata rantai tawuran antar pelajar. Pemusuhan antara sekolah satu dengan sekolah lainnya tak jarang berlangsung sampai beberapa generasi. Jika kita tak mampu menghentikan budaya ini, bersiaplah jika suatu saat negara kita akan dikuasai orang-orang berhati beringas.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun