Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Dugaan Trafficking Anak Ditanjungbalai Pelik Dan Berbelit

11 Januari 2016   00:14 Diperbarui: 11 Januari 2016   00:14 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Begrount/ Tersangka Pelaku Perdagangan Anak/Fhoto Pikiran Rakyat Online"][/caption]Kasus dugaan trafficking (penjualan )anak yang terjadi di kota Tanjungbalai Sumatera Utara, melibatkan seorang Bidan yang berinisial L br S Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Kesehatan Pemerintahan Kota Tanjungbalai Sumatera Utara telah menyita banyak perhatian.

Mulai dari LSM, Anggota DPRD Kota Tanjungbalai, KPAID Cabang Tanjungbalai , sampai kepada praktisi hukum, Kompolnas dan IPW. Yang meminta agar kasus dugaan trafficking ini segera diselesaikan secara professional oleh pihak Kapolresta Tanjungbalai. Karena kasus dugaan trafficking ini prosesnya sudah berjalan hampir lima bulan. Mulai dari bulan Agustus 2015 sampai Januari 2016, namun kasus dugaan trafficking ini masih mengambang di Polresta Tanjungbalai.

Kronologis dari terjadinya dugaan trafficking ini, menurut paparan Ketua LSM Pemberani kota Tanjungbalai Edward Sihotang yang mendampingi Popi Enjelina br Sembiring yang menjadi korban terjadinya trafficking anak ini menjelaskan kepada beberapa media.

Popi Enjelina br Sembiring, penduduk kota Tanjungbalai yang mempunyai seorang suami yang bekerja sebagai nelayan, melakukan persalinan di salah satu klinik swasta yang di kelola oleh bidan L br S. Persalinan anak pertamanya ini dijalani oleh Popi dengan persalinan normal, tanpa operasi. Setelah persalinan, Popi oleh sang Bidan diperbolehkan untuk pulang. Sementara biaya persalinanhya belum dapat dilunasi oleh Popi. Tapi semula hal itu tidak menjadi persoalan. Yang penting proses persalinan yang dijalani ole ibu muda itu dengan selamat.

Popi pun membawa buah hatinya pulang kerumah. Namun berselang beberapa minggu kemudian, setelah Popi dan buah hatinya berada dirumahnya, sang bidan datang menemui popi dirumahnya. Kedatangan sang bidan tentu disambut oleh Popi tanpa ada kecurigaan. Sang bidan menanyakan anak yang dilahirkan oleh popi, dengan dalih untuk memeriksa kesehatannya. Tanpa sedikitpun merasa curiga, popi menyerahkan anaknya kepada sang bidan untuk diperiksa kesehatannya.

Akan tetapi apa yang terjadi, tidak diinginkan oleh Popi, sang bidan menggendong anak yang baru dilahirkan Popi dengan mengatakan bahwa anak itu harus dibawa sang bidan pulang kerumahnya sebagai jaminan biaya persalinan yang belum diselesaikan oleh Popi. “ anak ini harus saya bawa pulang sebagai jaminan untuk biaya persalinan yang belum kalian bayar. Setelah biaya persalinan sebesar Rp 30 juta kalian selesaikan baru kalian boleh mengambil anak ini kembnali “ begitu kira kira perkataan sangbidan kepada Popi.

Sebagai seorang ibu, tentu hati Popi bagaikan teriris iris, mendengar perkataan sang bidan. Matanya hanya meneteskan air yang tak henti hentinya melihat anaknya dibawa oleh sang bidan sebagai jaminan persalinannya. Sebagai seorang isteri yang suaminya bekerja sebagai nelayan, jelas tidak akan mampu untuk menyelesaikan biaya persalinan sampai mencapai Rp 30 juta.

Popi lantas mengadukan hal ini kepada Ketua LSM Pemberani kota Tanjungbalai. Dari sinilah kasus dugaan trafficking anak dikota Tanjungbalai ini terungkap. LSM Pemberanipun menelusuri keberadaan sang anak. Ternyata bayi yang dilahirkan oleh Popi yang disandera oleh bidannya sebagai jaminan pembiayaan persalinan yang belum dibayarkan, tidak berada dikelinik milik bidan L br S. tapi melainkan anak yang tidak berdosa itu telah dijual oleh sang bidan kepada pasangan suami isteri, yang telah lama berumah tangga tapi belum memiliki anak.

Pasangan suami istri itu adalah penduduk berastagi Kabupatren Tanah Karo. Sang bidan menjual anak itu kepada pasangan suami istri ini dengan harga Rp 15. Juta. Hal ini sesuai dengan pengakuan pasangan suami istri ini kepada penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Sat Reskrim Polresta Tanjungbalai, ketika diperiksa sebagai saksi.

Popi, setelah mengetahui bahwa anaknya itu dijual, lantas membuat pengaduan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Sat Reskrim Polresta Tanjungbalai, di damping oleh LSM Pemberani kota Taanjungbalai. Pengaduan Popi memang ditanggapi oleh pihak Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Sat Reskrim Polresta Tanjungbalai. Akan tetapi mirisnya, siibu yang mengadukan bahwa anaknya telah dijual oleh sang bidan, malah dijadikan tersangka oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Sat Reskrim Polresta Tanjungbalai dengan tuduhan Penelantaran anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun