Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekspor Budaya ala Korea Selatan dalam Menggenggam Pasar Dunia

18 Desember 2019   06:46 Diperbarui: 23 Desember 2019   09:03 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana berpose bersama Boyband Super Junior | starsdaily.net

Sayangnya kita lupa, sebelum drakor atau jenis lain produk K-Wave mengguncang dunia, keseharian kita dihibur oleh lenggak-lenggok aktris cantik India, kecantikan oriental aktris China, bahkan seksinya tubuh aktris Hollywood dan Amerika Latin di mana produk opera sabun dan film mereka telah menemani masyarakat dunia sejak lama. 

Kebijakan "ekspor budaya" Korea Selatan melalui produk K-Wave seperti drakor sebenarnya menjadi pelajaran sangat penting bagi bangsa manapun di dunia, seperti soal 'memamerkan' produk anak bangsa dengan bangga sehingga dunia tahu oh ternyata orang Korea Selatan tuh begini dan begitu, sehingga terbangunlah pandangan positif dan prasangka baik manusia dari setiap sudut bumi akan keunggulan Korea Selatan yang nggak dimiliki oleh bangsa lain. Bahkan, Korea Selatan disebut-sebut sebagai "The Silent Super Power"

Oh ya, kalau kita mau membandingkan Korea Selatan dengan Indonesia ya jelas kita menang banyak. Secara geografis, jumlah penduduk, kekayaan alam dan kekayaan budaya kita memang banyak. Korea Selatan itu negara kecil hasil perang saudara Korea pada 1951-1953. Artinya Indonesia dan Korea Selatan sebenarnya menjadi sebuah bangsa merdeka melalui starting point yang nggak jauh beda. 

Misalnya nih, Indonesia dan Korea pernah menjadi negara jajahan Jepang; Korea terpecah menjadi dua karena perang saudara hingga terkungkung dalam rezim diktator anti komunis, yang nggak jauh beda dengan kondisi Indonesia pasca 1965 dalam cengkeraman rezim Orde Baru. Trus, Indonesia dan Korea Selatan sama-sama terjun ke titik nadir saat krisis moneter melanda Asia pada 1997-1998 dan kita tahu bahwa kedua bangsa ini sama-sama bangkit dengan proriotas berbeda.

Produk K-Wave merupakan buah manis dari kerjasama stakeholder Korea Selatan dalam membangun kembali ekonomi bangsa mereka. Alam yang keras karena merupakan negara subtropis, sumber daya alam yang biasa saja, dan jumlah penduduk yang nggak sebanyak Indonesia ternyata membuat Korea Selatan dalam banyak hal mampu melampaui Indonesia yang lebih kaya raya.

Nah, sebagai warga dunia disinilah kita harus jeli melihat produk K-Wave sebagai salah satu hasil kebijakan ekonomi di industri hiburan Korea Selatan alih-alih hiburan semata. Kalau kita malas melakukan analisa soal pengaruh K-Wave pada perekonomian Korea Selatan, kita ambil satu atau dua contoh saja deh. 

Misalnya, booming drakor mempengaruhi peningkatan ekonomi Korea Selatan dari industri makanan dan pariwisata. Cek deh di kota-kota besar di Indonesia dipastikan banyak sekali restoran Korea Selatan berdiri (yang juga secara signifikan mempengaruhi kegiatan ekspor-impor produk perkebunan, pertanian, kelautan dan industri makanan), dan tentu saja tingginya kunjungan wisatawan Indonesia ke Korea Selatan, yang sekaligus menjadi asal muasal perkembangan K-Halal atau Halal-Wave bagi wisatawan Muslim dan komunitas Muslim Korea Selatan.

Nah, apakah sejumlah judul drama dan film yang kuceritakan diatas apakah ada yang sekiranya melanggar norma bahkan nilai agama sehingga berstatus haram ditonton? Sebenarnya, masih banyak drama dan film dengan kualitas sangat bagus, namun nggak harus lah aku sebutkan disini karena nanti tulisan ini terlalu panjang dan membosankan. Intinya, setiap bangsa memiliki budaya yang khas dan unik dari bangsa lain. 

Jangan lupa makan kimchi, biar sehat.
Jangan lupa makan kimchi, biar sehat.
Tugas kita bukan mengambil dan menyerap semua nilai dalam budaya tersebut, melainkan menyaringnya sesuai dengan kebutuhan kita tanpa menaruh benci pada apa yang kita anggap buruk. Bagaimana pun juga, budaya tumbuh bersama proses berkembangnya peradaban manusia, bersama segala sesuatu yang ada didalamnya sebagai buah inovasi dan hasil pikir manusia.

Sebagai seorang Muslim, aku tidak keberatan belajar pada budaya dan bangsa lain, jika memang nilai-nilai yang terkandung didalamnya baik dan membantuku tumbuh dan berkembang. Kekayaan budaya di dunia seyogiyanya diapresiasi karena ia merupakan saksi hidup atas dinamisnya perkembangan dalam peradaban manusia, yang berbeda dengan dunia hewan dan tumbuhan.

Lagipula, dalam masyarakat terbuka seperti sekarang, terutama dengan dukungan internet bagaimana mungkin kita bisa tidak besentuhan dengan budaya bangsa lain? Menurutku, budaya bangsa lain sama kaya dengan budaya bangsa sendiri, karena memiliki sejarah yang unik dalam perkembangannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun