Stigma yang dimunculkan terkait aksi damai 505 adalah menculnya kelompok islam intoleran,radikal,ekstrimis,teroris,fundamentalis yang berusaha merubah dasar negara Indonesia ( NKRI,Pancasila,UUD 45, Bhineka Tunggal Ika ) menjadi model " Khilafah " atau model Negara Islam yang menolak fahà m Demokrasi dsb.
Lepas benar atau salah terkait stigma tersebut,satu hal yang jelas kelompok tsb punya cita cita mulia untuk membawa Indonesia kearah lebih baik.tapi dengan pendekatan yang berbeda.
Artinya ada kesamaan cita cita,yang beda cuma caranya saja,yang jadi persoalan adalah bisakah negara memberi ruang kelompok tsb atau kelompok masyarakat yang lain yang punya kepedulian tinggi untuk Indonesia yang lebih baik???
Saat ini beragam sudut pandang dalam membangun Indonesia kearah lebih baik berujung jadi ajang pertikaian,masing pihak berkeras mempertahankan " ideologinya " disaat yang sama menentang mati matian agar " ideologi/ faham " pihak lain tidak bisa terwujud.
Labelisasi Syiah,komunis,fundamentalis,tradisionalis dsb bermunculan,ujungnya masing pihak merasa paling benar,akibat selà njutnya pertikaian,permusuhan dsb.
Muncul pertanyaan bangsa Indonesia dengan beragam pandangan dalam menyelesaikan persoalan umat harus berakhir dengan pertikaian ataukah bersedia menerima " kemajemukan " sebagai sebuah realitas???dan berangkat dari realitas tersebut masing pihak berusaha cari titik temu dan cari penyelesaiaan??
Titik temunya sudah jelas yaitu sama sama berjuang untuk Indonesia yang lebih baik,yang membedakannya adalah cara untuk mewujudkan cita cita tersebut.
Memberi " ruang " bagi tiap kelompok masyarakat yang punya pendekatan beda dalam selesaikan persoalan umat,berdampak pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat makin meningkat,tentunya perlu dibuatkan " payung hukum/ regulasi " agar beragam pendekatan tersebut tetap dalam bingkai NKRI,Pancasila UUD 45 dan Bhineka Tunggal Ika.
Apakah mungkin???hukum à gama,hukum adat dimasukkan sebagai hukum tidak tertulis,dan masuk sebagai Hukum ADAT,masyarakat diberi ruang jalankan hukum adat tersebut,disaat bersamaan hukum positif bisa " intervensi " bila dipandang perlu.
Intinya adalah negara harus bisa berlapang dada menerima beragam pendapat,mensinergikan segenap potensi yang ada,terkhusus antara hukum tidak tertulis dengan hukum tertulis sangat bagus bagi semua pihak.