Mohon tunggu...
Uci Junaedi
Uci Junaedi Mohon Tunggu... Administrasi - SocialMedia

Social Media Businnes Service

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merdunya "Senandung Ibu Pertiwi" di Galeri Nasional

10 Agustus 2017   12:51 Diperbarui: 11 Agustus 2017   09:16 3256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengangkat tema Senandung Ibu Pertiwi, pameran lukisan koleksi Istana Negara kembali digelar pada 2 - 30 Agustus 2017 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.(KOMPAS.COM/LISA VIRANDA)

Halooo semua, mungkin bagi pencinta lukisan atau barang kesenaian tidak asing mendengar tempat bernama Galeri Nasional. Tapi bagi saya termasuk asing loh, karena saya kira Galeri Nasional itu bertempat di Medan Merdeka Barat (Museum Nasional) tapi ternyata di Medan Merdeka Timur, tempat yang berbeda yang ada di pikiran saya selama ini. Dan jujur saja, baru pertama kalinya sepanjang saya tinggal di Jakarta menginjakkan kaki di Galeri Nasional. 

Oh ya, perlu kita ketahui di Galeri Nasional dalam menyambut peringatan kemerdekaan Indonesia ke-72 menyelenggarakan pameran lukisan Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia dengan tema "Senandung Ibu Pertiwi". Pameran ini diselenggarakan oleh Kementerian Sekretariat Negara dan dibuka mulai 2-30 Agustus 2017

Oke, kembali kecerita saya. Tepatnya kemarin, hari Rabu (9 Agustus 2017) saya dan beberapa blogger serta vlogger mengikuti acara visit ke Galeri Nasional untuk menyemarakkan pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia, acara visit diinisiasi oleh sebuah organisasi independen yang berfokus pada pengembangan revolusi mental dan menjadi lebih mandiri yaitu JADI MANDIRI. Pameran lukisan ini dibuka untuk umum serta gratis, mulai pukul 10.00 sampai pukul 20.00 WIB, pada hari Sabtu dan Minggu Ada tur galeri yaitu pukul 10.00 WIB.

Halaman depan Gedung Galeri Nasional Jakarta|Dokumentasi pribadi
Halaman depan Gedung Galeri Nasional Jakarta|Dokumentasi pribadi
Sebelum kita memasuki gedung pameran lukisan, kita terlebih dahulu diwajibkan untuk mendaftar serta menitipkan barang bawaan seperti jaket, tas, kamera, dan beberapa barang yang dianggap terlarang untuk dibawa ke dalam gedung pameran. Setibanya di gedung pameran pun pemeriksaannya lumayan ketat, mulai dari deteksi oleh metal detector dan beberapa terlihat polisi bersenjata laras panjang lengkap berdiri mengawasi para pengunjung.

Setelah dinyatakan aman, maka kita diperbolehkan untuk masuk dengan didampingi oleh pemandu. Di areal pameran kita tidak dilarang untuk mengabadikan lukisan yang dipamerkan dengan kamera handphone asal tidak menggunakan cahaya atau blitz. Pameran lukisan ini dibagi ke dalam beberapa tema, misalnya saja tema Pemandangan Alam, Hindia Molek, Definisi Indonesia dalam Citraan Keseharian, Kebaya, Mitologi, Spritualitas, dan Religi.

Pemandangan Alam
Pada tema "Pemandangan Alam" ini kita bisa melihat beberapa lukisan mengenai pemandangan alam yang begitu indah, sebut saja lukisan karya Abdullah Suriosubroto dengan judul lukisan "Pemandangan di Sekitar Gunung Merapi", dilukis pada tahun 1930. Tahukah anda bahwa lukisan ini merupakan lukisan yang menjadi cikal bakal dalam menggambar sebuah pemandangan alam pegunungan ketika kita masih sekolah.

Ada juga lukisan yang menurut ceritanya terinspirasi dari pengasingan Bung Karno yaitu lukisan karya Basoeki Abdullah tahun 1942 dengan judul Pantai Flores. Masih banyak lagi lukisan-lukisan indah yang dipamerkan misalnya saja karya Wakidi dengan judul "Senja di Dataran Mahat" tahun 1954, lukisan karya Wenpoer (Terang Bulan, 1950), lukisan Henk Ngantung (Pemandangan di Sulawesi, 1954), Lukisan Raden Saleh (Harimau Minum, 1963) dan masih banyak yang lainnya.

Lukisan Karya Abdullah Suriosubroto (Pemandangan di Sekitar Gunung Merapi ; 1930). Lukisan inilah yang menjadi bahan rujukan ketika kita menggambar pemandangan gunung waktu duduk di bangku sekolah.|Dokumentasi pribadi
Lukisan Karya Abdullah Suriosubroto (Pemandangan di Sekitar Gunung Merapi ; 1930). Lukisan inilah yang menjadi bahan rujukan ketika kita menggambar pemandangan gunung waktu duduk di bangku sekolah.|Dokumentasi pribadi
Hindia Molek
Lukisan pada tema ini bercerita pada awal abad ke-20, banyak pelukis Eropa datang untuk melukis keindahan Hindia Belanda dan keeksotisannya. Adapun gaya lukisan ini pemandangan/lansekap. Beberapa lukisan yang terdokumentasi oleh saya di antaranya lukisan karya Carl Lodewijk Dake Jr. dengan judul Pura di atas Bukit, pelukis dari Indonesia S. Toetoer dengan judul "Di Sungai Ciliwung", Renata Cristiano (Keluarga Nelayan, 1958) dan masih banyak yang lainnya.
Lukisan karya S.Toetoer (Di Sungai Ciliwung ; Na )|Dokumentasi pribadi
Lukisan karya S.Toetoer (Di Sungai Ciliwung ; Na )|Dokumentasi pribadi
Definisi Indonesia dalam Citraan Keseharian
Tema ini menunjukan berbagai kecenderungan pencarian Indonesia pada seni lukis indonesiatahun 1950-an. Menurut seniman Basuki Resobowo menyatakan bahwa keindonesiaan tidak harus muncul dari penggambaran seni-seni lama (seperti arca dan candi) tetapi lebih kepada alam pikiran dan masalah-masalah sosial suatu masyarakat. Kecenderungan berefleksi pada kondisi masyarakat dengan kuat terlihat pada lukisan karya Tino Sidin dengan judul "Ketjintaan" tahun 1963, dan beberapa lukisan karya pelukis lainnya sebut saja karya Kartono Yudyokusumo dengan judul "Bertamasya ke Dieng", lukisan karya Ries Mulder dengan judul "Pendjual Ayam" tahun 1940 dan beberapa lukisan lainnya.
Lukisan karya Kartono Yudhokusumo (Bertamsya ke Dieng ; 1949)|Dokumentasi pribadi
Lukisan karya Kartono Yudhokusumo (Bertamsya ke Dieng ; 1949)|Dokumentasi pribadi
Kebaya
Pada tahun 1827 Pemerintah Kolonial Belanda menetapkan bahwa penduduk harus berpakaian sesuai dengan latar belakang etnisnya. Hal ini tentu untuk mempermudah identifikasi golongan sosial dan seseorang dan juga menunjukan hegemoni pemerintah. Kebaya ini dapat digunakan oleh perempuan dari tiga etnis pribumi, Tionghoa dan Belanda (Cristine Claudia Lukman, Yasraf Amir Piliang, Priyanto Sunarto, 2013).

Kebaya tidak hanya sebagai atribut keseharian, akan tetapi menjadi elemen yang sering ditemui pada lukisan koleksi istana kepresidenan Republik Indonesia. Misalnya saja lukisan karya M. Thamdjidin dengan judul "Wanita Berkebaya Hijau" tahun 1955, lukisan karya Frida Holleman dengan judul "Menunggu Hidangan" dan beberapa lukisan wanita berkebaya lainnya.

Lukisan Karya M. Thamdjidin (Wanita Berkebaya Hijau ; 1955)|Dokumentasi pribadi
Lukisan Karya M. Thamdjidin (Wanita Berkebaya Hijau ; 1955)|Dokumentasi pribadi
Mitologi
Di pameran ini ada 2 lukisan yang bertemakan mitologi karya dari Basoeki Abdullah yaitu lukisan "Gatotkaca dan Anak-anak Arjuna Pergiwa dan Pergiwati", dan lukisan "Nyi Roro Kidul". Basoeki Abdullah adalah seorang pelukis yang cukup sering mencerminkan kepercayaan lokal melalui penggambaran kisah pewayangan dan mitos khusunya yang barsal dari Budaya Jawa.secara khusus, presiden pertama Repubik Indonesia Seoekarno memesan lukisan dengan kisah dari dunia pewayangan untuk istana merdeka.

Lukisan "Gatotkaca, Pergiwa dan Pergiwati" hadir sebagai putri-putri yang diselamatkan oleh gatotkaca, sedangkan pada lukisan "Nyi Roro Kidul" hadir dengan sudut pandang yang berbeda dengan penggambaran modern: menggunakan gaun malam dari sutera dan kalung mutiara, layaknya mode kelas atas di periode tersebut, dan menurut mitosnya lukisan ini beraroma mistis (waalau alam bi shawab), yang menjadi pertanyaan saya adalah siapa yang menjadi model dalam melukis "Nyi Roro Kidul".

Lukisan Karya Basoeki Abdullah (Njai Roro Kidul ; 1955)|Dokumentasi pribadi
Lukisan Karya Basoeki Abdullah (Njai Roro Kidul ; 1955)|Dokumentasi pribadi
Spritualitas dan Religi
Dalam seni rupa lama indonesia seni tidak selalu berhubungan dengan realita, tapi erat kaitannya dengan religi. Lukisan koleksi istana kepresidenan Republik Indoensia, banyak menyimpan kecenderungan tema-tema spritualitas dan pengalaman religius, sebut saja lukisan karya Ida Bagus Poleng dengan judul "Sesadji Dewi Sri" tahun 1953, lukisan karya Basoeki Abdullah dengan judul "Djika Tuhan Murka" tahun 1949-1950, lukisan karya Walter Spies dengan judul "Bertapa di Candi Tebing Bali Abad Kesebelas" tahun 1930 dan tentu masih ada lagi beberapa lukisan lainnya.
Lukisan Karya Basoeki Abdullah (Djika Tuhan Murka ; 1949-1950)|Dokumentasi pribadi
Lukisan Karya Basoeki Abdullah (Djika Tuhan Murka ; 1949-1950)|Dokumentasi pribadi
Akhirnya selesai juga saya menelusuri koleksi lukisan istana yang dipamerkan dengan tema "Senandung Ibu Pertiwi" di Galeri Nasional. Lukisan-lukisan yang selama ini tersimpan di istana negara dan hanya dinikmati oleh orang istana saat ini mulai dari tanggal 2-30 Agustus 2017 dipamerkan untuk umum dan tentunya bersifat gratis, sayang sekali bagi kita orang awam apalagi bagi pecinta lukisan tidak mengunjungi galeri nasional. Ayo ke galeri nasional, semarakkan pameran lukisan koleksi istana kepresidenan Republik Indonesia. Salam Kompasiana.

Foto semua koleksi pribadi.

Jakarta, 10 Agustus 2017.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun