Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Terakhir di NTT

15 September 2017   14:23 Diperbarui: 15 September 2017   14:28 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan untuk mencari cerita untuk dituliskan berlanjut ke Pulau Adonara, Flores Timur. Perjalanan ke Adonara tidak terlampau jauh dari Larantuka. Namun banyak beredar berita bahwa terkadang di antara laut ini kerap terjadi pusaran misterius.

Kendati gak sejauh perjalanan lalu ke Solor, namun perjalanan ke Adonara lebih berbahaya karena arus misterius yang bisa menenggelamkan perahu. Makanya perlu hitungan waktu untuk menyeberang ke sana.

Adorana sama seperti pulau di sekitar Flores lainnya. Mungkin kata orang kota disebut tertinggal karena aksesnya sulit, masih banyak hutan, listrik dan sinyalpun tidak terjamin keberadaanya. Tapi tahukah kamu, dari pulau-pulau di Flores ini kita bisa menemukan makna keberagaman sebenarnya. Mungkin menemukan Indonesia seutuhnya.

Ya meski gue memakai jilbab sebagai identitas Muslim gue, namun mereka benar-benar menghormati gue. Menyediakan tempat salat, mengusir anjing yang saya takuti, tanpa melihat kalau gue bukan bagian dari mereka secara agama.

dokpri
dokpri
Ok, balik lagi ke topik. Kalau di Pulau Solor kita harus naik mobil pikap untuk menuju pusat pemukiman, di Adonara kita udah disediakan ojek yang sopirnya anak-anak semua. Dari wawancara singkat gue, si pengemudi rupanya baru pada pulang sekolah dan sekolahnya berada di beda kecamatan. Di sana sekolah hanya bisa dihitung jari. Sedih kan, beberapa harus berkorban waktunya hanya untuk pergi ke sekolah. Jadi kurang bersyukur apa, buat kita yang sekolah di Jakarta dengan segala kenyamanan. Masih belagu?!

Di sana gue ketemu ketua RW salah satu desa. Meski cuma ketua RW, dia banyak memberi inspirasi. Dia adalah salah satu pemonitor para TKI swadaya di Malaysia. Meski berada di pelosok, dia selalu rajin menyapa warganya yang jadi TKI melalui Facebook. Cerdik bukan!

Jangan kamu kira ini cuma perihal sepele karena dia harus menyebrang pulang supaya dapat sinyal dan mengecek kabar dari warganya melalui facebook. Perjuangan banget kan. Pak RW ini juga paling kritis saat banyak guru di tempatnya bekerja melakukan pungli. Hmmm....

Selama kita mengobrol, sang istri sibuk memasak. Dan ya mereka menunjukan personifikasi Indonesia kental banget, seperti ramah dalam menerima tamu. Hingga akhirnya, kita bisa bersantap jagung titi sebagai pengganti nasi lengkap dengan sayur bening dan ikan, Hmmmm enak.....

Sepengelihatan gue di sana ada yang unik. Banyak rumah di NTT menaruh sound system dan speaker bersar-besar di depan rumah mereka. Usut punya usut orang NTT gemar berpesta dan menyalakan musik besar-besar. Mereka bangga kalau mereka bisa nyalain musik segede-gedenya. Lucu ya.

dokpri
dokpri
Keesokan harinya kita naik ke daratan tinggi di Larantuka. Jalan berkelok hampir membuat gue mabok tapi sesampai di sana, bergabung dengan wartawan lokal, gue langsung disambut sama lucunya anak-anak yang lagi manjat-manjat pohon beringin. Lucu banget, gue jadi kangen masa kecil dan emang aktivitas kayak gini udah jarang banget di Jakarta. Bahkan enggak ada kali.

Langsung deh tancap gas ikutan naik-naik sambil ketawa-tawa sama anak-anak abis itu malah enggak bisa turun. hahahaha.,... untung ada wartawan yang karakternya emang laki banget, langsung aja rekan wartawan itu menyediakan tubuhnya untuk menopang saya wkwkwkwk.... gentle abis.

dokpri
dokpri
Selesai dari kumpul-kumpul di forum desa, pulangnya kita menyempatkan foto-foto barenga-bareng di salah satu tebing. Wah seger banget pokoknya dan emang keliatan indah banget apalagi sama orang-orang yang seru.

dokpri
dokpri
Kita juga mampir ke dermaga untuk menikmati sunset dan ternyata lagi mendung. Namun enggak buat keindahannya hilang, Malah kita bisa foto-foto ala ala video klip gitu hahahha.... siapa dulu yang foto. Sayang banget klo orang yang udah ke tempat bagus tapi fotonya ga bagus. Gue suka misuh-misuh kalau tempatnya bagus tapi foto orangnya lebih gede daripada foto pemandangannya hahaha... klo selfi gitu mah di rumah juga bisa orang isinya muka lu semua hahaha

dokpri
dokpri
Pulangnya udah ditutup cantik dengan pelangi. Wah gimana gak kerasa komplit bgt kan perjalanan ini. Hmmm...

Kita juga sebagai Indonesia harusnya belajar dari pelangi yang berwarna warni menyatu, melengkung memberi pesona bagi orang  yang melihatnya. Kita Indonesia juga beda-beda dan harusnya belajar menyatu dalam perbedaan dan membuat orang terpana melihatnya.  Hiks....

Kembali ke Kupang

Sudah saat saya sama teman-teman jurnalis balik ke Kupang. Keesokan harinya kita sudah harus pulang. Godaan untuk extend di daerah paling cantik ini menggedor gedor relung hati saya (cieileh), karena akan amat sulit lagi saya ke sana. Apalagi saya pengen banget nyebrang ke lembata yang juga punya pemandangan tak kalah bagus. Ada juga Danau Kalimutu sampai Manggarai yang suka ada di website dunia.

Sesampainya di Kupang udah letih banget 9 hari ini, harus penuhin undangan DPRD lagi untuk dengar pendapat soal TKI ilegal ini. Mencoba semangat, untung teman-teman jurnalis yg bareng asyik asyik bisa jadi tempat curhat (lho kok!).

Habis selesai acara kita gak mau ngelewatin episode beli oleh-oleh yang cukup nguras kantong karena beli kain ikat NTT lumayan mahal. Tapi mana tega lu nawar rendah sama pedagangnya karena tahu gimana susahnya bikinnya dan gimana lu bantu mereka dengan beli produk kain ikat.

Kemudian dengan baik hatinya, driver kita nganterin ke wisata di dekat situ gara-gara gue komporin untuk bisa kemana gitu di akhir terakhir. Dan sampailah kita di air terjun  Oenesu. yang letaknya lumayan terpencil dan gak terurus. Kasihan! padahal air terjun ini lumayan jernih dan bersih, beberapa pemuda juga cliff jump di sini. Asyik banget tapi karena enggak bawa baju, mikir2 deh buat nyebur.

dokpri
dokpri
Di sini kita bisa naik ke beberapa tingkatnya. Tenang aja, batunya enggak licin kok. Setelah puas main-main dan dapet foto keren, akhirnya kita balik dan keingetan kembali klo kita sebenarnya sudah capek banget. Sore di hotel saya langsung tepar dana entah kenapa sedih banget hati karena besoknya harus pulang dan ternyata ini firasat kalau ternyata ibu dari orang terdekat saya meninggal. Hiks

Bagaimana pun saya merasa beruntung pernah menginjakkan kaki di sini. Di tempat yang bagi banyak orang disebut 'kepingan surga Indonesia'. Jadi jangan sayang sama uangmu buat pergi ke sini. Dijamin enggak nyesel!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun