Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Menara Kecil di Mimpiku

23 Juni 2019   09:07 Diperbarui: 23 Juni 2019   20:11 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: fanonfall.fandom.com

Di kepalaku, akan tumbuh sepasang angan-angan yang setiap ujungnya saling memeluk. Melahirkan lingkaran yang saling  menyatukan, yang membuatku selalu berputar, lelah dan terbiasa dengan kesia-siaan.

Di tengah-tengahnya, sebuah menara ingin dibangun tetapi tidak seperti yang ada di pikiranmu: dibuat serupa pesolek yang terlatih bersedih di saat gembira, tertawa ketika sedang berduka lara; terlatih menebarkan ketakutan dan menyamarkan keberingasan.

Dia membujuk setiap mata yang hidup di bawahnya, terpesona dan selalu ingin pergi kesana, berfoto-foto, mengungkapkan cinta atau bunuh diri! Semua dengan sukarela, dengan hati yang bergegas-gegas. Menyerupai candu, dia menciptakan kepatuhan dari pilihan-pilihan yang telah disediakan.

Sungguh pesolek yang anggun dan berbahaya, seperti lakon para bangsawan dari zaman penuh pengumuman, upacara-upacara, penjaga ketertiban dan khotbah moral dimana-mana. Zaman tenang dengan pentungan mengintai di setiap tikungan.

Menara di jalan yang kelak tumbuh di kepalaku tidak begitu. 

Dia tidak tumbuh lalu membesar di tengah, tidak menjadi pusat. Dia juga tidak akan tahu caranya merayu apalagi menciptakan kepatuhan-kepatuhan yang membuat orang banyak hanyalah kerumunan penjumlahan jiwa-jiwa kerdil. Yang takut sendiri, terlebih harus bersedih.

Dia tidak lebih tinggi dari tiang lampu di depan pos ronda yang sepi, tidak lebih jauh dari jendela kamarku yang terlalu sering merapikan kemalangan-kemalangan. Dia mungkin akan sendiri tapi tidak pernah akan membesar.

Dia juga bukan Mercusuar, bertahan di bawah terik dan hujan badai di depan samudra yang melatih manusia tak hancur dimakan ketiadaan dan pasang surut. Tidak, dia tidak dibangun untuk menyelamatkan hidup orang-orang. Tidak begitu di mimpiku.

Dia hanya seperti rumah pohon di hutan terakhir yang tersisa. Atau di sebuah pojok yang dilupakan oleh hingar bingar yang melelahkan. Diabaikan oleh tubuh yang tergesa-gesa dan pikiran yang dipenuhi jam kerja.

Dia hanya menara kecil yang menyembunyikan kesedihan. Tempat aku mengenang seseorang yang selalu menuntut dicintai tapi bukan denganku. Seseorang yang melatih dirinya menjadi menara.

Dan kini hidup sebagai pusat dari kesadaran di kepalamu.  

[Petai, di antara Hujan Bulan Juni] 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun