Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Narasi "Joy", Pergulatan "Single Mom", dan Kemenangan Matriarki

22 Desember 2017   12:25 Diperbarui: 22 Desember 2017   16:52 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jennifer Lawrance sebagai Joy | Daily Mail

Masa lalu(ku) adalah segala yang gagal diwujudkan. Maka jika kau tidak pernah benar-benar berdamai dengannya, masa depan menjadi terbuka bagi daftar penyesalan. Mungkin trauma. Mungkin sumpah serapah. Bahkan, mungkin tak akan sempat kau jalani. Keduluan memilih bunuh diri.

Akan tetapi Fernando Pessoa, pemilik kata-kata yang di-bold itu juga pernah bilang, "Kalau elu kagak mampu hidup sendiri, selanjutnya lu bakalan terlahir sebagai budak!" Pessoa, seorang penyair Portugal modern yang konon berkarya dengan narasi yang rada-rada suram. Dus, sesudah mengutip Pessoa, selanjutnya soal apa?

Sebab 22 Desember adalah Hari Ibu, pertama-tama, selamat merayakan hari Ibu, kepada seluruh ibu atau yang segera menjadi ibu. Kedua, kita akan melihat sebuah ideal ibu lewat produksi budaya layar (Screen Culture). Lewat film, persisnya.

Film berjudul Joy, yang diperankan Jennifer Lawrance, Robert De Niro, dan Bradley Cooper. Dari film yang dirilis tahun 2015 ini, Jennifer Lawrance masuk dalam nomasi Best Actress untuk Academy Award dan memenangkan Golden Globe Award sebagai aktris terbaik untuk kategori film musikal atau komedi. Demikian keterangan dari wikipedia.

Joy berkisah anak perempuan yang sejak kecil telah menampakan bakat dan antusiasme terhadap penemuan dan perubahan. Saat yang bersamaan, ia juga menghadapi kehidupan keluarga yang berantakan. Ayahnya bercerai dengan ibunya. Ayahnya memiliki usaha perbengkelan yang sepi dan sang ibu kebanyakan membunuh waktu di depan sinetron.

Joy yang cantik dan cerdas menikah dengan penyanyi kelas kafe yang hanya menambah kemelaratan. Setelah memiliki sepasang anak, hidupnya makin terpuruk. Joy memilih bercerai namun tetap serumah dengan suaminya. Ayahnya yang bertualang asmara kembali pulang ke rumah sesudah dicampakan perempuan yang memaksanya menceraikan ibu Joy.

Dalam rumah yang sesak dan miskin itu, hanya Joy seorang yang bekerja. Beruntung, ia memiliki seorang nenek yang percaya bahwa Joy akan mencapai hal-hal luar biasa dalam hidupnya. Nenek yang bertindak sebagai penjaga kepercayaan diri dan antusiasme Joy. Nenek yang percaya, pada Joy, keberhasilan kuasa matriarki akan terwujud.

Kemenangan kuasa matriarki yang dibayangkan neneknya dipicu dari peristiwa sepele. Tumpahan anggur merah pada lantai jati sebuah kapal, Joy harus membersihkan noda dan sisa beling yang membuat tangannya terluka. Joy lantas merancang sebuah alat ngepel yang praktis dan membangun kerjasama dengan pacar baru ayahnya, seorang janda milioner.

Penemuan akan alat pel yang praktis ini kini menghadapi tantangan pemasaran. Bagaimana membuatnya laku keras agar biaya yang sudah diinvetasikan bisa kembali dan keuntungan bisa diraup. Hal yang tidak mungkin diraih dengan segera karena Joy yang amatir harus berurusan dengan sistem bisnis yang bukan saja asing namun tumbuh oleh persaingan saling memangsa. Termasuk di dalamnya menghadapi konflik hak paten dan ketidakpercayaan jaringan televisi QVC yang mempromosikan produknya. Sempat beberapa dipaksa kalah bahkan dipaksa menandatangani pernyataan bangkrut oleh ayah dan kekasih ayahnya. Joy menolak menyerah!

Joy melewati semua ini, menghadapi serta menaklukan pesaing-pesaingnya dan menjadi perempuan dengan kekuasaan bisnis yang terus membesar. Di akhir kisah, Joy digambar hidup seolah Don Vito Corleone: kaya raya dan tetap merawat keluarganya, mengelola kekuasaan bisnis secara terpusat serta tetap membuka diri bagi inovasi-inovasi yang dimunculkan ibu rumah tangga biasa seperti masa lalunya.

Joy telah menjadi Godmother.

***

Cerita Joy atau bagaimana "kuasa matriarki bekerja mencapai kesuksesan" sejatinya mewakili semangat zaman. Yakni tentang kemunculan perempuan-perempuan inovatif, berjiwa usaha tinggi dan menjadi berpengaruh dalam dunia bisnis. Perempuan seperti Joy yang memulai dengan menemukan produk rumah tangga yang dekat dengan hidup sehari-hari perempuan. Produk yang ramah lingkungan domestik.

Cerita seperti ini mengingatkan pada perempuan bernama Neha Juneja (29 tahun). Juneja adalah pendiri dari Greenway Grameen Infra's Smart Stove. Kisah sukses Neha dimulai dari penemuan kompor masak. 

Mengutip laman yourstory.com, penemuan ini dihadapkan dengan fakta di India, 850 juta orang memasak dengan bahan bakar biomassa padat, seperti kayu bakar, kotoran sapi dan limbah pertanian dengan pembakaran terbuka atau kompor lumpur tradisional yang sangat tidak efisien.

Praktik seperti ini, menurut The Indian National Initiative for Advanced Biomass Cookstoves, menyumbang lebih dari empat persen gas rumah kaca. Faktanya, polusi udara dari rumah tangga adalah pembunuh terbesar kedua di India yang menghasilkan 1,04 juta kematian prematur langsung pada tahun 2010.

Neha Juneja menemukan kompor yang membantu menghemat bahan bakar hingga 70 %, mengurangi emisi berbahaya (sekitar 5,2 ton CO2 per kompor) dan mengurangi waktu memasak perempuan. Kompor masak yang dibuatnya juga berkarakter portable. Dengan bahasa lain, penemuannya memindahkan praktik tradisional keluarga pedesaan. Menghindarkan dari polusi udara rumah tangga yang mematikan dan ikut berkontribusi dalam usaha menekan laju emisi. 

Laman theguardian.com menceritakan, jika kesuksesan Juneja dicapai dengan prinsip sederhana yakni menghabiskan waktu dengan perempuan pedesaan untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan mereka secara langsung. Hasilnya adalah produk yang tidak berkinerja efisien di laboratorium namun sangat sesuai dengan praktik memasak lokal. Dia juga menunjukkan menjadi wanita yang menjual produk yang diranccang untuk sesama wanita dapat menjadi keuntungan yang positif--persis cerita si Joy!

Joy memang bukan kisah Erin Brockovich (2000) yang dibintangi oleh Julia Roberts. Film yang berakar dari kisah nyata seorang singlemother melawan perusahaan Pacific Gas and Electric Company. Atau, dalam kamus Social Movement, Erin adalah narasi kaum perempuan melawan kejahatan kapitalisme energi. Namun Joy, dalam tampilan "yang lebih liberal", tetaplah narasi perempuan yang lebih berani menghadapi situasi-situasi terpuruk dengan nyali menyala-nyala. Sekaligus seorang ibu yang menempuh segala macam resiko demi menolak "terlahir sebagai budak".

Kuasa matriarki yang diperankannya adalah realisasi cintanya pada keluarga, perlawanan terhadap kemiskinan, dan kepercayaan diri yang kuat akan mimpi-mimpinya sekaligus menghalau jejak traumatik dari kegagalan-kegagalan sebelumnya. Dan kita tahu, Joy hanyalah secuil narasi dari lebih banyak riwayat luar biasa perempuan yang memilih menjadi single mom namun tak terceritakan. Kisah mereka seperti membenarkan peringatan Fernando Pessoa di atas. 

Kalau elu gak berani sendiri, lu bakal terlahir sebagai budak!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun