Mohon tunggu...
Tulus Barker Naibaho
Tulus Barker Naibaho Mohon Tunggu... Keliling Indonesia -

Traveller. Bercita-cita menjadi penulis dan menetap di London. IG @tulus182 youtube.com/tuluss182

Selanjutnya

Tutup

Bola

Uang (Akhirnya) Mengendalikan Sepakbola

5 Agustus 2017   09:51 Diperbarui: 5 Agustus 2017   10:01 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia sepakbola masih heboh dengan 'Mega Transfer' Neymar, Jr. yang membuat PSG membuat rekor transfer yang sekiranya akan sulit untuk dilewati. Bahkan harga Neymar mampu membayar 12.000 lebih karyawan di Jakarta.

Menilik aturan Financial Fairplay, harga melambung Neymar sangat tidak masuk akal dan menciderai sepakbola.

Bahkan klub tertua di dunia, Sheffield FC melayangkan kritik keras terkait transfer Neymar ke PSG.

Sheffield FC melayangkan kritik lewat sebuah surat yang diposting akun akun twitter @mikeminay, yang intinya dalam surat yang ditujukan kepada Neymar dan PSG tersebut, Sheffield menyebut bahwa sepakbola bukanlah sekadar uang dan ketenaran. Lebih dari itu, sepak bola adalah simbol persatuan dari seluruh orang yang ada di dunia.

tangkapan layar dari @mikeminay
tangkapan layar dari @mikeminay
Beberapa pelatih kelas dunia pun mengomentari transfer Neymar tersebut. Seperti Arsene Wenger, pelatih Arsenal ini mengatakan kalau harga fantastis Neymar sudah merusak sepakbola. Ia beranggapan bahwa sepakbola bukanlah soal uang, tapi sinergi antara fans, keluarga, klub, pemain, dan budaya. Sepakbola bukan soal bisnis dan uang, terlepas dari industri sepakbola Eropa yang menggiurkan.

Boleh jadi taipan Timur Tengah tidak mempersalahkan harga selangit yang dipatok Barcelona untuk menangkut Neymar. Tapi para juragan minyak Timur Tengah memandang sepakbola dari sisi bisnus, dan mungkin dengan hadirnya Neymar bisa mengangkat performa PSG, dan PSG bisa jadi ladang bisnis dan uang, yang bakal menancapkan kakinya di wilayah Asia, Afrika, seperti yang sudah dilakukan oleh klub-klub asal Inggris, Italia, dan Spanyol. Karena jika dilihat memang League 1 Prancis masih kalah mentereng ketimbang liga Inggris, maupun Serie A di Italia.

Tapi jika kita mencermati komentar Juergen Klopp, yang mengatakan bahwa Financial Fairplay dibuat hanya untuk memberi saran kepada klub-klub kaya, bukan sebuah regulasi dan aturan tegas. Klopp benar dalam hal ini. Tengok saja, sebelum Neymar, harga-harga transfer pemain sepakbola juga terbilang tidak masuk akal. Kita tentu masih ingat betapa mahalnya harga Pogba, Lukaku, dan pemain-pemain Eropa di klub-klub kaya.

Belum lagi beberapa waktj ke belakang, kita dikejutkan oleh ekspansi pemain-pemain Eropa ke Liga China, dengan harga transfer selangit, dan gaji pemain yang selangit pula, yang dalam sekejap merubah wajah sepakbola China di mata dunia.

Tapi jika kita berkaca pada prestasi, tentulah China belum sebanding dengan Jepang maupun Korea Selatan. Laku pertanyaannya, apakah Jepang dan Korea Selatan menggunakan cara China dalam membangun sepakbolanya?

Jawabannya "Tidak".

Jepang dan Korea Selatan tidak membuang uangnya untuk membeli satu atau dua pemain saja. Mereka lebih memanfaatkan uangnya untuk membangun sepakbola. Mereka melakukan pembinaan pemain, menanamkan sepakbola sejak dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun