Mohon tunggu...
TONI PRATAMA
TONI PRATAMA Mohon Tunggu... Administrasi - Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Daerah Bangka Selatan

Saya mulai fokus menulis sejak tahun 2023 dengan menerbitkan 2 buku solo dan belasan buku antologi. Salah satu karya saya berupa novel diterbitkan penerbit Bhuana Ilmu Populer (BIP) Gramedia Group. Prestasi yang pernah saya raih yaitu juara 1 lomba menulis cerita rakyat yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Arsip Bangka Belitung tahun 2023. Menulis dan membaca tentu menjadi kegiatanku saat waktu luang. Semoga bisa terus berkarya, karena ada kalimat yang sangat menginspirasiku: JIKA KAMU INGIN MELIHAT DUNIA MAKA MEMBACALAH, JIKA KAMU INGIN DILIHAT DUNIA MAKA MENULISLAH!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luka Itu Menganga

11 Mei 2024   21:06 Diperbarui: 11 Mei 2024   21:09 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luka Itu Menganga

Oleh: Toni Pratama

"Tega kamu, Bang! Anak kita baru lahir 40 hari, kamu sudah selingkuh!" teriaknya kepada suaminya yang hanya bisa diam mematung seribu bahasa. Bahkan kata "maaf" pun sulit terucapkan.

Ia baru saja memergoki sang suami berduaan dengan seorang wanita di kebun lada milik keluarga mertuanya. Hancur hatinya harus menghadapi kenyataan yang tidak pernah terduga sebelumnya. Suaminya terlihat berperilaku halus budi bahasa dan sangat mencintainya. Tak disangka, di balik kelembutannya, suaminya tega mengkhianatinya. 

Namun, apa daya dirinya hanyalah wanita biasa dari kalangan tidak mampu. Di rumah itu hanyalah menjadi bulan-bulanan sang mertua yang menganakemaskan putra tunggalnya. Walaupun sang suami yang berbuat salah, getahnya tetap tertuju pada dirinya.

"Hei, Wanita Miskin! Beraninya kamu membentak putraku! Aku saja sebagai ibunya tidak pernah memarahinya. Tidak tahu diri!" sang mertua langsung menampakkan taringnya bagai singa tersulut amarah.

Dia hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang malang.

"Aku bilang DIAM...! Diam...! Suara tangismu membuat semakin sial rumah ini!"

Bentak mertuanya sambil merobek kedua belah bibirnya dengan dua jari telunjuk. Beberapa tamparan juga mendarat di pipinya. Sakit yang dirasakan menjalar sampai ke relung hati. Ia sangat terhina diperlakukan seperti seekor binatang yang tiada harga diri. Isak tangis tidak cukup mewakili luka hatinya yang tersayat oleh kata-kata kejam seorang mertua.

"PERGI....! Bawa anakmu itu! Sejak awal memang tidak pantas kamu berada di rumah ini! Dasar orang miskin yang menjijikkan!"

Senja baru saja menyelubung langit kota Toboali. Hari nan pilu itu tanggal 8 Juli 1978, tepat 40 hari kelahiran putra pertamanya. Ia memeluk erat jabang bayinya yang masih tertidur lelap. Sambil membawa sebuah tas hitam, terseok-seok ia melangkah keluar dari rumah "orang kaya" itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun