Mohon tunggu...
Toha Mahsun
Toha Mahsun Mohon Tunggu... -

pendidikan Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebijakan Pendidikan Nasional dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Agama Islam

29 Oktober 2014   18:39 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 12084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering



MAKALAH

PENGARUH KEBIJAKAN NASIONAL PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Diajukan Guna memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Komprehensif

Dosen Pengampu :

Tim Dosen

Oleh :

Toha Makhshun

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNISSULA

2012

A.PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah

Manusia membutuhkan pendidikan untuk menjalani kehidupannya. Pendidikan memberi bekal manusia untuk menjalani kehidupan menjadikan dewasa dengan dapat menentukan hal yang baik dan benar, dan menjalani tugas untuk belajar sepanjang hayat. Tujuan pendidikan tersebut untuk mengarah pada menjadikan manusia lebih baik. Pendidikan berproses berdasarkan landasan yang memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan tersebut.

Salah satu landasan tersebut adalah landasan pendidikan yang menentukan secara teratur rencana yang ditentukan untuk pencapaian tujuan. Suatu landasan kebijakan pendidikan berarti adalah suatu dasar keputusan untuk melakukan sesuatu dari stakeholder yang merancang aturan pencapaian keputusan pendidikan. Landasan kebijakan pendidikan tersebut menjadi acuan langkah dalam melaksanakan pendidikan. Kebijakan yang diputuskan telah dipertimbangkan dan disusun denga hati-hati dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidkan yang lebih baik. Setiap kebijakan pendidikan juga akan berubah seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi bahkan ada perubahan kebijakan yang bersifar reformatif.

Menurut John Dewey dalam Tilaar menyebutkan Education is the fundamental method of social progress and reform. All reforms wich rest simply upon the enactment of law, or the thereathenig of certain penalties, or upon changes in mechanical or autward arrangements, are transitory and futile(Tilaar, 1999). Pendidikan adalah metode dasar kemajuan sosial dan reformasi. Semua reformasi yang sisanya hanya pada berlakunya hukum, atau memberlakukan denda tertentu, atau atas perubahan pengaturan mekanis atau luar, yang sementara dan sia-sia.

Reformasi membuka ruang partisipasi formal dan informal secara lebih luas. Kebebasan pers memberi sumbangan amat berarti bagi partisipasi publik, sehingga pendidikan dasar dapat dengan cepat menjadi isu publik untuk didiskusikan dan diadvokasi secara bebas. Indonesia yang mengalami beberapa kali zaman kepemimpinan juga memengaruhi perubahan kebijakan pendidikan namun landasan kebijakan utama tetap dari Pembukaan Undang-Undang tahun 1945, hingga pada Sistem Pendidikan Nasional dan Rencana Strategis di bidang pendidikan.

Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan termasuk kehidupan pendidikan. Salah satu perubahan mendasar adalah manajemen Negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pedoman pelaksanaannyapun telah dibuat melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Konsekuensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada proses formulasi kebijakan pendidikannya Islam. Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun implementatif.

Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra bahwa dengan era otonomi daerah : ”lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi dalam pendidikan nasional- haruslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”(Azra, 2002, hal. xii).

Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan. Namun apakah kebijakan di bidang pendidikan selama ini telah membawa dampak positif terhadap hasil pendidikan

2.Rumusan Masalah

Dari pendahuluan di atas dapat diruuskan permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu :

a.Bagaimana Kebijakan pemerintah di bidang Pendidikan

b.Bagaimana kebijakan Pemerintah dibidang Pendidikan Agama Islam

B.PEMBAHASAN

1.Kebijakan pendidikan

a.Pengertian

Kata policy secara etismologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin kata ini menjadi politia, yang artinya negara. Dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau administrasi pemerintah(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Dalam bahasa Indonesia, kata “kebijaksanaan” atau “kebijakan” yang diterjemahkan dari kata policy tersebut mempunyai konotasi tersendiri. Kata kebijakan diambil dari kata bijaksana atau bijak yang dapat disamakan dengan pengertian wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam Bahasa Inggris.

Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do).(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan” (http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010), ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat.

Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu (http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010). Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk, bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya, dan ada”faktor pendukung” yang diperlukan.

Berdasarkan definsi-definsi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan rencana yang disusun oleh stakeholder atau pemerintah untuk halayak umum yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dan bersifat dinamis karena adanya perubahan zaman.

b.Landasan Kebijakan Pendidikan

Landasan kebijakan dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan “Education policy” refers to the collection of rules, both stated and implicit, or the regularities in practice that govern the behavior of persons in schools. Education policy analysis refers to the scholarly study of education policy. Examples of education policy analysis may be found in such academic journals as Education Policy Analysis Archives.(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010)

“Kebijakan Pendidikan” mengacu pada kumpulan aturan, baik dinyatakan dan implisit, atau keteraturan dalam praktek yang mengatur perilaku orang di sekolah-sekolah.

Analisis kebijakan Pendidikan mengacu pada studi ilmiah kebijakan pendidikan Landasan kebijakan pendidikan juga akan berhubungan pihak yang berwenang melaksanakan undang-undang yaitu pihak yang merancang kebijakan tersebut. Pihak tersebut adalah pemerintah, pemerintah beserta pihak yang terkait harus mengkondisikan agar kebijakan berjalan mengarah pada tujuan utama pendidikan suatu negara dan berbasis landasan pendidikan.

Memahami kebijakan pendidikan membutuhkan sebuah kontemplasi dari pengaruh dan niat kebijakan sepanjang empat dimensi teori kebijakan. Dengan memanfaatkan empat dimensi teori kebijakan termasuk normatife, structural, konstituentive, dan teknis, individu dapat menentukan dimensi penting dari kebijakan (Coper, Fusarelli&Randall, 2004, Dennis, 2007)dalam (http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010)

Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lainnya. Berikut landasan kebijakan pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia:

1)Dalam pembukaan UUD 1945: Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu untuk membentuk statu pemerintahan negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam statu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

2)Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa a) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; b) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; c) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; d) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta e) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

3)UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

4)Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan menyatakan bahwa pendidikan nasional Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

5)Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional. Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah criteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

2.Kebijakan Pendidikan Agama Islam

a.Tinjauan Historis

Terjadinya pembaruan di Indonesia juga dipengaruhi oleh adanya hubungan dengan luar negeri, melalui media masa seperti majalah-majalah yang isinya berupa motivasi untuk terus melakukan pembaruan dan membakar semangat para tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia, walaupun berbagai usaha yang dilakukan Belanda agar Indonesia tidak menjalin kontak dengan luar negeri, termasuk melarang masuknya buku-buku atau majalah-majalah yang berisikan tentang ide pembaruan(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Dengan demikian terlihat jelas adanya perbedaan pelaksanaan pendidikan islam pada masa peralihan dengan masa sebelum tahun 1900, di mana kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda sedang ketat-ketatnya, dan sedang gencarnya propaganda pribumi, priayi, pejabat(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Selanjutnya pada tahun 1932 keluar peraturan yang dapat membrantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah, yang disebut dengan sekolah liar(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme islamisme pada tahun 1928 berua sumpah pemuda(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Dengan begitu banyaknya perlawanan dari berbagai pihak Indonesia secara tegas dan pasti, maka bulan Februari 1933 Belanda menarik kembali ordonasi tersebut “untuk sementara” dan menggantinya dengan sebuah keputusan yang menetapkan syarat-syarat yang lebih lunak dalam memberikan pelajaran(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Setelah Belanda angkat kaki dari bumi Indonesia, maka muncul pergerakan Jepang. Jepang tidak begitu ketatnya terhadap pendidikan islam di Indonesia, Jepang memberikan toleransi yang banyak terhadap pendidikan islam di Indonesia, kesetaraan pendidikan penduduk pribumi sama dengan penduduk atau anak-anak para penguasa, bahkan Jepang banyak mengajarkan ilmu-ilmu beladiri kepada pemuda Indonesia.

Pada masa pendudukan Jepang, ada satu hal istimewa dalam dunia pendidikan, yaitu sekolah-sekolah telah di selenggarakan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan Jepang(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam majelis Islam tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang, agar di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan agama sejak sekolah rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut disetujui dengan syarat tidak diberikan anggaranbuntukbgurubagama(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Mulai saat itu maka pendidikan agama secara resmi boleh diberikan di sekolah-sekolah pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, yang ada hanya pendidikan budi pekerti yang bersumber pada agama(http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php, 2010).

Dalam perjalanan sejarahnya, sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, pendidikan agama diberi porsi disekolah-sekolah. Pada masa Kabinet pertama tahun 1945, Menteri PP & K (Ki Hajar Dewantara) mengeluarkan surat edaran ke daerah-daerah yang isinya “Pelajaran budi pekerti yang telah ada pada masa pemerintahan Jepang, diperkenankan diganti dengan pelajaran agama“(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3).

Surat Keputusan bersama Menteri Agama dan PP & K, tanggal 12 Desember 1946 menetapkan adanya pengajaran agama disekolah-sekolah rakyat negeri sejak kelas IV dengan 2 jam per-minggu. Pada tanggal 16 Juli 1951, dikeluarkan peraturan baru No.17781/ Kab.(PP & K) dan No.K/1/9180 untuk Menteri Agama, yang menyatakan bahwa pendidikan agama dimasukkan disekolah negeri maupun swasta mulai SR hingga SMA dan juga sekolah kejuruan(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3).

Dalam UUPP No.4 Thn.1950 Bab XII Pasal 20 ayat 1 juga dinyatakan bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran pendidikan agama. Dalam Ketetapan No.II/MPRS/1960 Bab II Pasal 2 ayat 3 juga ditetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran disekolah-sekolah mulai dari SR sampai Universitas-Universitas Negeri,(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3).

Pada masa Orde Baru, sejak tahun 1966 pendidikan agama merupakan mata pelajaran pokok di sekolah dasar maupun perguruan tinggi negeri, dan ikut dipertimbangkan dalam penentuan kenaikan kelas, sesuai dengan Tap MPRS No.XXVII/ MPRS/ 1966.

Dalam Ketetapan MPR berikutnya, tentang GBHN Tahun 1973, 1983, 1988 pendidikan agama juga semakin mendapatkan perhatian, dengan dimasukkannya ke dalam kurikulum mulai dari SD sampai UniversitasbNegeri(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3).

Didalam UU No.2/1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Pasal 39 ayat 2 ditetapkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan agama.

Bahkan didalam Tap MPR No.II/MPR/1993 tentang GBHN, juga ditegaskan bahwa agama dijadikan sebagai penuntun dan pedoman bagi pengembangan dan penerangan iptek(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3).

Kini, di era reformasi kedudukan bidang studi agama ataupun lembaga pendidikan keagamaan menempati tempat utama dalam program pendidikan umum setara dengan PMP dan Bahasa Indonesia, tetapi jumlah jam pelajarannya menjadi berkurang dibandingkan dengan kurikulum 1968.

Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa pendidikan agama mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam pembangunan negara dan masyarakat Indonesia yang juga diperkuat dengan di keluarkannya Undang-Undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2003.

Dalam PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6, pasal 7 di sebutkan bahwakerangka dasar dan struktur kurikulum wajib memuat kelompok mata pelajaran agama, serta semua kelompok pelajaran memiliki kedudukan yang sama dalam menentukan kelulusan peserta didik(Grafika, 2005)

Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan dapat membawa perubahan pada sisi menagerial dan proses pendidikan Islam. PP tersebut secara eksplisit mengatur bagaimana seharusnya pendidikan keagamaan Islam dan keagamaan lainnya diselenggarakan.

b.Analisis Kebijakan PAI

Dalam analisis Kebijakan PAI ini, ada dua sumber pokok yang penulis jadikan acuan, yaitu UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 dan P P No. 55 Tahun 2007 TentangPendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4), Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang SISDIKNAS tahun 2003 pasal 17, 18 disebutkan bahwa jenjang pendidikan dasar dan menengahdiantaranya adalah MI, MTs, dan MA.

Pada pasal 30 ayat 4 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,..........dan bentuk lain yang sejenis

Dalam Pasal 37 ayat 1 point a UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama

Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan, ”Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu”.

Khusus untuk pendidikan keagamaan baik dalam UU Sisdiknas Pasal 30 ayat (4) ataupun PP No. 55 pasal 14 ayat (1) berbentuk pendidikan diniyah, dan pesantren. Ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan bahwa kedua model pendidikan tersebut dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal.
Dalam PP No. 55 tahun 2007 pasal 5 ayat 8 disebutkan “Satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan”. Pada ayat berikutnya disebutkan “Muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat berupa tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalaman materi”.

Dari pasal tersebut ada dua hal yang terkait dengan kebijakan Pendidikan Agama Islam, yaitu: 1). Dari sisi kelembagaan bahwa lembaga pendidikan Islam diberi wewenang untuk mengembangkan dan mengelola lembaganya sesuai dengan visi dan misi lembaga, 2). Dari sisi materi yang diberikan kepada anak didikpun dapat di berikan sesuai dengan kebutuhan, baik ditambah secara materi, maupun pendalaman materi.

Dalam pasal 11 ayat 2 di sebutkan “Hasil pendidikan keagamaan nonformal dan/atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil pendidikan formal keagamaan/umum/kejuruan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah”. Ini mengandung arti bahwa saat ini eksistensi dan keberadaan para lulusan pendidikan keagamaannon formal adalah sederajat dengan lulusan penddikan formal dalam akses terhadap jenjang pendidikan yang lebih tiggi, sebagaimana disebutkan pada ayat berikutnya pada pasl yang sama.

Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur melalui UU sistem pendidikan nasional no 20 tahun 2003 diakui memang memuat keberadaan pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren. Namun pencantuman Madrasah dalam UU itu sekedar "pelengkap" komponen utama pendidikan nasional. Kenapa demikian? Karena dalam tataram praksis perhatian penyelenggara Negara tampaknya lebih menaruh perhatian dan fokus pada sekolah-sekolah umum (dibawah pengawasan Kemendiknas) baik dari sis teknis peningkatan mutu persekolahan maupun sisi anggaran yang tersedia. Padahal, menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional (UUSPN), madrasah memiliki kedudukan dan peran yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya (persekolahan). Dengan kenyataan ini seringkali tatkala membahas pengembangan persekolahan, sistem pendidikan Islam (madrasah) tidak ikut dikaji secara baik oleh pemangku kebijakan bahkan cenderung diabaikan

C.KESIMPULAN

kebijakan merupakan rencana yang disusun oleh stakeholder atau pemerintah untuk halayak umum yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dan bersifat dinamis karena adanya perubahan zaman.

Kebijakan Pendidikan” mengacu pada kumpulan aturan, baik dinyatakan dan implisit, atau keteraturan dalam praktek yang mengatur perilaku orang di sekolah-sekolah

Kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lainnya

Dalam sejarahnya, pendidikan agama Islam mengalami perubahan yang sangat signifikan di banding masa-masa sebelumnya. Lahirnya undang-undang dan PP baru memberi angin segar kepada pelaku pendidikan untuk secara cerdas mengelola dan mengembangkan institusi pendidikannya.

Kebebasan dan keleluasaan ini semestinya dapat di optimalkan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk mengembangkan dan mnsyiarkan Islam dalam rangka menuju Indonesia yang maju, cerdas sesuai dengan cita cita bangsa.

Bibliography

Azra, A. (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Grafika, R. S. (2005). Standar Nasional Pendidikan PP No 19 Tahun 2005. Jakarta: Sinar Grafika.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3. (n.d.). Retrieved from http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108450-kedudukan-dan-fungsi-pendidikan-agama/#ixzz1mHPQrCY3

http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php. (2010). Dipetik Desember 17, 2011, dari http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php: http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php

http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php. (2010, januari 23). Retrieved november 12, 2011, from http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php: http://www.kosmaext2010.com/makalah-landasan-kebijakan-pendidikan-indonesia-2.php

Tilaar. (1999). Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remadja Rosdakarya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun