"Kampuang den nan jauah di mato.Raso maimbau imbau den pulang. Den takana jo kampuang" Â (kampung saya yang jauh,serasa menghimbau saya pulang. Saya teringat kampung halaman ")
Kalau bercerita tentang Sumatera Barat secara keseluruhan tentu akan menjadi sebuah buku, karena saking banyaknya hal-hal yang unik dan menarik untuk ditulis. Mulai dari masakan Padang, yang menjadi favorit orang-orang se-Indonesia, bahkan beberapa di antaranya, seperti Rendang Padang dan Nasi Goreng, terkenal hingga mancanegara.Â
Mungkin karena itu, orang Padang terkenal sebagai sosok yang piawai dalam berbisnis. Bayangkan berangkat ke Jakarta dengan modal dengkul dan dalam waktu kurang dari 10 tahun sudah menjadi pemilik toko di Tanah Abang, seperti diceritakan oleh Uni, yang memiliki dua toko di Blok A Tanah Abang.
Nah, ini baru cerita tentang masakan Padang, apalagi kalau bercerita tentang "Adat nan tak lapuak dek hujan dan tak lakang dek paneh" (Adat yang tidak lapuk kena hujan dan tidak lekang kena panas) pasti tidak akan butuh penjelasan yang panjang lebar.
Karena itu, agar tidak membias ke mana-mana, maka untuk kali ini sebagai orang yang terlahir di Padang sejak zaman dai Nippon, saya membatasi diri untuk menulis tentang Padang kota tercinta. Kemudian di lain tulisan akan berlanjut ke kota Padang Panjang, Bukittinggi, Payahkumbuh, dan Solok, kampung kelahiran wanita yang saya cintai, yakni satu-satunya istri saya.
Ketika gempa berkekuatan 7,9 Scala Richter, saya dan istri sedang berada di Tokyo, diajak jalan-jalan oleh putra pertama kami Irmansyah Effendi bersama keluarga. Kami mencoba menghubungi beberapa nomor anggota keluarga di Padang, tapi tak satupun yang tersambung.
Seharian kami tinggal di hotel dan hanya menunggu berita lebih lanjut, karena sebagian besar keluarga, baik dari pihak keluarga saya, maupun dari keluarga istri berada di Padang, begitu juga dengan teman-teman. Baru malam hari berhasil kontak dengan adik-adik, yang inti pembicaraan terlalu panjang dan terlalu sedih untuk dicerita ulang.Â
Gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter, saling susul, yang terjadi pada tanggal 30 November dan tanggal 1 Oktober 2009 telah meluluhlantakan hampir seluruh bangunan di kota Padang, Sumatera Barat. Menurut berita yang disiarkan oleh berbagai media, baik media cetak maupun stasiun televisi, 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan.