Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dolly, Meremas Nurani Dari Hati Sang Ibu

19 Juni 2014   07:14 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:10 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14031114841793965329

Semoga masih teryakini, inilah saatnya untuk berhijrah. Terasa ringan hijrah ini jika teryakini pula karena untuk menutup sesuatu yang tidak seharusnya. Janji Tuhan sangat pasti akan faedah hijrah ini. Salam hormat untuk warga di sana, kuatkan keyakinan jika sekaranglah saatnya berkesempatan berhijrah untuk mencari sempurna.



Beredar di media jika sebagian penghuni gang ini mau menerima keputusan Walikota asal dengan kompensasi 3 juta perbulan selama 3 tahun per orang. Padahal ada seribuan pekerja seks itu di sana. Layakkah? Sangat layak, karena menurut asumsi yang pernah meneliti lokalisasi ini (Moehammad Emka), penghasilan perbulan setiap pekerja tidak lebih antara 5-15 juta. Sedang untuk sang mucikari bisa tembus 60 juta per bulan (TV ONE Apa Kabar Indonesia Malam, Rabu 18 Juni 2014). Tidak dijelaskan apakah penghasilan ini termasuk fee dan keuntungan dari penjualan miras dan obat-obat psikotropika. Khusus untuk nilai peredaran miras dan narkoba ini banyak sekali data yang di rilis, kisarannya bisa tembus pada puluhan milyar.

Problem pemenuhan syahwat (bisnis prostitusi) ini memang dilematis. Dengan potensi konsumen yang mencapai 6,5 juta lelaki hidung belang tentu sangat menggiurka kalau dikorelasikan dengan suplai yang hanya 300 ribuan PSK (data dari Moehammad Emka). Dijejali lagi dengan keserasiaan kubutuhan miras dan obat terlarang. Asumsi jika lokalisasi hanyalah piranti saja sebagai sarana bisnis menggiurkan ini semakin membuka mata jika trend perilaku kerja haram sudah merambah ke aneka cara. Nyataanya demikian, bilik hotel, pantai pijat, salon, bahkan tempat kos adalah bentuk lainpiranti pemenuhan syahwat. Bagi yang kontra penutupan, uraian dia atas menjadi alasan kuat penolakan. Di samping tambahan alasan akan sulitnya kontrol perilaku dan efeknya, termasuk juga hilangnya potensi penghasilan.

Benarkah sebelum penutupan lokalisasi ini uraian data di atas tidak pernah diperdebatkan? Akankah langkah Ibu Walikota akan terganjal dengan kepelikan itu? Bisa juga, dengan pertarungan kepentingan, kebulatan tekad Bu Risma akan menuai eksesnya, mulai dari suara miring pencitraan sampai pada perseteruan di internal Balai Kota.

Adalah fakta jika kebutuhan normal seseorang tidak lebih dari UMR yang ada di kota itu (meski besaran ini masih di gugat jika UMR terlalu menyentuh garis bawah kebutuhaan standar). Maka menjadi pembenar jika irama hidup 10 RW di gang itu, gang Dolly, dipastikan akan lebih meriah dibanding dengan pemukiman buruh yang ada di dekat pusat industri, karena warga gang itu penghasilannya 6-7 kali lipat dari UMR yang ada.

Saksi mata dari bekas penghuni Kramat Tunggak memberikan kesaksian jika telah terjadi perubahan suasana lingkungan pasca penutup lokalisasi ini 30-an tahun silam. Nuansa tenang dengan keberkahan rejeki yang didapat telah bisa dirasakan, bukan saja oleh saksi mata itu saja tetapi juga hampir seluruh area Kramat Jati baru ini.

Daristatemen Wagub Syaifullah Yusup tampak jika proses penutupan ini sudah melalui proses dan sentuhan-sentuhan. Beliau menyangkal jika mengedepankan kekuatan aparat, malah beliau memberi jaminan jika konsep dialogis lebih dikedepankan.

Sepakat dengan pernyataan jika geliat perilaku syahwat ini setua manusia ada! Sepakat pula jika penutupan lokalisasi penuh dengan pro kontra. Bisa dimaklumi jika kitapun harus menatap pekerja-pekerja seks ini sebagai manusia adanya. Benar-benar meremas nurani. Meremas nurani akan kodrat pilihan hidup mereka, akan melihat sosok-sosok mungil tanggungan mereka, sampai ikut merasakan tidak berdayanya mereka keluar dari lingkaran ganasnya birahi ini.

Dan, Bu Risma lah yang telah mengajak meremas nurani kita semua. Kejamkah beliau? Silahkan pembaca menjawab sendiri. Yang pasti bu Risma sejatinya ingin menutup remasan nurani semua, dari trend hidup yang setua umur manusia ini. Tidak saja menutup remasan yang 6,5 juta hidung belang itu, atau yang 300an ribu sang jelita. Tetapi juga, Bu Risma sedang mengajak bermonolog untuk belajar merasakan remasan nurani bagi mereka yang ingin berniat menambah angka suplai dan penawaraan di bisnis ini.

Meremas nurani untuk mendialogkan diri agar segera berhijrah senyampang ada yang mengajak dengan pemberian fasilitas segala. Menolak dan setuju, berwacana dan berpendapat, itulah pusaran awal dari deklarasi penutupan gang Dolly ini. Hanya yang pantai meremas sekuat nuranilah mereka akan mendapatkan faedahnya. Karena pro dan kontra nuansanya sama, ikut meremas juga. Kecuali yang memang ingin terpanggang nuraninya dari aktifas mengubur marwah ini.

Semoga Bu Risma tuntas mengkomandoi remasan nurani ini dengan sepenuh hati. Maroritas masyarakat percaya jika Ibu yang satu ini penuh dengan kehalusan nurani. GangDolly, Meramas nurani dari Ibu Wali...

Semangat ibu!!!

Kertonegoro, 19 Juni 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun